Surat Pembaca

Toleransi anti Bablas

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Paham toleransi kian digaungkan menuju momen natal dan tahun baru. Paham toleransi yang sarat dengan kolaborasi antar akidah, menjadi sebuah kekhawatiran akan kebablasannya umat Islam dalam memaknai toleransi. Terlebih fakta kini hari menegaskan wujud toleransi, seolah-olah dengan mencampurkan akidah.

Dr. dr. Maulana MKM, Wali Kota Jambi mengatakan, bahwa semangat natal harus menjadi spirit toleransi dalam mempererat kerukunan antar masyarakat. Ia juga berharap semangat natal bisa membawa Kota Jambi menjadi damai dan agar semangat natal menjadikan Kota Jambi yang lebih inklusif dan maju. (www.rri.co.id, 11/12).

Toleransi Anti Bablas!

Makna toleransi kini hari, menghantarkan pada keharusan untuk mencampurkan antar akidah. Jika tidak adanya pencampuran (kolaborasi), maka seseorang tersebut tidak akan disebut telah mengamalkan toleransi. Seperti keharusan untuk mengucapkan selamat natal, kewajiban bagi beberapa pekerja muslim untuk memakai atribut natal, hingga umat Islam diarahkan untuk ikut dalam perayaan natal.

Padahal sebenarnya dalam Islam sudah jelas keharaman mencampurkan pemahaman non-Islam, dengan Islam. Alasan HAM, selalu menjadi alasan toleransi yang bablas. Sekulerisme juga-lah yang telah bertanggung jawab dalam membentuk pemahaman ini.

Makna Toleransi yang Syar’i dalam Islam

“Tidak ada paksaan untuk masuk kepada agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Oleh karena itu, siapa saja yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…”(TQS Al-Baqarah : 256)

Ayat-ayat di atas adalah batasan syar’i dalam memaknai toleransi. Yaitu toleransi yang bukan kolaborasi antar akidah. bukan pula dalam penggabungan pemahaman non-Islam, dengan Islam. Bahkan bukan pula, paksaan mengikuti kegiatan ritual mereka, dengan dalih saling menghormati dan bertoleransi antar sesama.

Allah juga telah mengingatkan dalam firman-Nya, bahwa haram mencampurkan antara kebenaran dengan kesalahan.

“Dan janganlah campur adukkan yang haq (benar) dengan yang batil (salah) dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.” (TQS Al-Baqarah : 42)

Karenanya, toleransi secara syar’i dimaknai dengan saling menghargai tanpa adanya kolaborasi antar aqidah Islam dengan selain Islam. Ini diwujudkan dengan tidak saling mengganggu peribadatan masing-masing, membiarkan setiap non-muslim merayakan perayaan mereka masing-masing.

Sungguh betapa indahnya, jika setiap muslim mampu memahami makna toleransi yang syar’i. Ia tidak akan mengotori akidahnya dengan toleransi yang kebablasan. Ia juga akan bijak dalam melihat segala situasi. Karena ia akan melihat sesuai dengan sudut pandang Islam.

Seorang muslim yang taat pada syariat-Nya, tentu akan menghadirkan rasa menghargai antar sesama. Bertetangga dengan baik diantara muslim dan non-muslim. Dan tidak saling menyakiti diantara mereka.

Wallahu’alam bi shawwab.

Ummu Kahfi
Bandung-Jawa Barat
Pegiat Literasi

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 25

Comment here