Opini

Tanpa Khilafah LGBT Menular

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Aisah, S.Pd. (Guru RA Al-Huda Jati Subang)

wacana-edukasi.com– Muhammad Millendaru Prakasa adalah nama asli dari juara Miss Queen Indonesia 2021, Millen Cyrus. Mirisnya, ajang tersebut bukan sesuatu yang dapat dibanggakan, karena merupakan kontes untuk para transgender.

Perlu diketahui bahwa munculnya penyakit-penyakit kelamin yang menjangkiti bangsa ini, bermula dari perilaku seks bebas. Catatan sejarah menulis bahwa virus mematikan HIV / AIDS pertama kalinya ditemukan di kalangan gay San Fransisco pada tahun 1978. Lalu menular ke penjuru dunia lewat perilaku yang dilarang agama, seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender (L98t). Sehingga perilaku ini perlu diwaspadai karena bukan masalah kesehatan saja, tapi masalah perilaku menyimpang.

L98t ini hadir dari ajaran sekulerisme-liberalisme. Gaya hidup liar yang mengajarkan perilaku seks bebas berlandaskan atas hak asasi manusia (baca : HAM) yang merupakan bagian dari kebebasan individu dan berekspresi yang harus dihormati semua orang dan dipantau oleh negara. Perilaku L98t sebenarnya adalah perilaku tidak memanusiakan manusia. Selera rendahan bak binatang ini sejatinya layak dinilai sebagai tindakan kriminal/kejahatan yang patut mendapat hukuman. Hal ini karena efek dari korban yang dapat menular menjadi pelaku.

Berikut ini pandangan syariat terhadap para pelaku L98t. Pertama, Lesbianisme yang dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah as-sahaaq atau al-musahaqah. Ini berarti hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Secara khilafiyah tidak ada perbedaan di kalangan fuqaha bahwa tindakan ini hukumnya haram.

Rasulullah SAW bersabda : “Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara wanita” (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabani).

Hukuman untuk para lesbianisme ini adalah ta’zir. Artinya hukuman yang ditetapkan tidak dijelaskan oleh nash atau dalil khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini bentuknya bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya.

Kedua, Homoseksual atau disebut juga liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath).

Rasullullah Saw bersabda: “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad)

Hukuman untuk homoseks adalah hukuman mati, tak ada khilafiyah di antara para fuqoha khususnya para shahabat Nabi SAW seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Al-Syifa`. Sabda Nabi SAW,“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).

Perbedaannya hanya pada teknis hukuman mati untuk gay, Menurut Ali bin Thalib RA, kaum gay harus dibakar dengan api. Lalu menurut Ibnu Abbas RA, harus dicari dulu bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu jatuhkan gay dengan kepala di bawah, dan setelah sampai di tanah lempari dia dengan batu besar. Sedangkan menurut Umar bin Khaththab RA dan Utsman bin Affan RA, gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya sampai mati. Memang para shahabat Nabi SAW berbeda pendapat tentang caranya, namun semuanya sepakat gay wajib dihukum mati.

Ketiga, Biseksual. perbuatan zina ini dilakukan dengan lain jenis. Hal ini karena jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual yaitu dilakukan di antara sesama laki-laki. Sedangkan jika lesbianisme adalah zina di antara sesama wanita. Semuanya termasuk perbuatan haram dan tindak kejahatan. Perbuatan maksiat ini hukumannya disesuaikan dengan fakta. Artinya jika tergolong zina, hukumnya rajam (dilempar batu sampai mati) ketika pelakunya muhshan (baca: sudah menikah) dan hukuman cambuk seratus kali jika pelakunya bukan muhshan (baca: perjaka atau perawan). Namun, jika tergolong homoseksual maka hukumannya adalah mati. Jika tergolong lesbianisne, hukumannya ta’zir.

Keempat, Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis kelamin dari aslinya. Baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas seksual. Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis. Rasulullah Saw bersabda: “Mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki” (HR Ahmad)

Hukumannya, jika sekedar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, adalah diusir dari pemukiman atau perkampungan. Rasullullah Saw bersabda: “Mengutuk orang-orang waria (mukhannats) dari kalangan laki-laki dan orang-orang tomboy (mutarajjilat) dari kalangan perempuan. Lalu, Nabi SAW bersabda lagi. Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian. (akhrijuuhum min buyutikum). Maka Nabi SAW pernah mengusir Fulan dan Umar RA juga pernah mengusir Fulan.” (HR Bukhari)

Jika transgender melakukan hubungan seksual maka hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Seandainya hubungan seksual terjadi di antara sesama laki-laki, maka dijatuhkan hukuman homoseksual dan Jika terjadi di antara sesama wanita, maka dijatuhkan hukuman lesbianisme. Sedangkan jika hubungan seksual dilakukan dengan lain jenis, maka bisa dijatuhkan hukuman zina.

Perlu diketahui dalam Islam pun dikenal dengan istilah khuntsa, atau hermaphrodit, yakni orang yang mempunyai kelamin ganda. Mereka diiakui dalam fiqih Islam yang berbeda dengan transgender. Hal ini karena kaum transgender mempunyai kelamin yang sempurna, bukan kelamin ganda, hanya saja mereka berperilaku menyerupai lawan jenisnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender adalah perbuatan yang diharamkan Islam, sekaligus merupakan tindakan kriminal yang harus dihukum tegas.

Sistem sekuler saat ini tidak bisa membendung L98t yang bisa menular kapan, dimana dan kepada siapa saja. Hukumannya pun hanya sebatas dipermukaan saja, artinya hukumannya itu tidak sampai memberikan efek jera dan bahkan menjadi salah satu penebus dosa bagi para pelaku. Hukuman untuk para pelaku L98t hanya bisa dijatuhkan oleh seorang imam (baca : Khalifah) dalam negara Islam (baca : Khilafah) yang akan menjalankan Syariah Islam secara kaffah (komprehensif). Sehingga saat ini Memang belum ada hukum yang tegas untuk para pelaku kejahatan kelamin itu saat kekhalifahan runtuh di Turki tahun 1924.

Dengan demikian sudah menjadi tugas umat Islam, untuk mengembalikan Khilafah itu di muka bumi sekali lagi sebagai Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah (metode kenabian). Khilafahlah yang akan menjalankan Syariah Islam secara kaffah, termasuk menjatuhkan hukuman-hukuman yang tegas untuk manusia-manusia hina yang melakukan perbuatan lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender di muka bumi.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 126

Comment here