Oleh : Siti Solaiha
wacana-edukasi.com, OPINI–Tindakan penistaan terhadap ajaran agama kini semakin banyak dan masif, para penista agama seolah tidak dianggap bersalah, bahkan lebih cenderung dalam lindungan hukum. Apalagi ketika para pelaku adalah orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan atau sosok yang dikenal juga selebritis.
Kasus penistaan agama yang terjadi terus-menerus, baik berupa penghinaan, pelecehan terhadap Allah, Rasulullah Saw. dan ulama, maupun ajaran Islam berupa syariat termasuk ibadah, menjadi hal yang biasa bagi pelakunya. Tindakan tersebut dilakukannya boleh jadi akibat ketidaktahuan atau adanya unsur kesengajaan karena ada kepentingan tertentu dan kebencian terhadap Islam.
Para penista agama yang hidup di alam demokrasi seolah tidak mampu tersentuh hukum. Sudah banyak pelaporan kasus penistaan agama berjalan lambat bahkan berhenti di tempat, tak ada kelanjutannya. Hukum tidak tegas bagi para penista, sehingga kasus penistaan terus terulang tanpa ada sanksi yang tegas.
Baru-baru ini viral seorang warga negara asing (WNA) asal Australia inisial MBCAA, 48, meludahi imam Masjid Al-Muhajir di Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena WNA tersebut kabarnya terganggu dengan suara murattal Al-Qur’an yang diperdengarkan melalui speaker masjid. Sumber: https://m.mediaindonesia.com/nusantara/577450/wna-ludahi-imam-masjid-di-bandung-mui-merespons
Penistaan agama kembali terjadi menandakan negara tak mampu memberi efek jera atas kasus sebelumnya. Hal itu satu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat. Terlebih kebebasan sangat dijunjung tinggi dalam sekulerime
Dalam sistem demokrasi penista agama dibiarkan, sementara kritik -terutama yang ditujukan pada penguasa rezim- kerap dipandang sebagai ujaran kebencian. Bahkan secara hukum segera diproses hingga berujung pada pidana.
Pasal ujaran kebencian pun dijadikan pasal karet sebagai upaya menakut-nakuti atau menjadi alat penjerat hukum bagi siapa saja yang dianggap sebagai musuh rezim yang anti kritik.
Sementara para penista terhadap agama dipandang biasa dan lebih cenderung tanpa tindakan yang pasti.
Begitulah adanya tabiat demokrasi yang menerapkan sistem hukum berlandaskan pada sekularisme yang menjadi pangkal kekisruhan hukum yang terjadi hingga kini. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari politik dan negara.
Para sekularis memandang bahwa agama itu wilayah privat, urusan antara seseorang dengan Tuhannya. Sehingga hukum agama tidak boleh mengatur kehidupan publik. Karena itu para sekularis akan menentang ketika ada hukum agama yang ditarik ke ranah publik menerima sesuatu yang setara dari ajaran agama seperti Ahwal Syakhshiyyah (Undang-Undang Perdata), sebagian ibadah dan menolak apa yang tidak sejalan dengan hawa nafsunya.
Setiap orang yang mencela sesuatu dari ajaran Islam baik melalui ucapan ataupun perbuatan maka sifat tersebut dapat dilekatkan padanya. Barangsiapa menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai pemutus dan membatalkan hukum-hukum syari’at, maka dia adalah seorang sekuler. Siapa yang membolehkan semua hal yang diharamkan seperti perzinaan, minuman keras, musik dan transaksi ribawi dan meyakini bahwa melarang hal itu berbahaya bagi manusia dan merupakan sikap apatis terhadap sesuatu yang memiliki mashalahat terhadap diri, maka dia adalah seorang Sekuler. Siapa yang mencegah atau mengingkari penegakan hukum hudud seperti hukum bunuh terhadap si pembunuh, rajam, cambuk terhadap pezina atau peminum khamar, potong tangan pencuri atau perampok dan mengklaim bahwa penegakannya menyalahi sikap lemah lembut dan mengandung unsur kesadisan dan kebengisan, maka dia masuk ke dalam sekulerisme.
Maka, tujuan utama kaum sekuler adalah menggabungkan dunia dan kenikmatan pelampiasan hawa nafsu sekalipun diha-ramkan dan mencegah dari melakukan kewajiban,
Allah SWT berfirman.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS:Hud/11:15-16)
Negara dalam Islam adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang prinsip toleransi yang ada padanya . Hanya dalam sistem kekhilafahan Negara yang memiliki kemampuan dalam menegakkan hukum Allah dan melindungi Islam dari penistaan dan pelecehan.
Wallahu’allam
Views: 15
Comment here