wacan-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Sejak 14 Februari 2022 lalu BPJH Kemenag mengeluarkan logo halal terbaru yang berlaku secara nasional pada yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan label halal. Logo halal sendiri biasanya dipakai untuk melabeli produk yang sudah mendapatkan izin edar dan uji lolos kehalalan.
Saat ini proses sertifikasi halal berada di bawah wewenang BPJH Kemenag. Mulai dari pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan sertifikasi halal, hingga penerbitan sertifikatnya. Para pelaku usaha mengajukan surat sertifikasi halal bisa dengan cara online lewat laman resmi BPJH yakni https://ptsp.halal.go.id (Pontianak.tribunnews.com, 09/01/2023).
Sebelumnya, sertifikasi halal itu diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengatakan, pada masa transisi penerapan logo halal ini, logo halal MUI masih bisa digunakan hingga masa berlaku sertifikat halal pada sebuah produknya habis. Logo halal MUI hanya berlaku hingga 2026, selama masih terdapat stok produk lama yang menggunakannya.
Penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17-10-2024. Artinya menjadi ultimatum pada tiga jenis produk yaitu makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Jika tidak bersertifikasi halal, produk tersebut dilarang beredar di masyarakat dan akan mendapat sanksi bertahap jika tetap beredar, mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.
Secara filosofis, memastikan produk halal yang beredar di masyarakat memanglah tugas dari penguasa. Namun musti diketahui bahwa dalam ajaran Islam, prinsip yang harus dipegang adalah mudah dan tidak berbelit-belit dalam birokrasi, cepat dalam pelaksanaan tugas, dan dijalankan oleh sumber daya manusia yang kapabel di bidangnya. Konsep ini tertuang dalam pembahasan prinsip lembaga administrasi negara dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah (Fi al-Hukmi wa al-Idarati).
Tugas rakyat yang menjadi produsen adalah membuat produk halal. Berarti memang harus ditopang dengan ketaqwaan individu yang baik. Sedangkan yang bertugas mengawasi adalah negara, sebagai penegak hukum Allah agar menciptakan ketenangan dan jaminan bagi masyarakat keseluruhan. Rakyat tidak boleh dibebani untuk mengurus sertifikat dengan biaya mahal atau hanya murah atau gratis pada masa promosi saja.
Jikapun tanpa sertifikasi halal, setidaknya produk haram diberi label yang jelas keharamannya, karena mengandung zat haram akan diberi label haram dan diedarkan khusus di kalangan nonmuslim saja. Jika tanpa Ideologi Islam, hal terkait sertifikasi produk halal malah menjadi ladang cuan akibat penerapan kapitalisme yang tidak benar-benar tulus dalam menjaga syariat Islam itu sendiri.
Yeni
Pontianak, Kalbar
Views: 16
Comment here