Opini

Tolak Nama Jalan Ataturk Penghancur Khilafah Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Cucu Suwarsih

wacana-edukasi.com– Minggu-minggu ini media sosial kembali diramaikan dengan protesnya warga net yang menolak rencana pemerintah yang akan menjadikan tokoh sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk jadi nama salah satu jalan di Ibu Kota.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan rencana penamaan salah satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama tokoh sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk merupakan bagian dari kerja sama Indonesia dan Turki (cnn.id, 17/10/2021).

Mengapa harus dipilih nama Mustafa Kemal Ataturk tokoh sekuler yang sangat dibenci umat Islam? Siapa saja yang belajar sejarah dengan benar pasti akan mengetahui siapa Mustafa Kemal Ataturk yang sebenarnya. Dia adalah agen penjajah Inggris yang telah menghancurkan kekhilafahan Utsmaniyah di Istanbul, Turki. Dia telah menghapus kekhalifahan, mengusir Khalifah, menghapus bahasa Arab, melarang penggunaan jilbab, dan menutup masjid. Mustafa Kemal Ataturk telah mengubah Turki menjadi negara sekuler.

Sejak runtuhnya khilafah Ustmaniyah di Turki pada 3 Maret 1924 hingga saat ini umat Islam kehilangan junnah (pelindung). Umat Islam terpecah belah, hidup dalam kemiskinan, penderitaan, dan penjajahan. Mustafa Kemal Ataturk adalah seorang penjajah dan tidak layak namanya untuk diabadikan. Oleh karena itu wajar jika mayoritas umat Islam menolak rencana pemerintah untuk menjadikan namanya menjadi nama salah satu jalan di ibukota.

Penolakan ini pun datang dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, Anwar Abbas menolak rencana Pemerintah mengganti nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh sekuler sekaligus pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk. Dan MUI sendiri pernah mengeluarkan fatwa tentang pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama pada tahun 2015 lalu. Fatwa itu pada intinya menyatakan bahwa pluralisme, sekulerisme, dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. (cnn.id, 17/10/2021).

MUI dan umat Islam semestinya tidak hanya menolak nama Mustafa Kemal Ataturk tetapi juga menolak paham Sekulerisme, Pluralisme, dan Liberalisme (SIPILIS) yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler. Paham inilah yang nyata-nyata berbahaya bagi umat Islam. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan manusia berbuat berdasarkan hawa nafsu tanpa memperhatikan lagi halal haram.

Sedangkan plurarisme adalah paham yang menyamakan semua agama benar. Paham ini sangat berbahaya bisa mengakibatkan seseorang keluar dari keislamannya karena merasa agama yang lain juga benar. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan dalam firmannya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam” (TQS. Ali ‘Imran 3: Ayat 19).

Dan liberalisme adalah paham yang menjamin berbagai kebebasan, termasuk kebebasan beragama, berpendapat, dan berperilaku. Pemahaman ini bisa menjerumuskan ke dalam perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT sang pencipta manusia. Dari sini jelas bahwa paham sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme adalah paham yang berbahaya dan dapat menimbulkan kesesatan. Oleh karenanya, sudah seharusnya kaum muslim mencampakannya dan mengambil Islam sebagai satu-satunya pemahaman yang benar.

Islam adalah sebuah agama sekaligus ideologi. Khilafah pernah menerapkan idelogi Islam selama 13 abad sejak Rasulullah hijrah ke Madinah hingga runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Istanbul, Turki. Fakta sejarah membuktikan bahwa Khilafah memiliki hubungan yang sangat erat dengan Nusantara, dan Nusantara pun pernah mendapatkan bantuan militer dari Khilafah Utsmaniyah.

Saat itu pada tahun 1566 Sultan Aceh yang ketiga, Alaudin Ri’ayat Syah al-Qahhar mengirim surat kepada Khalifah Sulayman al-Qanuni di Istanbul, Turki. Sultan al Qahhar dalam suratnya menyatakan baiatnya kepada Khilafah Utsmaniyah dan memohon agar dikirimi bantuan militer ke Aceh untuk melawan Portugis yang bermarkas di Malaka.

Pengganti Khalifah Sulayman al-Qanuni, yaitu Salim ll mengabulkan permohonan Sultan al-Qahhar dengan mengirimkan bala bantuan militer ke Aceh. Dengan bantuan yang di dapat dari Khilafah Utsmaniyah Sultan al-Qahhar dapat menyerang Portugis di Malaka pada 20 Januari 1568 dengan kekuatan 15.000 tentara Aceh, 400 jannisaries Utsmaniyah, dan 200 meriam perunggu.

Sepanjang abad ke-17, banyak penguasa Islam di Nusantara yang mengirimkan utusan ke Makkah dan Istanbul untuk menyatakan ketundukannya kepada Khilafah Utsmaniyah dan mendapat legitimasi sebagai ‘wakil Khalifah’ di masing-masing negerinya. Sultan-sultan di Aceh, Banten, Mataram sampai Makassar melakukan itu semua. Sultan Aceh yang berkuasa pada abad ke-19, Sultan Ibrahim Mansyur Syah, dalam suratnya kepada Sultan Abdulmecid l pada tahun 1850 bahkan terang-terangan menyatakan negerinya sebagai bagian dari Khilafah Utsmaniyah. “Sesungguhnya kami penduduk negeri Aceh, bahkan seluruh penduduk di pulau Sumatera, semuanya tergolong sebagai rakyat Negara Adidaya Ustmaniyah dari generasi ke generasi.” (Media Al-Waie edisi September 2020).

Alhasil, jejak Khilafah Turki Utsmaniyah di Nusantara begitu nyata dan membawa kebaikan untuk umat Islam. Sebaliknya, Mustafa Kemal Ataturk telah menghancurkan Khilafah Islam junnahnya umat Islam. Oleh karena itu umat Islam harus menolak Mustafa Kemal Ataturk untuk diabadikan namanya serta menolak paham yang dibawanya yaitu sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Dengan kata lain, tolak kapitalisme sekuler dan terapkan Islam.

Wallahu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 34

Comment here