Oleh: Galuh Metharia(Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com– Dosen FISID Universitas Riau (Unri) berinisial SH, terdakwa kasus pencabulan terhadap seorang mahasiswi dinyatakan bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru. Sidang vonis yang dibacakan secara terbuka tersebut menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider. Dalam vonis tersebut majelis hakim membeberkan beberapa pertimbangan. Diantaranya hakim menilai tidak ada unsur kekerasan dan ancaman pada korban serta kurangnya saksi saat kejadian tersebut (detiknews.com, 30/03/2022).
Seperti yang diketahui, kasus dugaan pencabulan ini mencuat saat seorang mahasiswi berinisial LM mengaku mendapat tindak pelecehan seksual oleh seorang dosen Unri Pekanbaru. Kasus ini kemudian dilaporkan kepada pihak berwajib. Setelah pembacaan vonis bebas pada Rabu (30/03) beberapa rekan korban menyatakan kecewa dengan putusan hakim karena menganggap pertimbangan itu tidak sesuai yang mereka harapkan (detiknews.com, 30/03/2022).
Menambah Deretan Kasus Ketidakadilan
Kasus di atas seakan menambah deretan kasus tindak pelecehan seksual yang tidak dapat terselesaikan dengan jelas. Kasus lain yang dipertanyakan oleh masyarakat yakni kelanjutan tindak pelecehan seksual di instasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang hingga kini senyap tak ada kelanjutan yang serius. Masih banyak kasus kejahatan seksual lainnya yang nyatanya terus bertambah di negeri ini. Lebih parahnya lagi, bukannya mendapatkan keadilan justru para pelapor atau korban pelecehan seksual retan dijerat pasal karet, seperti UU ITE atau terkait pencemaran nama baik. Alhasil, banyak korban yang memilih untuk diam.
Rasanya keadilan telah lama absen dari hukum di negeri ini. Wajah ketidakadilan dan kezaliman semakin nyata dipertontonkan. Penanganan kasus di atas hanya sebagian kecil ketidakadilan yang ada. Lebih luas lagi kita lihat, di mana para koruptor yang merupakan para pejabat kerap dihukum amat ringan. Padahal mereka melakukan tindak korupsi triliunan rupiah yang merugikan jutaan rakyat. Sedangkan, pencurian yang dilakukan oleh rakyat biasa, hukumannya lebih cukup memberatkan. Masih banyak bukti bahwa keadilan di negeri ini benar-benar tidak adil dan diskriminatif. Sebenarnya apa yang melatarbelakangi ketidakadilan ini?
Produk Sistem Kapitalisme Demokrasi
Sistem aturan yang diusung mayoritas negara di dunia saat ini yakni sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme sekuler ini melahirkan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan untuk menetapkan aturan tanpa terikat oleh ajaran agama. Begitu juga hukum peradilan di negeri ini nyata mencampakkan hukum dari Zat Yang Maha Adil yakni Allah swt.. Tak mengherankan jika produk yang dihasilkan pun tidak sempurna dan banyak kelemahan.
Di sisi lain, manusia cenderung memiliki kepentingan, baik secara individu ataupun kelompok. Jadi wajar saja, hukum yang dibuat atas rekayasa pemikiran manusia semata hanya menghasilkan ketidakadilan. Hukum hanya berpihak kepada siapa yang berkuasa dan memiliki kepentingan di dalamnya. Nilai keadilan bagi seluruh rakyat hanyalah janji manis, karena sejak awal hukum tidak diperuntukkan bagi semua. Tak hanya itu, dalam sistem yang jauh dari ajaran agama (Islam), banyak yang tergiur oleh harta, jabatan, dan godaan duniawi lainnya. Akibatnya jual-beli perkara dan ketidakadilan pun marak dilakukan. Melihat meningkatnya kasus kejahatan, perkembangan modus, dan lemahnya penanganan, wajar saja masyarakat mulai pesimis negeri ini mampu menumpas kriminalitas hingga akarnya. Karena faktanya, banyak faktor yang melatarbelakangi tindak kejahatan marak terjadi. Dari faktor ekonomi, politik, sosial, sistem pergaulan, faktor lemahnya sistem birokrasi serta lemahnya penanganan hukum di negeri ini. Lalu, bagaimana keadilan yang diharapkan itu bisa terwujud?
Islam Mewujudkan Keadilan
Berbeda dengan hukum sistem demokrasi sekuler yang mengikuti pemikiran manusia dan mudah dimanipulasi, hukum Islam bersandar pada aturan Allah swt.. Penerapan hukum dalam Islam tidak mengenal sisi kekuasaan, politik, atau kepentingan individu, golongan maupun kelompok tertentu. Semua masyarakat mempunyai hak dan peradilan yang sama dalam hukum Islam. Jika seseorang terbukti bersalah, pasti akan diadili sesuai ketetapan syariat Islam.
Keadilan merupakan hal yang melekat pada aturan Islam dan tidak dapat terpisahkan. Risalah Islam adalah risalah yang sempurna, tak ada hal sekecil apapun yang tidak diatur di dalamnya. Mulai dari aturan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, bahkan manusia dengan dirinya sendiri. Semua aturan ini bukan sekadar konsep-konsep saja tetapi juga bagaimana tata cara penerapan dan penegakannya.
Dalam sistem Islam, segala penyimpangan terhadap syariat Islam sekecil apapun dinilai sebagai jarimah (kejahatan). Tentu saja, hal ini dapat dicegah sedini mungkin dengan hukuman yang tegas dan menjerakan. Sistem Islam akan tegak dengan terwujudnya tiga pilar penting yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dan peran negara yang menerapkan syariat Islam. Penerapan sistem sanksi ini lah yang tidak dapat terlepas dari peran negara. Sementara memutuskan suatu perkara yang adil tidak mungkin tercapai kecuali hanya dengan menerapkan hukum dari Zat Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana (syariat Islam). Tentu saja negara ini bukan lah negara yang mengadopsi sistem demokrasi sekuler, melainkan sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallahu A’lam Bish Shawab
Views: 15
Comment here