Opini

Tolak Kuota Tambahan, Rumitnya Regulasi Haji

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Endang Seruni
( Muslimah Peduli Generasi)

wacana-edukasi.com– Pemerintah Republik Indonesia telah menerima pemberitahuan resmi dari pihak Arab Saudi terkait adanya tambahan 10 ribu kouta haji. Melalui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengatakan bahwa surat pemberitahuan dari pemerintah Arab Saudi diterima pada tanggal 21 Juni 2022 malam. Kuota tambahan ini hanya berlaku bagi haji reguler.

Hilman menjelaskan, bahwa regulasi haji harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Oleh karena itu tambahan kuota haji ini belum ditindaklanjuti. Mengingat sempitnya waktu dalam proses pemvisaan jemaah haji reguler dengan batas akhir 29 Juni 2022. Sehingga tidak cukup waktu untuk memproses kuota tambahan (detiktravel.com,29/6/2022)

Menanggapi hal itu, wakil ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan Kemenag untuk tidak terburu-buru menolak tambahan kuota haji yang ditawarkan pemerintah Arab Saudi. Jika alasan penolakan karena mepetnya waktu dan teknis terkait visa dan akomodasi di Arab Saudi. Menurutnya semestinya sejak awal pemberitahuannya segera dimusyawarahkan. Juga meminta kepada pihak Arab Saudi untuk membantu menyelesaikannya.
Hidayat Nur Wahid menyayangkan hal ini terjadi. Sebab dengan penambahan kuota haji bisa memangkas antrean panjang jemaah haji Indonesia (detikNews.com, 1/7/2022).

Antrean panjang jemaah calon haji di negeri ini menjadi persoalan yang tak kunjung usai. Beberapa waktu terjadi penundaan keberangkatan jemaah calon haji, bak pil pahit yang terpaksa harus mereka telan. Sebagaimana saat pandemi Covid-19 menghantam dan meluluh lantakkan semua sektor di negeri ini. Begitupun persoalan haji juga terimbas karena kehadirannya. Pembatalan keberangkatan haji saat pandemi, menorehkan kekecewaan bagi seluruh jemaah calon haji yang sudah siap untuk datang ke Baitullah.

Kini disaat pemerintah Arab Saudi membuka kembali kunjungan para jemaah dari berbagai penjuru negeri, dengan memberikan kuota tambahan, justru kebijakan ini ditolak oleh pemerintah. Sebab rumitnya regulasi haji serta sempitnya waktu untuk kepengurusannya.

Keputusan ini tidak hanya menorehkan kekecewaan bagi jemaah calon haji tetapi juga berdampak menambah panjang antrean haji ke depannya. Umat pun bertanya- tanya, apakah hanya sebatas teknis, atau ada persoalan lain yang tidak boleh diketahui oleh publik. Semisal ketiadaan dana. Meskipun Badan Pengelola Keuangan Haji menyatakan bahwa uang haji dalam posisi aman. Dengan demikian seharusnya kuota tambahan tidak ditanggapi dengan penolakan.

Penyelenggaraan haji di negeri ini tidaklah pertama kali terjadi. Haji adalah agenda tahunan yang sudah biasa dilakukan. Seharusnya penguasa dalam hal ini adalah Kemenag mampu mengatasi berbagai persoalan dan mampu mempermudah dalam urusan haji. Umat tidak seharusnya berkali-kali kecewa dan menjadi korban. Abainya negara dan minimnya terhadap kepengurusan rakyat adalah buah dari sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi oleh negeri ini. Sulitnya regulasi haji yang memakan waktu yang lama sebagai bukti rumitnya peraturan yang diterapkan untuk layanan publik dalam sistem ini.

Kebutuhan umat termasuk layanan publik berupa kenyamanan dan kemudahan merupakan tanggung jawab negara yang harus dipenuhi. Begitupun dengan urusan haji, rakyat butuh kemudahan juga kenyamanan.

Negara seharusnya memfasilitasi perjalanan haji tanpa beban persoalan teknis. Kita semua ketahui tingginya ongkos naik haji (ONH) dan terus mengalami kenaikan tidak dibarengi dengan mudahnya regulasi. Seperti pengurusan Visa haji. Keberadaan Visa sudah menjadi ketentuan negara- negara di dunia jika masuk ke negara lain. Begitu juga ketika masuk ke Arab Saudi untuk berhaji.

Kondisi ini berbeda dengan cara pandang Islam. Di dalam Islam negara menjamin kebutuhan pokok rakyat dan juga layanan publik. Termasuk di dalamnya terselenggaranya ibadah haji yang tidak membebani dan menyulitkan.
Dalam Islam, untuk menunaikan ibadah haji tidak memerlukan Visa haji, cukup dengan menunjukan identitas bahwa mereka adalah warga negara di dalam daulah Islam.

Sementara itu pemberangkatan jemaah diprioritaskan adalah jemaah yang belum sama sekali berangkat haji. Sehingga tidak terjadi penumpukan jemaah untuk di berangkatkan. Selain itu negara juga memfasilitasi para jemaah calon haji dengan transportasi guna memudahkan perjalanan menuju ke Baitullah. Sehingga perjalanan ibadah umat tidak terkendala.

Sebagaimana kekhalifahan di masa Abbasiyah, yaitu Khalifah Harun Ar-Rasyid, yang membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz ( Mekah-Madinah). Disana pula dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik diperuntukkan bagi jemaah haji yang kehabisan bekal.

Untuk itu umat membutuhkan kesatuan politik Islam, agar urusan haji tidak terus menjadi persoalan. Jika umat ini disatukan dalam Institusi Khilafah,maka persoalan haji akan mudah diatasi. Seperti, sulitnya regulasi haji, tinggi dan terus naiknya ongkos naik haji sebab mahalnya transportasi yang harus ditanggung oleh pera jemaah haji.

Untuk itu dengan kembali kepada aturan Islam, terbukti mampu menyelesaikan persoalan umat. Mampu memberikan kenyamanan dan kemaslahatan bagi umat dalam segala urusan
Waallahu’alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here