wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Baru saja tahun lalu kita mendengar bahwa sebanyak 58% penduduk Indonesia merupakan kaum milenial dan 81 juta di antaranya belum memiliki rumah. Dimana alasan jutaan milenial tidak memiliki rumah faktor mayoritasnya karena pendapatan mereka tidak sebanding dengan harga perumahan. Harga properti kian melambung karena biaya pembangunan rumah, dari jasa tukang hingga bahan material terus naik akibat inflasi. Ditambah kenaikan harga lahan dan over demand (kelebihan permintaan) yang secara otomatis menaikkan harga rumah. Membuat mereka memilih untuk tidak membeli rumah.
Ternyata kini mereka pun banyak tantangan milenial jika meneruskan usaha dengan bertani di lahan yang keluarga miliki. Sulit mendapatkan benih pangan yang berkualitas, benih kurang adaptif pada perubahan iklim. Kerusakan infrastruktur dan bencana alam juga menjadi perhatian, karena bisa menghambat pemenuhan pangan.
Kalbar pun kerap mengalami perubahan iklim dan cuaca dimana hujan terus menerus, musim basah, ini mempengaruhi produktivitas pangan. Sampai saat ini kita masih berkutat mencari benih yang tahan, karena stabilitas pangan perlu diantisipasi dengan cepat. Sementara pemerintah tidak segera membantu petani dan belum lagi memberi subsidi. Padahal posisi petani amat penting perannya dalam pemenuhan pangan suatu wilayah. Jika petani berkurang dan lahan kian menyempit, 20 tahun yang akan datang kita akan makan apa?
Indonesia sempat dijuluki sebagai negara agraris, dikarenakan sebagian masyarakat berprofesi sebagai petani dan lahan pertanian yang cukup luas dan subur. Kepala BPS Kalbar Muh Saichudin mengatakan jika pada sensus pertanian 2023 menunjukan data jika petani milenial di Kalimantan Barat mengalami penurunan dibanding 10 tahun lalu (www.suarakalbar.co.id/2024/01/).
Ia menjelaskan bahwa adanya penurunan tersebut mencatat banyak milenial yang beralih profesi sebagai pramuniaga atau bahkan menjadi pekerja migran indonesia, sehingga tidak tertarik untuk menggeluti profesi sebagai petani. Banyak anak muda yang saat ini lebih memilih untuk menjadi pekerja di perusahaan atau lainya sehingga enggan menjadi petani. Sempitnya lahan pertanian menjadi salah satu alasan kurangnya petani di Kalbar. Presentasi petani di Kalbar untuk generasi x rumah tangga tani mencapai 42 persen, sedangkan petani milenial ada 33 persen.
Maka penting mengembalikan pengaturan pangan rakyat kepada sistem Islam. Kedaulatan pangan harus terwujud dalam satu sistem pengelolaan negara berlandas hukum syariat Islam. Memandirikan petani atau skala kelompok tani. Setiap warga berhak untuk memiliki lahan, baik dengan membelinya maupun melalui pemberian, seperti hadiah, hibah, dan warisan.
Negara terhadap para petani juga harus mengoptimalkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, negara memfasilitasi kemandirian dalam riset dan penelitian bidang pertanian, membangun industri, pengawasan hasil panen dan distribusi pangan yang adil dan merata serta mengutamakan petani rakyat daripada kepentingan korporat. Ini akan membuat milenial lebih tertarik dan bersemangat bertani karena didukung sistem yang mumpuni.***
Yeni
Pontianak-Kalbar
Views: 27
Comment here