Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Sambutan hangat atas kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia ramai diberitakan. Masyarakat terfokus pada penampilan Paus dan memaknainya sebagai simbol kesederhanaan serta pesan perdamaian dan persahabatan.
Ini adalah kunjungan Paus yang ketiga kalinya ke Indonesia. Di mana pertama kalinya dilakukan pada tahun 1970 oleh Paus Paulus VI, dan yang kedua pada tahun 1989 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Kunjungan kenegaraan dan pastoral dalam kapasitas Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertinggi gereja katolik dan kepala negara Vatikan itu berlangsung selama 3 hari, yaitu pada tanggal 3 sampai 6 September 2024. Paus telah melakukan pertemuan dengan presiden Joko Widodo, berkunjung ke gereja Katedral, Masjid Istiqlal dan Misa Akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (KOMPASTV 5/9/2024).
Hangat dan mesranya sambutan imam masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar terhadap Paus. Imam masjid mencium kepala Paus dan Paus membalas dengan mencium tangan imam masjid, sehingga hal ini menjadi sorotan masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra.
Sementara itu, media asing seperti media Amerika Serikat (AP) menyebutkan bahwa Paus menyanjung soal terowongan persahabatan tempat keduanya berdiri, yang menghubungkan komplek masjid Istiqlal dengan gereja Katedral Katolik.
Sedangkan media Perancis (AFP) menyinggung tentang pesan persahabatan di antara kedua agama dengan bersama-sama mendengarkan petikan ayat suci masing-masing yaitu Al-Qur’an maupun Alkitab.
(CNCB Indonesia, 5/9/2024).
Memang sekilas kunjungan Paus tampak mengesankan. Hanya saja dalam syariat Islam hal itu justru menunjukkan bentuk toleransi yang kebablasan bahkan salah kaprah. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) toleransi adalah sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Jadi, bukan menggabungkan suatu aktivitas untuk dilakukan bersama-sama dan toleransi juga bukanlah partisipasi.
Terlebih lagi jika perlakuan malah terbalik. Memuliakan orang kafir, tapi menghinakan bahkan memusuhi saudara semuslim. Sungguh lagi-lagi toleransi yang kebablasan dan salah kaprah.
Semestinya sebagai seorang muslim memahami toleransi kepada non muslim dengan memegang prinsip-prinsip akidah Islam, sebagaimana Allah swt telah berfirman: Lakum diinukum waliyadiin, yang artinya untukmu agamamu dan untukku agamaku (QS. Al-Kaafiruun: 6)
Penulis:
Leyla
Dramaga, Bogor
Views: 27
Comment here