Oleh : Nia Umma Zhafran
wacana-edukasi.com, OPINI– Di Desa Ciparay, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung para petani dikenalkan sistem pertanian berbasis teknologi. Dimana pemupukan padi dapat dilakukan menggunakan drone. Drone diterbangkan ke berbagai area yang diinginkan untuk melakukan pemupukan melalui jalur udara. Pupuk yang dipakai drone adalah pupuk cair NPK Phonska Alam.
Ridwan Sanjaya salah satu petani mengatakan teknologi tersebut membantu para petani. Pasalnya seiringnya berkembangnya zaman, tentunya membutuhkan regenerasi petani. Drone dibutuhkan dalam mengurangi biaya untuk buruh tani, serta menutupi kekurangan tenaga kerja petani karena banyaknya pemuda sekarang yang malu menjadi petani.
Untuk membeli alat tersebut, Ridwan mengaku tidak mampu karena harganya tidak terjangkau. Jika skema sewa, para petani dirasa masih mampu. Drone sebagai teknologi pemupukan ini dikenalkan oleh PT Petrokimia Gresik. Eko Suroso sebagai Supervisor Mitra Bisnis PT Petrokimia Gresik mengatakan alat drone ini merupakan salah satu teknologi yang sedang dikembangkan dan akan diperluas ke tingkat nasional. Eko berharap para petani bisa terbiasa dengan menggunakan teknologi drone. Bila kedepannya petani tidak mampu membeli ada jasa penyewaannya. (Detikjabar, 21/06/2024)
Indonesia sebagai negara agraris yang menjadikan sektor pertanian adalah sektor yang penting dalam menunjang kebutuhan pangan. Pangan termasuk isu krusial dalam pembangunan baik tingkat nasional maupun global. Sebab, pangan adalah hak setiap warga negara yang harus dijaga kualitas dan kuantitasnya.
Berkembangnya zaman, dengan hadirnya teknologi pertanian tentu menjadi sokongan bagi para petani. Teknologi alat pertanian bertujuan dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumber daya pertanian dan sumber daya alam untuk kesejahteraan manusia.
Sayangnya, tidak setiap petani mampu membeli alat teknologi dalam menunjang pertaniannya. Seperti fakta diatas, bahwa harga drone sebagai alat pemupukan tidaklah murah atau terbilang mahal, sehingga para petani hanya mampu menyewanya. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tentunya berdampak pada harga produksi yang meningkat. Maka, harga hasil pertanian pun akan naik. Dengan nilai jual yang naik apakah bisa menutupi biaya produksi petani?
Nyatanya hasil pertanian lokal tidak mampu bersaing dengan negara lain karena kalah bersaing dari segi harga. Otomatis petani hanya mampu meraup sedikit keuntungan. Petani terus dihadapkan dengan banyaknya persoalan meski telah hadirnya alat yang membantu. Solusi yang ditawarkan hanya ilusi. Kebijakan untuk kesejahteraan para petani seakan setengah hati.
Dalam penggunaan teknologi yang membantu, seharusnya pemerintah harus memastikan kesesuaian situasi tanamannya, lingkungannya dan SDM petaninya juga. Apakah mampu/cakap tidak? Serta memastikan penyediaan sarana dan prasana para petani dengan harga terjangkau atau cuma-cuma agar memajukan pertanian. Bukannya dikapitalisasi dengan para korporasi dan perusahaan hanya karena melihat potensi petani sebagai pendulang materi untuk kepentingan pribadi. Yang mana penyewaan teknologi drone ini merupakan lahan untuk meraup keuntungan para kapitalis.
Selain harga drone yang mahal, ketersediaan pupuk dinegeri “elite” ini pun sulit. Akses pupuk terjangkau yang di subsidi malah merepotkan para petani dengan terjalnya jalan administrasi. Ini baru persoalan pupuk, belum lagi jumlah penerima bantuan sarana produksi (saprotan) lainnya, seperti benih, pestisida, alat pertanian, dan sebagainya. Belum lagi keran impor yang dilakukan pemerintah secara masif. Yang tentu melemahkan para petani. Nampak pemerintah abai terhadap rakyat. Sehingga petani jauh dari kata sejahtera.
Buruknya nasib para petani terjadi karena paradigma dan kebijakan penguasa yang masih berkiblat pada Ideologi Kapitalisme. Pengaturan dengan sistem Kapitalisme ini menunjukkan sokongan dari pemerintah terhadap petani begitu lemah. Petani dibiarkan dalam segala kesulitannya, seperti keterbatasan lahan, kurangnya modal, kurang cakapnya teknologi pertanian, atau lemahnya posisi petani di hadapan para tengkulak. Hal ini menunjukkan negara belum serius melakukan pengurusan dan pelayanan pada sektor pertanian.
Berbeda jika paradigma ini berkiblat pada Ideologi Islam. Negara Islam dalam bingkai Khilafah akan melakukan berbagai mekanisme dalam upaya mensejahterakan petani. Mengingat sektor pertanian merupakan sektor penting. Pertanian merupakan urgensi yang sangat besar dalam kehidupan karena sumber kebutuhan pokok dan pemasukan kekayaan umat.
Diantara mekanisme yang dilakukan negara Islam yaitu pertama, memaksimalkan sumber dana Khilafah dalam membangun industri pertanian yang menyokong kebutuhan petani, seperti produksi alat pertanian, pupuk, benih, pestisida, dan lainnya. Dimana sumber dana ini berasal dari Baitul Mal. Pemasukannya berasal dari jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan SDA, dan sebagainya. Sehingga negara tidak bergantung pada kebijakan impor.
Kedua, negara mendistribusikan kebutuhan petani baik itu pupuk dan alat pertanian secara merata ke petani pelosok negeri dengan menjamin keterjangkauan harga sarana dan prasarana pertanian. Dengan kebijakan tersebut, petani tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan budi daya pertanian.
Ketiga, negara mendorong pendidikan bagi semua rakyat. Negara memberdayakan dengan riset dan penelitian bagi siapa saja yang terdidik serta memiliki kecakapan di bidang pertanian. Selain para petani cakap terkait teknologi, juga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian baik benih, pupuk, pestisida, pengelolaan lahan, dan sebagainya. Sehingga terus berlangsungnya inovasi dan penemuan di bidang pertanian.
Keempat, negara menghidupkan status tanah-tanah yang tidak produktif tapi layak dengan pertanian. Tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun, maka negara berhak mengambil alih kepemilikannya dan menyerahkan kepada orang yang membutuhkan juga mampu menghidupkannya. Serta negara akan memberikan bantuan modal usaha kepada petani yang kurang mampu atau tidak memiliki modal usaha untuk bertani.
Negara sejatinya perisai bagi rakyat yang akan melindungi dan memenuhi kebutuhannya. Tercatat sudah dalam sejarah, masa keemasan Islam telah menunjukkan perkembangan sektor pertanian dalam ilmu pengetahuannya yang pesat dan maju. Dalam pengaturan sistem Islam, petani adalah aktor utama yang berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan umat bukan para oligarki yang berkorporasi untuk meraup banyak materi dari para petani. Dari itu pentingnya negara menjalankan setiap aturan dari Ilahi Rabbi yang mampu mensejahterakan dan memberkahi para petani.
WalLaahu a’lam bish-shawwab
Views: 4
Comment here