Oleh: Siti Muslikhah
wacana-edukasi.com, OPINI-– Jelang Ramadhan 2024 ini masyarakat sudah dihadapkan dengan berbagai kenaikan bahan pangan, seperti beras, cabai, dan gula. Hal ini tentu membuat rakyat makin terbebani karena biaya hidup yang harus dikeluarkan kian tinggi.
Ternyata tak hanya bahan pangan, kini tarif sejumlah ruas jalan tol juga mengalami kenaikan. Beberapa ruas jalan tol yang mengalami kenaikan tarif diantaranya adalah Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ), Pasuruan – Probolinggo, Serpong – Cinere, dan Surabaya – Gresik. Kenaikan tarif tol kali ini tergolong cukup tinggi.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, 4/3/2024, kenaikan tarif tol untuk kendaraan golongan I seperti mobil sedan, jip, pickup atau truk kecil, dan bus yang melintas Gerbang Tol Jakarta IC – Cikampek naik hingga 35% atau sebesar Rp7.000. Tarif yang sebelumnya Rp20.000, sekarang menjadi Rp27.000. Tarif tol untuk golongan II dan III yang sebelumnya Rp30.000, saat ini menjadi Rp40.500. Sedangkan golongan IV dan V dari Rp40.000 menjadi Rp54.000.
Biasanya kenaikan tarif tol kurang dari 10%. Seperti tahun lalu kenaikan tarif tol Jagorawi untuk kendaraan golongan I Rp500 dari Rp7.000 menjadi Rp7.500, kemudian Bogor Outer RingRoad (BORR) dari Rp14.000 menjadi Rp15.000.
Kenaikan tarif tol ini jelas akan berdampak pada tingginya beban hidup rakyat. Sebab, jalan tol merupakan sarana publik yang dilewati oleh kendaraan umum pengangkut barang-barang konsumsi. Jelas kenaikan tarif tol ini akan berimbas pada biaya distribusi barang konsumsi ke wilayah-wilayah yang melewati jalan tol tersebut. Selain itu juga akan membebani rakyat yang akan melakukan perjalanan mudik saat lebaran nanti.
Adapun alasan kenaikan tarif tol sebagaimana yang disampaikan oleh Vice President Corporate Secretary and Legal PT JTT Ria Marlinda Paallo, Rabu (6/3/2024) yaitu untuk memastikan iklim investasi jalan tol yang kondusif dan juga untuk menjaga kepercayaan investor dan pelaku pasar terhadap industri jalan tol yang prospektif di Indonesia. Selain itu, kenaikan tarif tol tersebut untuk menjamin level of service pengelola jalan tol agar tetap sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol.
Komersialisasi Jalan Tol dan Dampak Buruknya
Jalan tol di Indonesia yang telah beroperasi sejak 1978 hingga Oktober 2023 sepanjang 2.816,7 km. Pengoperasian Jalan tol tersebut dikelola oleh 52 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dengan 73 ruas jalan tol dan 132 tempat istirahat dan pelayanan (TIP) (bpjt.pu.go.id. 21/11/2023). Wajar jalan tol ini menjadi ladang bisnis yang menjanjikan bagi para pemilik modal.
Ini terjadi karena pemerintah saat ini menerapkan konsep good governance. Dimana pemerintah diharuskan bekerja sama dengan pihak swasta untuk menjalankan pembangunan di suatu negara. Konsep inilah yang membuat pemerintah membuat kebijakan yang sejalan dengan kemauan swasta.
Sedangkan kita semua tahu bahwa orientasi pihak swasta dalam membangun jalan tol bukanlah pelayanan, melainkan bagaimana mendapatkan keuntungan. Sebab mereka menilai setiap bentuk kerjasama apa pun harus menghasilkan cuan, termasuk kerjasama dengan pemerintah, investasi yang mereka tanam juga harus menguntungkan.
Sebab itu, pemerintah membuat regulasi kenaikan tarif jalan tol setiap dua tahun sekali dengan syarat pengelola jalan tol mampu memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). Itu artinya, pihak pengelola tidak perlu terlalu serius dalam menyediakan layanan, cukup memenuhi standar minimal saja. Kebijakan ini alih-alih memberikan kemudahan, justru semakin menyusahkan masyarakat.
Dengan demikian pemerintah hanya mementingkan keuntungan dan bagaimana caranya agar investasi tetap bisa bertahan di dalam negeri. Wajar hal ini terjadi, pasalnya pemegang kebijakan telah mengambil kapitalisme sebagai sistem untuk menjalankan pemerintahan. Konsep sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan dan materialisme diambil sebagai dasar untuk membuat aturan. Alhasil, seluruh arah pandang kebijakan akan diarahkan untuk meraih kapital.
Penerapan aturan ini tentu membuat kebutuhan masyarakat jadi tidak terpenuhi, padahal rakyat perlu alat dan sarana transportasi yang aman, murah, dan terjangkau. Sedangkan saat ini jalan tol hanya bisa dimanfaatkan oleh kalangan yang memiliki uang saja.
Dengan demikian, penerapan kapitalisme tidak akan pernah membawa kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, justru hanya akan membuat rakyat makin sengsara. Lebih dari itu sistem ini juga akan membuat negara tidak lagi bertanggung jawab kepada rakyat, melainkan kepada konglomerat.
Pandangan Islam Terkait Jalan Umum
Dalam Islam jalan raya dipandang sebagai bagian dari pelayanan negara. Maka negara ditunjuk sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur, termasuk jalan raya. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, negara bertindak sebagai ra’in (pemelihara) bukan tujar (pebisnis).
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.”
Islam tidak membenarkan negara menyerahkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat kepada pihak swasta, apalagi menjadikanya sebagai lahan bisnis. Jalan raya merupakan bagian dari infrastruktur umum maka seharusnya rakyat bebas memanfaatkannya.
Untuk itu negara wajib membuat rencana tata ruang wilayah (RTRW) sebelum membangun kota. Hal ini dilakukan agar rakyat dapat menikmati transportasi yang aman, murah, dan nyaman.
Selain itu, negara pun akan menyediakan semua kebutuhan rakyat, seperti rumah sakit, sekolah, masjid, perpustakaan, taman, rumah singgah bagi musafir, hingga industri kebutuhan dasar (makanan/minuman) dalam satu kota yang tidak jauh jangkauannya. Semua itu dibuat dalam rangka memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jadi untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik mereka tidak perlu lagi ke luar kota. Negara akan membangun semua kota agar memiliki standar pelayanan yang sama baiknya.
Keberhasilan penerapan Islam dalam membangun tata ruang perkotaan telah terbukti pada masa Kekhilafahan dahulu. Baghdad yang kala itu dipilih sebagai ibu kota negara, dibangun dengan tata ruang kota yang sangat baik. Masyarakat tidak perlu lagi ke luar kota untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, di kota tersebut juga sudah tersedia lapangan kerja sehingga mereka tidak perlu bekerja ke tempat yang jauh.
Kesejahteraan rakyat nyatanya hanya terwujud kala Islam diterapkan. Itu sudah terbukti selama lebih dari 13 abad. Sudah saatnya umat mengambil Islam sebagai sistem kehidupan.
Wallahu a’lam bishawab.
Views: 13
Comment here