Surat Pembaca

Tingginya Angka Perceraian Berdampak Merosotnya Moral Pemuda

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Angka perceraian di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan. Beragam kasus melatarbelakangi terjadinya perceraian tersebut. Mulai dari permasalahan ekonomi, kasus KDRT, dan perselingkuhan. Yang paling miris adalah perceraian karena pasangannya ternyata penyuka sesama jenis.

Berdasarkan laporan Statistik Indonesia 2023, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada tahun 2022. Artinya, kasus perceraian meningkat 15% dibandingkan tahun 2021, yang mencapai 447.743 kasus (data.goodstas.id, 22/05/23).

Banyak sekali dampak negatif terjadinya perceraian. Salah satunya adalah semakin banyak anak yang tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya. Hal tersebut kemudian berakibat pada merosotnya moral pada anak-anak saat ini. Banyak anak-anak broken home yang akhirnya terjebak pada pergaulan bebas, akibat kurangnya kasih sayang yang mereka dapatkan dalam keluarganya.

Kondisi tersebut merupakan permasalahan yang sangat serius, bagi kita semua. Ini bukan permasalahan kecil yang dapat diselesaikan oleh pihak tertentu saja. Harus ada peran negara dalam menyelesaikan masalah ini. Negara harus hadir sebagai pemberi jalan keluar dan pemecah masalah bagi problem perceraian yang semakin meningkat ini.

Sesungguhnya keluarga merupakan pondasi pertama bangunan peradaban. Dari sebuah keluarga lah akan lahir sosok-sosok penerus gemilang peradaban. Karena itu, negara harus memastikan kondisi setiap keluarga dalam keadaan baik. Tidak terdapat banyak konflik, terutama konflik ekonomi dalam keluarga.

Islam Sebagai Solusi

Islam yang hadir 14 abad yang lalu, sebetulnya sudah memberikan solusi, bagaimana upaya preventif ketidakharmonisan keluarga yang berujung perceraian. Syariat Islam memberikan batasan yang jelas bagaimana interaksi dalam keluarga.

Islam telah mengatur hak dan kewajiban sepasang suami istri. Diberikan pada seorang suami hak dan kewenangan yang sebanding dengan kewajibannya. Demikian pula pada seorang istri. Dibebankan kewajiban yang sebanding dengan hak-haknya.

Pada seorang suami Allah bebankan tanggung jawab kepemimpinan keluarga. Ia berkewajiban penuh dalam menanggung nafkah keluarganya. Tak hanya itu, suami juga berkewajiban mendidik seluruh anggota keluarganya, melindungi dan membimbingnya untuk taat kepada syariat Allah.

Demikian pula pada seorang istri, Allah bebankan kewajiban mentaati suaminya. Bahkan Allah jadikan pengabdian istri pada suaminya, jalan menuju surga Allah. Ridha Allah bagi seorang istri ada pada ridha suaminya.

Di sistem kapitalisme seperti saat ini, mempraktikkan upaya preventif tersebut di level individu, memang sangat sulit. Harus ada peran negara di dalamnya agar berjalan peran suami dan istri dalam keluarga sebagaimana tuntunan syariat Islam.

Negara harus memastikan dan menjamin agar laki-laki sebagai kepala keluarga memiliki pekerjaan yang layak agar mampu menafkahi keluarganya. Dengan begitu, para perempuan bisa fokus dengan tugas utamanya sebagai madrosatul ula, mendidik dan menyiapkan generasi tangguh penerus peradaban gemilang. Mereka tidak perlu menggadaikan peran mulianya sebagai ummu wa rabbatul bait, demi membantu mencukupi nafkah keluarganya.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Santi
Indramayu

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here