Oleh: Umroh Ummu Fatih (Penulis)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus bergulir setelah Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Gelombang penolakan terus terjadi, lantaran PP tersebut akan mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta.
Nantinya, para karyawan bakal mendapatkan potongan gaji sebesar 3% sebagai iuran Tapera, dengan rinciannya 2,5% di tanggung pekerja dan 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja. Kewajiban iuran Tapera diyakini bakal menambah beban kelas menengah di Indonesia, lantaran daftar potongan gaji yang diterima karyawan semakin panjang. (sindonews, 30/05/2024).
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) disebut sebagai solusi dari pemerintah atas pembiayaan tempat tinggal bagi para pekerja. Program ini hadir merupakan cara negara mengatasi kesenjangan kepemilikan rumah, agar masyarakat bisa memiliki tempat tinggal yang layak.
Namun, program ini ditentang oleh berbagai pihak, terutama para pekerja. Karena, program ini secara praktik dinilai sebagai pungutan paksa negara terhadap rakyatnya. Dengan kata lain, program ini mengatasnamakan tabungan. Padahal, ini merupakan program pemerasan uang rakyat, bisa jadi uang rakyat yang sudah terkumpul akan digunakan untuk kepentingan para penguasa dan oligarki.
Secara pembiayaan, filosofis kapitalisme adalah menjadikan negara sebagai pemalak dengan berbagai macam pungutan. Tapera hanyalah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun, hingga jaminan hari tua.
Kebutuhan saat ini semakin meningkat, rakyat dalam sistem kapitalisme dibuat sekarat. Seharusnya pemerintah menyediakan rumah bagi seluruh rakyat, bukan memotong gaji para pekerja. Ini sama saja memiskinkan para pekerja secara pelan-pelan. Program Tapera ini terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dari buruh, TNI/polri, PNS, dan masyarakat umum.
Iuran Tapera dalam sistem sekular merupakan suatu kezaliman. Karena, dana Tapera diambil dari seluruh para pekerja di Indonesia yang memiliki penghasilan, baik yang sudah memiliki rumah atau yang belum memiliki rumah. Bahkan, yang tidak ikut serta dalam pembayaran Tapera akan mendapatkan sanksi administratif.
Pemerintah tidak hadir sebagai pelayan rakyat, karena sistem yang dijalankan saat ini tegak di atas landasan yang rusak. Bahkan, menafikkan halal dan haram serta menjunjung tinggi nilai-nilai materil dan manfaat.
Dalam Islam, tugas seorang pemimpin adalah mengurus urusan rakyat. Bahkan, negara semestinya menyediakan tempat tinggal yang layak, karena rumah adalah kebutuhan dasar bagi rakyat. Negara jangan sampai menetapkan kebijakan yang justru menyusahkan rakyat.
Sebagaimana sabda Baginda Nabi Saw, dari Aisyah berkata Rasulullah Saw, “Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia mengasihi mereka. Maka kasihilah ia”. (Hr Muslim).
Rumah adalah salah satu kebutuhan asasi (primer) selain sandang dan pangan. Islam menjadikan rumah sebagai kehormatan yang wajib dijaga dan dilindungi. Pemenuhan kebutuhan rakyat akan terlaksana, ketika negara memberikan kemudahan pembelian tanah dan bangunan, juga bisa membangun perumahan rakyat dengan harga yang terjangkau.
Islam mewajibkan negara (Khilafah) membantu, agar rakyat mudah dalam mendapatkan rumah yang layak mulai dari pemilihan lokasi, ketinggian rumah, jumlah kamar, teras, pagar hingga ventilasi rumah pun di atur oleh Islam. Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang layak akan dirasakan oleh rakyat, tatkala negara Khilafah terwujud dengan sempurna dengan diterapkannya Islam kaffah.
Wallahu’alam bisshawab.
Views: 23
Comment here