Oleh : Furjihan Puji, S. Pd. (Relawan Media)
wacana-edukasi.com–Habis manis sepah dibuang. Demikianlah setidaknya pepatah yang bisa menggambarkan kondisi tenaga honorer yang akan dihapus oleh pemerintah nanti tertanggal 23 November 2023 sebagaimana tertuang dalam surat edaran Menteri PAN-RB No. B/158/M.SM.02.03/2022 tentang status kepegawaian di lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan penghapusan itu maka aparatur Sipil Negara (ASN) hanya terdiri atas dua jenis tenaga yakni PNS dan PPPK.
Padahal menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi (PAN-RB) bahwa pada tahun 2018-2020 ada sebanyak 438.590 THK-II (Tenaga Honorer Kategori II) yang mengikuti seleksi CPNS dan PPPK. Dan setelah mengikuti seleksi CASN (CPNS dan PPPK) sekarang tenaga honorer sisah 410.010 pe rJuni 2021.Dari jumlah THK- II yang terdiri atas 124.502 tenaga pendidik, 4.782 tenaga kesehatan, 2.333 tenaga penyuluh dan 279.393 tenaga administrasi.
Namun menurut pernyataan Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) bahwa Tenaga Honorer sekarang kesejahteraannya jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) (Republika, 5/6/2022).
Menyikapi keputusan tersebut, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai bahwa terdapat dampak dari penghapusan tenaga honorer, yaitu adanya pengangguran besar-besaran. Mengingat jumlah tenaga honorer cukup banyak dan akan membuat pelayanan publik tidak efektif. Kemudian masalah gaji honorer sampai sekarang pun tak kunjung menemui titik terang untuk meningkatkan kesejahteraan honorer karena masih dibawah UMR bahkan gaji yang mereka kerap kali mengalami penundaan, bukan hanya sebulan ataupun 2 bulan, bahkan ada yang beberapa tahun tidak mendapatkan gaji.
Masalah honorer timbul dari cikal bakal kepemimpinan yang menganut paham sekularisme yang melahirkan kapitalisme sehingga dalam kepengurusan masalah bersandar pada untung dan rugi ibarat seorang pedagang dan pembeli yang sifatnya materialistis.
Di mana Pemerintah awalnya merekrut tenaga honorer sebagai solusi mengisi kekosongan sumberdaya untuk melayani publik, namun bersedia diupah dengan gaji yang minim. Dengan mengeluarkan alasan bahwa tenaga honorer itu belum mempunyai pengalaman. Dan akhirnya negara memandang bahwasannya tenaga honorer hanya beban negara yang harus disingkirkan.
Berbanding terbalik dengan kepimpinan Islam yang mengedepankan urusan rakyat di atas kepentingan pribadi, dijalankan dengan sepuhuh hati. Karena sesungguhnya urusan rakyat adalah kewajiban negara seperti yang dituangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya: ” _Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat). Ia akan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya”._
Dalam sistem Islam tidak ada yang disebut dengan tenaga honorer, namun semua pengawai miliki hak yang adil dengan sistem ketenagakerjaannya kontrak (ijarah). Pemberian upah bagi pegawai negara dalam Islam dengan gaji yang layak dan sesuai dengan keterampilannya. Dimana gaji pegawai negara ada yang mencapai 300 Dinar atau setara 114.750.000 rupiah, ini terjadi dimasa Khalifah bin Abdul Aziz.
Selanjutnya berdasarkan riwayat dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, Dar Al- wadl-iah bin Atha, bahwa pada masa itu ada 3 orang yang diberi gajih oleh Umar bin Khattab yakni 15 dinar dimana 1dinar =4,25 gram emas berarti 15 dinar=63,75 gram dan saat ini harga emas 900.000/gram jadi gaji guru saat ini bisa mencapai 57.375.000 rupiah. Dimana sumber keuangan berasal dari harta fa’i, kharaj, ghanimah, unsyur, jizyah, dan yang serupa dengan sistem keuangan berbasis Baitul Mal.
Sistem pemberian gaji dalam Islam sangat dianjur untuk menyegerakannya seperti sabda Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Ibnu Majah : ” Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”. Sungguh Islam memuliakan pekerja agar kita memberikan upah setelah pekerja menyelesaikan pekerjaannya tanpa harus menunda-nunda. Dan menyegerakan merupakan bentuk ketaatan dan menunda-nunda masuk dalam kezaliman seperti hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw bersabda: ” menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) adalah kezaliman”.
Hanya sistem syariah kaffahlah yang mampu meyelesaikan problem tenaga honorer. Islam tidak membedakan rakyatnya, baik muslim maupun non-muslim. Mereka mendapatkan gaji yang adil karena mereka sama-sama mempunyai jasa yang besar dalam membantu mewujudkan kecerdasan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan bangsa.
Wallahu a’lam bi ash-shawab
Views: 9
Comment here