Oleh: Yulia Putbuha, S.Pd.I. (Pemerhati Kebijakan Publik)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Ayat tersebut memerintahkan kepada orang yang beriman untuk menerapkan syariat-Nya secara menyeluruh atau total, tidak tebang pilih. Sayangnya, tebang pilih syariat Islam sudah menjadi hal yang lazim di negeri ini.
Sebagaimana yang dilansir dari Kompas.com, (30/01/2021). Presiden Joko Widodo pada Senin (25/1/2021) meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Kala itu, Jokowi mengungkapkan pemanfaatan wakaf uang tak hanya terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi. Harapannya, bisa memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat.
Tingginya kesadaran masyarakat dalam hal wakaf karena Indonesia merupakan negeri yang mayoritas muslim. Dimana hukum wakaf dalam Islam adalah sunah. Jadi tak heran, ketika dana wakaf di Indonesia nilainya sangat fantastis.
Namun ternyata, meskipun negeri ini mayoritas muslim, pemerintah masih tebang pilih terhadap penerapan syari’at Islam. Syariat-tNya yang menguntungkan diambil tetapi syariat yang lainnya ditinggalkan, bahkan banyak syariat Islam yang sudah jelas wajib hukumnya malah dilarang dan diperdebatkan.
Jika ditelaah secara mendalam, akan dipahami akar masalah dari tebang pilih syariat adalah sistem kapitalisme yang asasnya adalah manfaat. Ketika hukum tersebut membawa manfaat maka diambil dan ketika hukum tersebut tidak membawa manfaat atau bahkan bisa menghancurkan eksistensinya maka hukum-Nya ditinggalkan dan dilarang.
Itulah fakta kebobrokan sistem kapitalisme, sistem yang hanya mengantarkan penguasa kepada kezaliman. Umat didorong mengeluarkan dana “wakaf” untuk menutupi borok kelemahannya. Atas dalih “mengurangi angka kemiskinan” yang dikemas dengan embel-embel syariat barulah umat dilibatkan, sedangkan untuk urusan yang lainnya umat dibungkam.
Oleh karena itu, telah nyata bahwa sistem kapitalisme terbukti kegagalannya dalam menyeahterakan dan memberi keadilan terhadap umat. Umat saat ini hanya dimanfaatkan oleh sistem sebagai tameng untuk melajukan eksistensinya.
Umat diminta berkontribusi untuk mengentaskan masalah kemiskinan, padahal masalah ini seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Pun ketika berbicara masalah keadilan, sulit sekali mendapatkan keadilan dalam sistem saat ini. Bukankah suatu ketidakadilan ketika ada ulama yang menyuarakan Islam dikriminalisasi? Sedangkan yang menyuarakan kemungkaran dibiarkan. Bukankah ketidakadilan ketika berhijab dibatasi? Sedangkan kemaksiatan dibebaskan. Padahal menyiarkan Islam dan berhijab merupakan bagian dari syariat-Nya yang wajib diamalkan oleh seluruh kaum muslim dan muslimah.
Dengan demikian, jika ingin hukum Islam kembali diterapkan secara kafah (total) maka satu-satunya jalan adalah menggantikan sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Karena hanya sistem Islamlah yang mampu menerapkan hukum-hukum Islam secara kafah.
Telah terbukti sistem Islam pernah berjaya berabad-abad lamanya dan mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada manusia bukan hanya kepada kaum muslim saja, tetapi kepada seluruh umat manusia yang mau diatur oleh sistem Islam baik muslim ataupun nonmuslim.
Dalam Islam terkait dengan wakaf uang, para fuqaha (ahli fiqih) mempunyai perbedaan pendapat. Seperti mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa wakaf uang hukumnya tidak sah. Sedangkan mazhab Maliki membolehkan.
Di Indonesia sendiri mengambil mazhab yang membolehkan wakaf dalam bentuk uang. Hal tersebut telah disahkan oleh Komisi Fatwa MUI pusat.
Kebijakan yang diambil pemerintah melalui fatwa MUI akan kebolehan wakaf uang, memberi kesan bahwa pemerintah memilah milih hukum syariat sesuai yang dikehendakinya saja, padahal meninggalkan syariat-Nya meskipun hanya separuh akan menyebabkan datangnya kesulitan dalam kehidupan.
Maka, menerapkan syariat-Nya secara kafah merupakan sesuatu yang urgen. Karena selama ini Indonesia berada dalam kondisi jauh dari kata sejahtera. Hanya dengan diterapkannya sistem Islam dalam naungan khilafah yang akan memberikan kesejahteraan kepada umat.
Kerana Islam memosisikan pemerintah adalah pelayan untuk umat yang harus bersedia mengorbankan segenap kemampuannya untuk kesejahteraan umat. Bukan menzalimi umat dengan kebijakan-kebijakannya.
Tebang pilih hukum syariat merupakan bukti dari kezaliman terhadap umat karena umat butuh penerapan hukum syariat secara kafah (total) bukan hanya sebagian. Agar kehidupan yang adil dan sejahtera dapat terwujud.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 20
Comment here