Opini

Tidak Ada Salahnya Nikah Beda Usia Terpaut Jauh

blank
Bagikan di media sosialmu

Bekal utama untuk bisa menikah bukankah kesamaan keyakinan dan kematangan berpikir? Selama calon pengantin sama-sama beragama Islam (atau seagama), sudah baligh, sudah dewasa dan matang dalam berpikir, serta sudah mampu bertanggung jawab untuk menjalankan peran sebagai suami/istri juga sebagai orang tua; bukankah ini sudah cukup?

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Heboh berita seorang wanita usia 41 tahun menikahi seorang pria remaja berusia 16 tahun (www.aceh.tribunnews.com, Rabu 2 Agustus 2023). Pernikahan beda usia Marina dan Kevin sang suami yakni 25 tahun, keduanya merupakan warga Desa Bekut, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.

Sesuatu yang unik, mengingat beda usia keduanya 25 tahun. Dan jika dilihat latar belakang peristiwa ini, juga unik, mengingat si remaja pria adalah putra dari sahabat si wanita. Si ibu tidak keberatan menjodohkan anaknya dengan sahabatnya. Proses menuju pernikahan pun cepat, kerena setelah 2 bulan berpacaran akhirnya langsung menikah. Justru si remaja pria inilah yang meyakinkan si wanita untuk segera berumah tangga.

Tapi pernikahan unik ini diulas oleh media secara negatif. Narasi yang dibangun seakan si ibu menikahkan anaknya bermotif ekonomi. Belum lagi diulas masalah ketidaksiapan si remaja pria yang masih terlalu muda dan rentang usia yang cukup jauh, yaitu 25 tahun. Karena dianggap suami masih anak-anak, bahkan ada tuduhan mengeksploitasi anak. Bahkan pernikahan ini akan terancam pidana meskipun mereka menikah tanpa paksaan.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kalimantan Barat (Kalbar) R. Hoesnan menanggapi pernikahan beda usia di Sambas. Viralnya pernikahan mereka turut juga disorot oleh pihak LPA Kalbar, hal ini karena sang suami masih di bawah umur. “Terkait ini kami dari Lembaga Perlindungan Anak, Kalimantan Barat, mendorong pihak kepolisian, karena ini termasuk pada ranah pidana ya, artinya apa, fakta ini menunjukkan bahwa korban persetubuhan terhadap anak itu tidak hanya perempuan namun laki-laki juga bisa menjadi korban persetubuhan anak,” ujar R. Hoesnan dilansir dari Youtube tvOneNews, Rabu (3/8/2023). Tak hanya itu saja, Hoesnan juga mengatakan jika pihaknya meminta pihak kepolisian untuk mencari berbagai bukti agar wanita dewasa tersebut bisa dijerat hukum. Wanita dewasa ini bisa dijerat dengan Undang Undang Perlindungan Anak khususnya 81 ayat 2 sehingga terjadinya pernikahan dini. Jika ada paksaan atau pembiaran saja, ini sudah masuk di ranah pidana artinya pasal 761, Undang-Undang Perlindungan anak. Akhirnya pihak LPA memerintahkan pasangan yang baru menikah ini untuk hidup terpisah sampai suami mencapai usia 18 tahun (www.bengkulu.tribunnews.com, Jum’at 4 Agustus 2023).

Motif ekonomi mengemuka karena memang kita hidup di alam sekuler kapitalisme yang menstandarkan segala hal dengan ukuran materi. Sehingga wajar ada narasi seperti itu, karena alam kapitalisme telah menggiring pola pikir masyarakat saat ini, termasuk media, selalu ke arah sana. Tapi pola pikir ini perlu dikritisi karena tidak sesuai dengan visi hidup yang hakiki bagi manusia. Bahwa manusia diciptakan untuk ibadah pada-Nya (Az-Zariyat : 56), bukan menjadi mengejar kepuasan dunia semata.

Pola pikir sekuler kapitalisme yang menjadi cara pandang banyak orang saat ini, telah menyimpangkan arah hidup dan standar kebahagiaan manusia. Yang harusnya fokus ibadah untuk meraih rida Allah, menjadi fokus mengejar materi. Paradigma ini berbahaya jika terus dinarasikan, apalagi oleh media yang mempunyai peran strategis dalam memberikan pendidikan pada masyarakat secara non formal. Akhirnya narasi yang dibangun, selalu berstandar materi; termasuk menilai pernikahan yang unik ini. Yang dikatakan ibu si remaja pria matre’, eksploitasi anak lah, dan pandangan negatif lainnya.

Termasuk adanya produk hukum UU Perlindungan Anak, adalah produk hukum ala sekuler kapitalisme. Karena usia batasan anak kebolehan untuk menikah 18 tahun, tidak sesuai dengan fakta saat ini di mana kematangan organ reproduksi anak semakin muda. Kini anak usia SD usia 8-9 tahun sudah baligh. Yang perempuan usia segitu sudah haid, anak laki-laki sudah mimpi basah. Sehingga jika dalam Islam, usia anak sudah baligh berarti sudah siap berumah tangga, karena organ reproduksinya sudah matang. Tapi sistem sekuler kapitalisme membuat anak-anak saat ini tidak mempunyai kematangan berpikir dan bersikap karena pola asuh yang keliru dari keluarga yang cenderung memanjakan mereka, sehingga tidak mampu bertanggungjawab akan dirinya sendiri. Masih perlu dibangunkan saat pagi akan sekolah, pakaian harus disiapkan ibu atau ART, Shalat wajib harus diingatkan, menyimpan barang pribadi masih berantakan, dan sejumlah ketrampilan hidup lain yang masih belum mereka kuasai. Ditambah kondisi serba liberal, pergaulan serba bebas, membuat mereka mengenal seks bebas sejak dini. Tentu ini bahaya jika tidak segera dilindungi oleh pemahaman agama yang cukup sebelum mereka baligh.

Juga pandangan terkait pandangan nikah dengan rentang usia terpaut jauh, kini sering dipandang negatif. Ini juga pandangan khas kapitalis, di mana pernikahan ideal jika usia pasangan tidak terlalu jauh; serta di calon suami harus lebih tua agar siap berperan sebagai kepala keluarga. Padahal ini juga tidak menjamin keluarga yang terbentuk akan harmonis. Terbukti angka perceraian kini makin meningkat, walau negara telah mensyaratkan usia 18 tahun sebagai usia minimal boleh menikah. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022 Jelas angka ini meningkat 15% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Tekanan ekonomi, ditinggal pasangan, poligami, KDRT; menjadi 4 faktor penyebab terjadinya perceraian (www.goodstats.id, Senin 22 Mei 2023) (3). Tak satu pun faktor perceraian terjadi karena terpaut jauhnya usia suami istri.

Bekal utama untuk bisa menikah bukankah kesamaan keyakinan dan kematangan berpikir? Selama calon pengantin sama-sama beragama Islam (atau seagama), sudah baligh, sudah dewasa dan matang dalam berpikir, serta sudah mampu bertanggung jawab untuk menjalankan peran sebagai suami/istri juga sebagai orang tua; bukankah ini sudah cukup? Terlepas berapa pun usia calon pengantin. Dalam kasus di atas, Kevin si suami, walau dia berusia 16 tahun, dia telah mempunyai pekerjaan sehingga mampu menafkahi istrinya. Artinya ini menunjukkan dia bisa bertanggung jawab atas pilihannya untuk menikah.

Maka penting mengkajinya secara mendalam, sesuai perspektif yang tepat. Tentu semua hal ini harus dikupas tuntas dengan perspektif yang sahih sesuai kacamata agama, yaitu Islam.

Pembenahan cara pandang berkaitan dengan pernikahan ideal akan tercapai jika ketika Indonesia menerapkan Islam secara kafah. Demikian pula terwujudnya generasi calon pemimpin berkualitas yang berasal dari pernikahan yang berkualitas pula, hanya dapat terwujud dalam negara yang menerapkan Islam kafah (menyeluruh), yakni Khilafah Islamiyah. Karena Islam berasal dari Sang Pencipta manusia, yang tentu mempunyai pengaturan pernikahan yang terbaik bagi hamba-Nya. Karena Allah SWT mustahil menzalimi hamba-Nya. Dan Syariat akan memancarkan berkahnya secara maksimal jika diterapkan secara kafah. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam naungan Khilafah.

Khilafah akan membentuk generasi atau pemuda yang memiliki kepribadian Islam melalui proses pendidikan yang baik. Sebuah proses menanamkan keimanan terhadap Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang benar, mengajarkan hukum Syariat, dan membiasakan peserta didik dalam ketaatan sempurna. Pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi bertakwa. Bukan hanya menguasai ilmu dan pintar berteori. Namun pengetahuan yang dimilikinya membangun pemahaman yang tercermin dalam amalnya. Keimanan menjadi fondasi perbuatannya. Dengan demikian mereka akan mempunyai kesiapan dalam membentuk rumah tangga yang samara pula, terlepas berapa pun usia mereka akan bertemu dengan jodohnya. Ini juga meneladani Rasulullah, saat menikah dengan Khadijah pun usia beliau terpaut jauh lebih muda. Beliau 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun. Beda usia 15 tahun tak menjadi halangan bagi mereka untuk membentuk rumah tangga yang harmonis, yang samara (sakinah/tenang, mawaddah/penuh rasa cinta, dan arrahmah/penuh kasih sayang).

Dalam kitab Usus Al Ta’lim Al Manhaji disebutkan tujuan pendidikan :
Pertama. Membentuk kepribadian Islam bagi peserta didik.
Kedua. Membekali dengan Tsaqofah (Ilmu) Islamiyyah
Ketiga. Membekali dengan ilmu-ilmu kehidupan seperti sains dan teknologi.
Pendidikan yang diselenggarakan Khilafah tak hanya mentransfer berbagai pengetahuan seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi lebih dari itu, pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat. Sehingga terbentuk kepribadian Islam yang tangguh, antara pola sikap dan pola pikir sama-sama islaminya. Terlaksananya pendidikan yang baik dan berkualitas ini membutuhkan kehadiran negara sebagai penanggung jawab, yakni Khilafah. Berdasarkan sabda Nabi saw :
“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Al-Bukhari).

Negara Khilafah akan memastikan setiap anak dan pemuda bisa mendapatkan pendidikan secara gratis melalui pengelolaan penuh negara atas kepemilikan umat untuk diwujudkan dalam berbagai fasilitas. Termasuk memberikan pendidikan Syariat tentang pernikahan (Fikih Munakahat) dan Syariat tentang Pergaulan antar Pria dan Wanita (Nizham Ijtima’i fil Islam). Sehingga para pemuda bisa lebih siap untuk berumah tangga. Pendidikan tentang pernikahan dan kerumahtanggan yang diberikan oleh Khilafah, tentu berdasarkan akidah Islam. Sehingga akan mengubah cara pandang dalam memilih pasangan yang sesuai Syariat. Sesuai sabda Nabi :
“Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (Muttafaq ‘alayhi).
Jadi tidak akan pandangan keliru, bahwa menikah usia pasangannya harus tidak terpaut jauh dan si pria harus lebih tua usianya. Karena standar yang digunakan dalam mencari pasangan adalah 4 faktor di atas.

Penjagaan pergaulan dengan lawan jenis juga penting. Dan ini akan dijaga betul oleh Khilafah. Jangan terjadi khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilat (campur baur pria wanita dalam sebuah acara). Sehingga bagi yang belum siap menikah, akan mudah mengendalikaj hawa nafsunya. Seperti sabda Nabi :
“Tundukkanlah pandangan!” (Muttafaq ‘alayhi).

Khilafah akan menggunakan sistem penganggaran mencerminkan kemandirian sebuah negara menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengurus kemaslahatan seluruh warga negara. Sistem penganggaran yang dimaksud hanya bisa lahir dari sistem ekonomi Islam yang kukuh melalui mekanisme APBN Syariah (Baitulmal). Pembangunan SDM berkualitas, agar bisa membentuk pernikahan yang berkualitas, akan mendapatkan porsi anggaran yang besar yang berasal dari pendapatan riil kas negara. Pembangunan SDM oleh Khilafah, sesuai Islam, tidak boleh sama sekali mengandalkan : utang luar negeri, investasi, bantuan asing, ataupun swadaya masyarakat. Ini karena mencetak SDM dengan bergantung pada investasi sama saja menciptakan SDM bermental buruh atau budak investor. Ketergantungan ini akan menghilangkan kemandirian negara dan pasti membawa pada kehancuran negara pada masa depan, termasuk memperburuk mental para calon pengantin. Bahkan para pemuda yang siap menikah, akan didukung oleh Khilafah. Jika butuh calon suami/istri, akan dicarikan. Butuh modal nikah, akan diberi dari Baitul Mal. Butuh rumah dan kendaraan untuk keluarga yang baru dibentuk, akan difasilitasi. Sehingga mereka akan dipermudah dalam menikah, otomatis memperkecil jalan menuju seks bebas/zina, maka masyarakat akan tentram.

Khilafah juga akan menjamin penanggung jawab keluarga, yakni suami/ayah, memiliki pekerjaan yang layak dan mendapat penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarganya. Sehingga para anak dan pemuda terpenuhi nafkahnya oleh ayah-ayah mereka. Mereka akan merasa dilindungi oleh keluarga, terutama ayah, sehingga meminimalisasi munculnya keluarga “broken home” yang menjadi salah satu pemicu pemuda terjerumus pada jurang kemaksiatan dan gaul bebas.

Khilafah juga bertanggung jawab menerapkan sistem pergaulan Islam. Tidak akan dibiarkan pergaulan bebas laki-laki dan perempuan non mahram, dan tidak akan dibiarkan adanya makanan dan minuman yang merusak fisik dan akal, seperti narkoba dan miras. Sehingga anak-anak dan pemuda akan terjaga pergaulannya, juga kesehatan akal dan fisiknya.

Sistem ekonomi juga akan diterapkan oleh Khilafah. Sehingga akan terjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat, karena aset umat yaitu kepemilikan umum berupa Sumber Daya Alam yang melimpah, akan dikelola semua oleh Khilafah dan hasilnya sepenuhnya dikembalikan pada untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, mulai sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Demikian pula dengan upaya Khilafah mencetak generasi unggulan dan calon pengantin unggulan. Khilafah akan menjatuhkan sanksi pada siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran yang mengancam terwujudnya generasi berkualitas. Maka peradaban cemerlang akan mudah terbentuk, melalui mahligai pernikahan yang sakinah mawaddah warrahmah, bebas dari standar materi yang menyesatkan.

Wallahu’alam Bishshawab

Catatan Kaki :
(1) https://aceh.tribunnews.com/2023/08/02/cerita-wanita-41-tahun-menikahi-anak-sahabat-masih-16-tahun-saling-cinta-dan-direstui-orang-tua
(2) https://bengkulu.tribunnews.com/2023/08/04/pasangan-beda-usia-25-tahun-di-sambas-terancam-pidana-meski-keduanya-menikah-tanpa-paksaan
(3) https://data.goodstats.id/statistic/Fitrinurhdyh/5-faktor-tertinggi-penyebab-perceraian-di-indonesia-HLBgQ

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 55

Comment here