Wacana-edukasi.com — Sungguh miris nasib kaum buruh hari ini. Pada Januari 2021, berdasarkan riset Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terhadap 600 anggotanya. Hasil riset yang disampaikan langsung oleh Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani saat webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021 yakni sekitar 200 pengusaha atau sepertinya tercatat sudah tidak bisa mempertahankan bisnisnya. Lalu 60% sulit membayar cicilan utang perbankan, dan 44% omzetnya turun lebih dari 50%. pengusaha di sektor tersebut minta pembayaran tunjangan hari raya (THR) dicicil karena dampak dari pandemi covid-19, (CNBCIndonesia, 26/03/2021).
Sementara itu Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP TSK SPSI) menolak rencana Kementerian Tenaga Kerja yang membuka opsi aturan untuk memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran THR.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto menilai kebijakan tersebut pernah dikeluarkan pada tahun 2020 lalu. Namun saat ini kondisinya sudah berbeda dari tahun sebelumnya di mana perusahaan sudah beroperasi secara normal. Roy menambahkan bahwa pandemi Covid-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.
Kondisi tahun ini agaknya berbeda dengan tahun sebelumnya. Meski pandemi belum berakhir namun aktivitas sudah berjalan. Negara memberikan pelonggaran kepada perusahaan. Namun mengapa THR boleh dibayar dengan cara dicicil?
Jika kita melihat di tengah masyarakat, adanya THR adalah harapan bagi kaum buruh. Sebab THR adalah “sangu” lebaran mereka. Karena banyak kebutuhan pokok yang harus mereka beli. Wajar saja, masa hari besar seperti ini berbagai kebutuhan merangkak naik.
Entah apa yang ada dalam benak penguasa. Kebijakan yang diambil tidak memihak kepada kaum buruh. Sebagaimana adanya pengesahan UU Cipta Kerja, PP No 34 tentang tenaga kerja asing (TKA), PP No 35 mengenai PKWT, alih daya dan PHK, PP No 36 mengenai pengupahan, PP No 37 mengenai JKP, serta Peraturan Menteri (Permen) No 2 Tahun 2021 mengenai pengupahan untuk industri padat karya di mana aturan tersebut memperbolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh di bawah upah minimum. Sementara di sisi lain, sangat royal kepada pengusaha. Padahal, yang harus diutamakan adalah rakyat sebagai pekerja. Sebab, memberikan upah adalah hak bagi pekerja. Dalam sistem kapitalis upah buru hanya diberikan secara minimalis.
Seharusnya negara tidak boleh melakukan pelonggaran kepada perusahaan untuk memberikan THR bagi pekerja. Jika memang minim keuntungan bagi perusahaan karena terdampak pandemi seharusnya diumumkan kepada pekerja agar mereka lebih menerima dengan kondisi perusahaan tersebut. Hanya saja tidak dipukul rata. Jika ketahuan ada perusahaan yang mampu namun tidak memberikan THR secara penuh maka sanksi tegas akan diberikan oleh negara sebagai penanggung jawab rakyat.
Ismawati- Palembang, Sumatera Selatan
Views: 0
Comment here