Opini

Tingginya Gaji Menteri dan Hilangnya Empati

blank
Bagikan di media sosialmu

Erdiya Indrarini (Pemerhati kemasyarakatan)

Kedaulatan ditangan rakyat dalam sistem demokrasi adalah ilusi semata. Kenyataannya, kedaulatan ada ditangan para pemilik modal.

Wacana-edukasi.com — Fantastis. Setengah milyar lebih, penghargaan alias pesangon yang akan diberikan seorang wakil menteri. Apakah ini refleksi dari kemakmuran rakyat Indonesia? Atau kemakmuran semu yang hanya bagi para kalangan tertentu saja?

Presiden Jokowi menerbitkan Perpres no. 77/2021 pada 19 Agustus 2021. Perpres ini merupakan hasil pengubahan atas Perpres Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri (Wamen). Dalam pasal 8 ayat 2, perpres yang baru ditandatangani tersebut menetapkan ketentuan pemberian uang penghargaan atau pesangon bagi wakil menteri. Pesangon tersebut maksimal senilai Rp580.454.000 untuk satu periode masa jabatan. Perpres ini pun langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yassona H. Laoly, pada tanggal yang sama. tagar.id (30/8/2021)

Demokrasi Tidaklah Gratis

Sungguh ironis, di tengah kesulitan hidup rakyat yang terimpit akibat pandemi, negara justru memamerkan ketidakpekaannya terhadap kondisi rakyat. Namun, demikianlah adanya. Pemerintah dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi, akan mementingkan kalangan tertentu saja. Yaitu para pendukung dan pemodal pada saat kampanye pemilu. Hal ini karena sistem demokrasi meniscayakan bahwa suara terbanyaklah yang menang, dan berhak memimpin serta mengatur setiap kebijakan.

Maka itu, untuk mendapatkan suara terbanyak dari rakyat, tentu dibutuhkan kampanye. Dalam berkampanye, calon kontestan membutuhkan modal yang banyak. Namun tak mungkin ditanggung sendirian. Sehingga memerlukan dukungan dan koalisi yang banyak pula. Untuk itu, calon kontestan berusaha menggandeng para pemilik modal. Baik pemilik uang, jabatan, maupun ketenaran/pengaruh.

Namun, dukungan dan koalisi itu tidaklah gratis. Setelah calon kontestan menang dari kontes pemilu, ada harga yang harus dibayar kepada para pendukung dan pemodal tersebut. Itulah yang dinamakan balas budi. Dengan demikian, wajar jika kita lihat fenomena para pemenang kekuasaan memberikan kursi jabatan kepada pendukungnya, atau bahkan memberikan gaji maupun penghargaan dan bonus-bonus yang fantastis. Begitulah sistem demokrasi yang merupakan turunan dari ideologi kapitalisme buatan barat.

Siapa Rakyat dalam Sistem Demokrasi ?

Dalam sistem demokrasi, UU maupun kebijakan yang dikeluarkan penguasa, acapkali kebijakan yang menguntungkan para pemodal. Tak heran, karena kebijakan dibuat atas pesanan para pemodal. Walau kebijakan itu justru akan menyusahkan mayoritas rakyat. Artinya, sejatinya yang dianggap rakyat bagi sistem demokrasi adalah para pemodal atau kaum kapitalis saja.

Pada akhirnya, rakyat biasa yang tidak memiliki modal baik berupa harta, kedudukan, atau pengaruh, tidaklah diperhatikan, hak-haknya tidak dipenuhi. Protes dan kritiknya pun tak didengar. Malah jika pendapatnya bertentangan dengan penguasa, bisa di persekusi dan dijebloskan penjara. Sistem demokrasi meniscayakan setiap pemimpin dan para pejabat tak punya empati terhadap rakyat. Padahal, setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.

Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.”

Kedaulatan di Tangan Rakyat ?

Dari fakta-fakta di atas, bisa disimpulkan bahwa kedaulatan ditangan rakyat dalam sistem demokrasi adalah ilusi semata. Kenyataannya, kedaulatan ada ditangan para pemilik modal. Para oligarki kekuasaan itulah yang berdaulat atas rakyat. Begitu juga kala dikatakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Pada faktanya, hanya suara para pemodal saja yang didengar. Baik saat menetapkan undang-undang atau menentukan kebijakan.

Rakyat biasa dalam sistem demokrasi hanya dibutuhkan suaranya saat pemilu saja. usai kursi kekuasaan dipegang, rakyat dibungkam bahkan ditendang. Setelahnya, hanya menjalankan politik balas budi. Dengan demikian, masih layakkah mempertahankan sistem demokrasi ? Sebenarnya, di tangan siapakah kedaulatan yang hakiki ?

Penerapan Sistem Islam dalam Pemerintahan

Dalam sistem Islam, kepala negara diangkat oleh rakyat. Beberapa calon kepala negara dengan syarat dan kriteria khusus, dipilih. Lalu dikerucutkan menjadi dua calon terbaik. Kemudian dipilih salah satunya yang paling baik. Pengangkatan bukan dengan pemilu sebagaimana dalam sistem demokrasi, yang menyamakan satu suara dari seorang yang bodoh bahkan penjahat, sama nilainya dengan seorang cendekia. Juga menyamakan satu suara dari orang gila dengan suara seorang akademia bahkan ulama.

Pengangkatan kepala negara dilakukan melalui baiat. Dipilih figur yang paling berkualitas, terutama dalam ketakwaannya pada Allah SWT. Hal ini karena kepala negara diangkat untuk menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Tuhan, Allah SWT. Bukanlah hukum yang dibuat oleh manusia yang serba terbatas akalnya. Artinya, kedaulatan tidaklah di tangan rakyat sebagaimana dalam sistem demokrasi. Tapi kedaulatan di tangan Allah SWT. Seperti dalam firman-Nya yang artinya:

“Keputusan itu, hanya milik Allah”
(Q.s. Yusuf : 40)

Juga dalam ayat lain yang artinya :
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
(Qs. Al Maidah 50).

Allah juga berfirman yang artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
(QS. Al Maidah : 44)

Atas dasar itu, pemimpin akan menjalankan tugasnya dengan penuh amanah. Ia menunjuk para pembantunya seperti menteri maupun para wali atas dasar dedikasi, bukan karena balas budi yang acapkali menumbuhsuburkan korupsi. Serta menajamkan kesenjangan, antara yang kaya dan yang miskin. Ia sadar, bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan ke hadapan Rabb-Nya, Allah SWT.

Alhasil, pemimpin dan rakyatnya pun, saling bersinergi. Pemimpin mencintai rakyatnya, dan rakyat pun mencintai pemimpinnya. Adakah sistem pemerintahan yang lebih bagus dari sistem Islam ? Hanya dengan sistem Islam, akan tercipta rahmat bagi seluruh alam. Sudah saatnya, mencampakkan demokrasi ke tempat sampah peradaban.

Wallahua’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here