Opini

Target Kemiskinan Nol, Akankah Terealisasi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Kemala (Relawan Opini)

wacana-edukasi.com, Kemiskinan di Indonesia adalah problem yang masih terus dicarikan solusi penyelesaiannya. PE-ER yang pengerjaannya tak kunjung menemui ujung. Lantas, apakah rencana mengentaskan angka kemiskinan bekepanjangan menjadi nol oleh negara pada tahun 2024 dapat segera membangunkan rakyat dari mimpi buruk yang berkepanjangan?

Kuartal pertama tahun 2023, Muhadjir Effendy Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), telah turut serta dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo beserta Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka yang salah satu bahasannya adalah Penyusunan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 untuk mencapai visi Indonesia emas 2045. Termasuk di dalamnya upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut target pengentasan kemiskinan ekstrem nol pada 2024 diturunkan menjadi 2,5 persen. Dalam usahanya mencapai target tersebut, maka perlunya pemerintah mengentaskan 5,6 juta orang yang berada dalam kemiskinan pada tahun 2024.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai upaya mengejar angka 0 persen kemiskinan ekstrem di tahun depan tidak mudah karena ada transisi politik. Disisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kemiskinan ekstrem sulit ditekan karena masalah kerak kemiskinan bersifat struktural, seperti akses pendidikan hingga kesehatan. Siklus ekonomi saat ini juga baru saja melalui pemulihan pasca pandemi covid-19 (CNN Indonesia, 06/04/23).

Kemiskinan struktural di Indonesia, yaitu kondisi dimana adanya golongan masyarakat tertentu yang tidak dapat mengakses sumber-sumber pendapatan yang sejatinya ada di antara mereka. Melimpahnya sumber daya bagaikan fatamorgana semata bagi rakyat biasa dan ladang keuntungan bagi penguasa berkepentingan dan para pemilik modal. Hal ini adalah salah satu buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme yang diadopsi dari negara adidaya. Sehingga tidak heran jika masalah kemiskinan kian mengkompleks dari tahun ke tahun.

Negara mengemban tugas untuk memberantas kemiskinan, memberikan jaminan atas kesejahteraan rakyat, belum mununjukkan tanda selesai dengan tugasnya. Sementara penguasa dan pengusaha dalam hubungan saling menguntungkannya semakin berada diatas awan, rakyat kian melarat ditengah terpaan berbagai kenaikan bahan pangan.

Kehidupan kapitalistik mengagungkan kebebasan dalam kepemilikan, sehingga kondisi lingkungan negara bagaikan hukum rimba, yang kuat akan dapat menguasai dan mengolah sumber daya yang besar. Individualisme diterapkan, sedangkan negara hanya bertugas sebagai pengawas dan pengontrol. Hal inilah yang menjadi penyebab adanya ketimpangan ekonomi. Bahkan di wilayah dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah sekalipun, terdapat rakyat miskin.

Ketimpangan ekonomi menyebabkan siklus kekayaan hanya berputar pada orang tertentu saja, yaitu para pengusaha kapitalis yang mendapat kuasa atas kekayaan alam berkat akses dan fasilitas dari para penguasa korup. Pada, akhirnya kondisi ini menjadi persoalan yang khas dalam sistem ekonomi kapitalisme. Salah satu diantara penyebabnya yaitu maraknya praktik monopoli demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya oleh satu pihak dan mengorbankan pihak yang tidak memiliki kuasa.

Hal tersebut tentu saja berbeda dengan apa yang diterapkan dalam sistem islam. Negara sebagai pengurus masyarakat dalam islam, menjadikan syariat Allah sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Terdapat berbagai macam upaya dalam menjamin kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat. Salah satunya dengan adanya pembatasan aturan kepemilikan yang dikelola sesuai syariat. Pelarangan penguasaan umum untuk dikuasai secara individu dengan alasan apapun.

Islam memilah bentuk kepemilikan (al-milkiyyah) menjadi tiga, diantaranya Kepemilikan Individu (al-milkiyah al-fardiyah), Kepemilikan Umum (al-milkiyah al-‘ammah), dan Kepemilikan Negara (al-milkiyah ad-daulah). Sedangkan dalam pengolahannya (al-tasharuf fi al-milkiyah) dibagi menjadi 2 cara yang dibatasi oleh hukum syara’, yaitu pertama, melalui Pengembangan Harta (tanmiyat al-mal) dalam industri, perdagangan serta sektor pertanian. Kedua, Pengeluaran Harta (infaq ul-mal) yang telah ada aturan penyaluran maupun pengharamannya. Metode ini dijalankan untuk memaksimalkan perputaran harta agar mampu mengembangkan perekonomian hingga angka kemiskinan pun secara otomatis berkurang.

Islam telah menetapkan pula beberapa hukum syara’ untuk menjamin pendistribusian kekayaan (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas) di tengah manusia, dan mencegah terbentuknya kekacauan yang dapat merusak keseimbangan ekonomi di antara individu masyarakat Islam, diantaranya, kewajiban zakat, distribusi harta negara serta penaturan harta waris. Kewajiban zakat dengan pengambilan sebagian harta orang-orang kaya dengan syarat tertentu untuk dibagikan kepada para fakir.

Distribusi harta negara dengan target pendistribusiannya ditujukan kepada rakyat yang membutuhkan, baik dalam bentuk harta benda maupun uang yang diambil dari harta kharaj dan jizyah. Olahan hasil tambang berupa emas serta perak digunakan untuk keperluan investasi dalam perdagangan, bidang pertanian serta perindustrian agar sebagai bentuk support dalam kemerataan distribusi kekayaan serta dapat menghapuskan pengangguran. Juga termasuk di dalamnya pengaturan distribusi harta waris yang berskala besar diantara para ahli warisnya.

Kedudukan negara menjadi kontrol utama dalam pelaksanaan distribusi kekayaan. Negara menyediakan lapangan pekerjaan dalam berbagai aspek. Warga negara akan di data secara menyeluruh, dipastikan terpenuhi tiap-tiap kebutuhan dasarnya. Masing-masing kepala keluarga dalam keadaan mampu menafkahi tanggungannya. Keadaan ini kemudian akan menjadi roda yang berputar selaras hingga kemiskinan akan teratasi dengan baik, perlahan namun pasti berdampak pada persoalan lainnya yang berakar pada kemiskinan dapat terselesaikan pula.

Wallahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 38

Comment here