Oleh: Tri hayu Santi/Aktivis Dakwah
Wacana-edukasi.com, OPINI– Baru-baru ini viral dalam pemberitaan media sosial berkaitan dengan tidak layaknya beberapa infrastruktur. Diantaranya; berita pertama dari kampung Bergang, Kecamatan Ketol Aceh Tengah. Ketika hujan turun, kondisi jalan yang berlumpur dan licin mengakibatkan kesulitan besar bagi warga disana. Bagaimana tidak, ketika mereka hendak memenuhi kebutuhan, seperti berbelanja, dan menjangkau fasilitas publik terhambat dengan akses jalan yang susah untuk dilalui (tribunnews.com, 18/11/2024).
Lantas, sebuah peristiwa menimpa dua bidan di Kampar, Riau. Kedua tenaga kesehatan tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus rela menumpang alat berat menuju ke posyandu untuk memeriksa kondisi para ibu hamil. Dua bidan itu bernama Metri Handayani dan Yunita. Mereka adalah bidan di puskesmas Kecamatan Kuok. Seorang operator pengerjaan jalan memberikan mereka tumpangan oleh dengan naik alat berat vibro roller, dikarenakan kondisi jalan yang berlumpur dan tidak memungkinkan dilalui menggunakan sepeda motor (tribunnews.com, 22/11/2024).
Hal yang sama pun juga terjadi di wilayah lain. Dari Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Jalan Raya Ponorogo- Pacitan kilometer 233, Desa Ploso, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, bahwa jalan sepanjang 50 meter telah amblas dikarenakan tergerus arus Sungai Grindulu yang membuat hampir separuh badah jalan amblas sehingga mengganggu kendaraan yang melewati jalur tersebut. [antaranews.com, 8/12/2024]
Beberapa kasus jalan rusak diatas adalah sebagian fakta yang terekspos oleh media. Menurut data BPS pada 2021 menunjukkan ada sekitar 31% dari seluruh jalan di Indonesia dalam keadaan rusak dan rusak berat. Rinciannya, jalan yang rusak sebanyak 16,01% dan yang rusak berat sebanyak 15,09%. Sedangkan data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR pada 2023 menunjukkan bahwa total panjang jalan rusak di seluruh Indonesia mencapai 62.435 km dan yang rusak berat mencapai 127.387 km.
Dari data diatas menunjukkan betapa ketidaklayakan infrastuktur yang jauh dari kata memadai. Masyarakat masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengaksesnya. Pembangunan belum merata. Pemenuhan kebutuhan hidup terganggu. Padahal, transportasi merupakan sektor vital untuk menghubungkan antar wilayah dalam mendukung perkembangan dan pergerakan ekonomi, selain itu juga sebagai urat nadi perekonomian rakyat.
Sering disampaikan, bahwa karakteristik geografis dan topografi wilayah Indonesia yang beragam serta terbatasnya biaya menjadi kendala utama dalam penggunaan infrastruktur. Padahal yang menjadi faktor penyebab kerusakan tidak hanya bersifat teknis saja. Andaikan negara benar-benar mengurusi urusan rakyat, hal ini pasti bisa terselesaikan. Lantas, mengapa hal ini masih terjadi?
Saat ini, kenyataannya kepemimpinan bersifat kapitalis sekuler. Negara memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator. Negara tidak ubahnya pebisnis yang memenuhi hak rakyat menurut hitungan untung rugi. Apabila pembangunan infrastruktur dirasa menguntungkan negara akan membangun dengan sistem investasi. Jika ada investor yang mempunyai kepentingan di wilayah tersebut mau berinvestasi , maka infrastruktur dibangun dengan mulus. Sebaliknya, jika dirasa tidak menguntungkan maka bisa dipastikan tidak diprioritaskan untuk keperluan rakyat.
Di sisi lain, aspirasi rakyat untuk segera dilakukan perbaikan infrastruktur, meskipun diajukan berulang kali nyatanya tidak disambut dengan respon yang hangat. Hal ini membuktikan bahwa penguasa telah abai dan lalai dengan urusan rakyat. Bahkan, tidak sedikit rakyat justru malah berswadaya gotong royong memperbaiki dengan sendirinya dari beberapa infrastruktur yang mengalami kerusakan.
Infrastruktur sejatinya merupakan hak rakyat yang seharusnya wajib dipenuhi oleh negara. Dalam Islam, negara Khilafah memposisikan dirinya sebagai raa’in (pengurus) rakyat dan wajib membangun insfrastruktur yang bagus dan merata ke pelosok negeri. Pembangunan infrastruktur negara tidak noleh hanya bergantung pada swasta, karena Khilafah mempunyai banyak pemasukan. Mencakup ghanimah, fai, khumus, kharaj, jizyah , dan dharibah. Di bagian kepemilikan umum mencakup tambang migas, maupun non migas, laut, sungai, hutan, padang rumput, dan aset- aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.
Menjadikan rakyat sejahtera hukumnya wajib bagi khalifah. Kesejahteraan tidak akan terwujud jika tidak terpenuhi sarana dan prasarananya, termasuk insfrastruktur jalan untuk memperlancar distribusi dan pemenuhan kebutuhan rakyat. Oleh karenanya, keberadaan insfrastruktur jalan yang bagus dan merata ke seluruh pelosok negeri menjadi wajib hukumnya yang harus dilaksanakan oleh khalifah.
Demikianlah pembangunan infrastruktur jalan dalam kacamata sistem Islam. Penguasa bekerja keras agar rakyat mudah melakukan perjalanan untuk berbagai urusan mereka. Ini merupakan bentuk pelayanan pemimpin pada rakyatnya.
Views: 5
Comment here