Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Beberapa waktu lalu, Polda Metro Jaya telah menangkap beberapa pelaku terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Jumlah pegawai Komdigi yang ditangkap atas tuduhan melindungi situs judi online terus bertambah hingga 16 orang.
Walau pemerintah menyebut penangkapan itu merupakan upaya memberantas judi online, sebagian kalangan yakin persoalan menahun ini tak akan bisa tuntas jika penindakan tidak menyentuh para bandar dan pengendali utamanya, (bbc.com, 6/11/2024).
Fakta ini seharusnya membuat publik sadar bahwa pemberantasan judi online (judol) di negeri ini hanya harapan kosong. Pasalnya, aparatur negara yang seharusnya memberantas judol, justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Apabila dikatakan kejahatan ini hanyalah oknum, mestinya kasus demikian tidak berulang.
Namun, faktanya pejabat negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melindungi situs perusak masyarakat kembali terkuak. Artinya, keberadaan judol merupakan masalah sistemik. Jika dikatakan ada masalah di sistem hukum, memang bisa jadi benar sebab sistem hukum saat ini terbukti lemah yang membuat pemberantasan judi makin jauh dari harapan.
Adapun pangkal masalah sebenarnya ialah tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem hidup sekulerisme kapitalisme yang diterapkan hari ini, sehingga membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, sebab sistem sekularisme ini merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil, dalam diri masyarakat termasuk aparatur negara tidak terbentuk konsep harta yang berkah, ditambah lagi kehidupan materialistik akibat ideologi kapitalisme, semakin menyuasanakan masyarakat mencari jalan pintas untuk meraup keuntungan, sehingga tak heran pejabat negara justru menjadi pelaku kejahatan.
Sangat berbeda tatkala Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan. Perjudian apapun bentuknya dalam Islam hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(TQS. Al-Maidah: 90)
Syariat ini harus dipahami dan dipatuhi oleh siapapun. Selain menetapkan hukum perjudian, Islam juga menutup celah terjadinya judol dengan mekanisme tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.
Individu yang bertakwa tentu akan mematuhi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. Al Maidah ayat 90, karena ketakwaan menjadi kontrol pribadi seseorang untuk tidak melakukan kemaksiatan. Alhasil, seorang individu, baik dirinya sebagai masyarakat sipil atau pejabat negara sekalipun, tidak akan berani melakukan perjudian atau segala bentuk kemaksiatan.
Selain itu, Islam juga memerintahkan agar masyarakat melakukan kontrol dengan beramar makruf nahi munkar kepada sesama. Perintah ini menjadi common sense sebab masyarakat Islam memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (standar), dan qana’ah (penerimaan) yang dipengaruhi oleh syariat Islam. Dengan begitu, perjudian tidak akan marak hingga dipelihara seperti yang dilakukan oleh pejabat Kemkomdigi, karena masyarakat memiliki common sense yang sama dalam memandang judi yakni haram, sehingga jika ada oknum-oknum yang mencoba menyebarkan judi, termasuk judol, masyarakat akan bergerak melakukan amar makruf nahi munkar.
Perjudian akan semakin tidak mendapat ruang publik karena Islam memerintahkan negara untuk memberikan sanksi kepada pelaku judi sesuai dengan sanksi Islam (uqubat). Tatkala tegas dalam menerapkan sistem sanksi Islam (uqubat), bisa dipastikan segala maksiat termasuk judol tidak sulit diberantas apalagi dipelihara oleh pejabat negara.
Jika uqubat Islam diterapkan, niscaya akan menimbulkan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa pelaku) sekaligus, sehingga hukuman ini sangat efektif dan efisien mengendalikan kejahatan termasuk judol.
Di sisi lain, sistem pendidikan Islam meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam pada generasi. Sistem pendidikan Islam berdiri di atas akidah Islam yang senantiasa menghadirkan kesadaran hubungan hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga generasi yang mendapat pengajaran sistem pendidikan Islam bisa dipastikan menjadi SDM yang amanah, taat, dan tidak mungkin menyalahgunakan wewenangnya untuk memelihara kemaksiatan dan mendulang keuntungan pribadi.
Sungguh, kehadiran Daulah Khilafah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi umat saat ini.
Sumariya
Aktivis Muslimah
Views: 7
Comment here