Oleh: Siti Sahara
(Freelance Writer)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data Februari 2023 masih ada 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Angka ini 5,45 persen dari total angkatan kerja per tahun sebesar 146,62 juta tenaga kerja. Meski masih banyak pengangguran, namun menurut BPS angka ini lebih baik dari jumlah pengangguran tahun 2022.
Dari 146,62 juta angkatan kerja tersebut, sebanyak 7,99 juta orang pengangguran dan 138,63 juta orang bekerja. Untuk orang yang bekerja terdiri dari 92,16 juta orang pekerja penuh, 36,88 juta orang pekerja paruh waktu, dan 9,59 juta orang setengah pengangguran (Republika.co.id, 05/05/2023).
Polemik ini terjadi tiap tahunnya, kendati demikian ada perubahan namun tidak signifikan. Angka pengangguran menurun dari sebelumnya 5,49% pada tahun 2014, menjadi 5,18% pada 2019 kemudian meningkat kembali pada 2020 sebanyak 7,1% namun kembali turun di Februari tahun ini menjadi 5,5% dan semoga akan turun seterusnya (Kontan.co.id, 19/05/2023).
Jika melihat fakta perubahan keadaan yang lebih baik sangatlah minim, dalam kurun waktu yang singkat berubah-ubah tanpa adanya stabilitas, menunjukkan bahwa memang ada perkara utama yang membuat hal ini terjadi.
Mulai dari perkembangan teknologi yang lebih canggih membuat pergeseran pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang diambil alih oleh mesin, namun hal itu masih dapat di kombinasikan antara kerja mesin dan manusia, jika melihat kebutuhan akan tenaga kerja fisik.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat ditelisik sebagai penyebab pengangguran tak terselesaikan, yaitu penyerahan sebagian besar urusan rakyat kepada pihak swasta, di mana Negara seakan lepas tangan dari pengolahan sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.
Kemudian, makin banyaknya perusahaan asing yang masuk ke dalam negeri. Benar, lowongan pekerjaan akan terbuka namun hanya sedikit dari pekerja pribumi yang dibutuhkan. Pun telah menjadi rahasia umum bahwa pekerja lokal harus berbagi pekerjaan bersama dengan pekerja asing.
Di samping itu, tak dipungkiri pihak perusahaan untuk menekan biaya produksi menjadi fokus utama dalam mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal itu menjadi ciri khas sistem kapitalisme. Karenanya tidak mungkin jika mengurangi modal atau harga bahan baku, maka yang paling efisien, yaitu dengan pengurangan gaji karyawan bahkan PHK yang secara otomatis menambah angka pengangguran.
Pun adanya persaingan bebas antar pengusaha, karena tidak adanya pengaturan yang ketat mengenai harga minimum penjualan. Perusahaan yang memiliki modal besar akan menjual barang dengan harga yang relatif murah, sedangkan perusahaan kecil dengan modal pas-pasan akan kalah karena biaya produksi yang terlampau jauh dengan harga jual pasaran yang secara otomatis akan membuat banyak perusahaan kecil bangkrut karena tidak bisa mengejar pasar.
Dari itu, tak heran dalam sistem ekonomi kapitalisme tujuan utamanya adalah pemenuhan materi sebesar-besarnya, bersaing dengan para kompetitor dengan segala cara tanpa melihat lagi unsur kemanusiaan dan kesejahteraan bersama.
Beda halnya dengan sistem ekonomi dalam Islam, yang mana tujuan utamanya adalah kesejahteraan masyarakat di mana negara sebagai pusat sentral pengolahan sumber daya alam dan manusia.
Negara sebagai pengolah sumber daya alam sendiri, secara otomatis akan banyak menyerap tenaga kerja, maka persoalan pengangguran dapat diminimalisasi. Standar upah pun yang layak dan disepakati, bukan berdasarkan upah minimum.
Sistem Islam juga tak akan bekerja sama dengan pihak swasta, apalagi menyerahkan pengelolaan sumber daya alam, terlebih jika hal itu tidak menjadikan negara menjadi independen. Pun hal itu dapat mengakibatkan negara tak lepas dari intervensi dan tekanan.
Umat ini pun dapat belajar dari sejarah ketika sistem islam berjaya, sebagaimana kisah Umar bin Abdul Aziz, ia mampu melakukan berbagai reformasi yang berdampak sangat signifikan bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya di mana manajemen zakat dikelola secara profesional. Tidak heran jika pada masa kepemimpinannya, zakat berlimpah ruah tersimpan di baitulmal.
Pada suatu hari, ia pernah memerintahkan Yazid bin Abdurrahman yang saat itu seorang Gubernur Baghdad, untuk membagikan harta dari baitulmal yang sudah berlimpah. Namun Yazid menyatakan bahwa hampir semua orang sudah mendapatkannya. Akhirnya, Umar pun memerintahkan Yazid bin Abdurrahman untuk mencari orang yang sedang usaha dan membutuhkan modal. Ia membuat kebijakan untuk memberikan modal tersebut dan tanpa harus mengembalikannya.
Oleh karena itu, melihat sumber daya alam yang melimpah, keterampilan yang mumpuni bahkan tenaga kerja yang tersedia di dalam negeri, jika dikelola dengan sistem pengolahan yang baik, maka percayalah negara akan bangkit dan mandiri serta kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Hal itu pun akan terwujud dalam sistem yang bersumber dari sang pencipta, karena yang mengetahui mana yang terbaik untuk hamba, yakni yang menciptakan hamba, Allah Swt. Wallahu al’am.
Views: 4
Comment here