Opini

Topeng Eksploitasi SDA di Balik Sumbangan Totem Freeport

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

wacana-edukasi.com, OPINI– PT Freeport Indonesia (PTFI) menyerahkan dua Totem Kamoro dari tanah Papua dalam rangka berpartisipasi dan mendukung dibangunnya ‘Taman Totem Dunia’ pada program ‘Penataan Kawasan Waterfront City Pangururan’ di Kecamatan Pangururan, Samosir, Sumatera Utara. Ini ialah bentuk komitmen perusahaan untuk ikut melestarikan karya seni dan budaya salah satu masyarakat adat Papua yang tinggal di sekitar perusahaan, dan disampaikan langsung oleh Direktur dan EVP Sustainable Development PTFI Claus Wamafma (newsdetik.com, 30/09/2023).

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia juga telah melakukan pemugaran empat patung Kamoro yang berada di Bundaran Kota Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Pemugaran yang dilakukan oleh 500 seniman Suku Kamoro yang merupakan suku asli wilayah Kuala Kencana. Pemugaran ini disebut menjadi bagian dukungan PT Freeport dalam melestarikan adat dan budaya khas Indonesia khususnya Suku Kamoro, dan sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun Indonesia ke-78 (nasional.kompas.com, 20/08/2023).

Sekilas, upaya ini menunjukkan bahwa PT Freeport memberikan perhatian kepada masyarakat Papua. Namun sejatinya, bentuk dukungan kelestarian budaya, ataupun pemberian CSR untuk layanan pendidikan dan kesehatan ini, hanyalah upaya dari perusahaan asing tersebut untuk mengecoh masyarakat agar tidak terasa jika kekayaan alam mereka sudah dikeruk bertahun-tahun. Padahal, jika kekayaan alam itu dikelola mandiri oleh negara, hasilnya akan jauh lebih banyak dan besar, sehingga masyarakat Papua bisa terjamin kesejahteraannya tanpa bergantung pada dana CSR PT Freeport.

Lantas sejatinya, upaya-upaya tersebut muncul untuk mewujudkan eksistensi PT Freeport di tanah Tembagapura, Timika, Papua. Dengan terus-menerus eksis, mereka tetap bisa mengeruk kekayaan alam wilayah tersebut dengan leluasa. Inilah hasil pengelolaan kekayaan alam jika diatur dalam sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan prinsip kebebasan dalam kepemilikan sebagai hak asasi manusia. Akhirnya, perusahaan asing berkuasa untuk mengeruk harta rakyat selama mereka memiliki modal.

Berbeda halnya dengan tata kelola sumber daya alam jika diatur dalam Islam. Kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah, akan menjamin kesejahteraan masyarakat secara nyata. Hal ini terlihat dari paradigma kepemilikan sumber daya alam, mekanisme pengelolaan, hingga distribusinya. Terkait paradigma kepemilikan sumber daya alam, Islam menentukan bahwa kekayaan alam yang jumlahnya melimpah baik yang ada di dalam perut bumi seperti batu-bara, emas, nikel dan barang tambang lainnya, atau kekayaan alam yang berada di atas bumi seperti hutan, padang gembalaan dan sejenisnya, maupun kekayaan alam yang berada di perairan seperti laut, sungai, selat, danau dan sejenisnya, adalah milik umum.

Dalil paradigma ini jelas tertulis dalam hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam riwayat Ibnu Majah dikatakan, ‘Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, rumput, dan Api” (HR. Ibnu Majah). Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim, sebab hal itu akan merugikan mereka”.

Terkait kelimpahan, penjelasannya terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari penuturan Abyadh bin Hammal. Pada saat itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan tambang garam kepada Abyadh. Namun tak berapa lama kemudian Rasulullah ditegur para sahabat, sebab tambang garam yang diberikan kepada Abyadh seperti “mau al-iddu”, yakni air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus menerus. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun mengambilnya kembali.

Demikian jelas bahwa kekayaan alam adalah mutlak milik umum, yang haram dikuasai oleh para pemilik modal, seperti PT Freeport. Terkait pengelolaannya, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Iqtishadiy, menjelaskan bahwa hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum, dan harus dikelola oleh negara. Untuk kekayaan alam yang bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat seperti air, padang rumput, hutan, maka negara hanya mengatur agar pemanfaatan tersebut tidak menimbulkan bahaya dan kerusakan. Namun, untuk kekayaan alam yang tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat seperti barang tambang, maka negara yang akan mengambil alih proses eksplorasi, eksploitasi, dan pengolahan hingga distribusinya.

Sebab, kekayaan alam ini membutuhkan biaya yang besar, tenaga ahli, dan teknologi untuk bisa sampai dimanfaatkan. Sehingga dalam Islam tidak mengenal istilah investasi, bagi hasil, bagi kepemilikan saham, dan sejenisnya dengan para swasta korporat. Seandainya negara membutuhkan jasa mereka, Islam hanya memperbolehkan para swasta ini diikat dengan perjanjian ijarah, yakni mereka sebagai buruh negara.

Adapun distribusi hasil pengelolaan tambang, ada dua mekanisme yakni secara langsung dan tidak langsung. Adapun secara langsung, negara akan memberikan subsidi kepada rakyat seperti subsidi listrik, bahan bakar dan kebutuhan umum lainnya. Kemudian secara tidak langsung, negara akan menjamin setiap warga negara akan mendapatkan layanan gratis dan berkualitas terhadap kebutuhan dasar dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Dengan demikian, jika tambang yang berada di Tembagapura, Timika, Papua dikelola dengan sistem Islam, masyarakat Papua tidak perlu menunggu CSR dari perusahaan untuk mendapatkan bantuan. Mereka tidak perlu lagi mengalami keterbelakangan dari sektor pendidikan dan kesehatan. Mereka pun juga tidak akan mengalami kelaparan yang berujung pada kematian. Maka, pengelolaan kekayaan alam dengan sistem Islam di bawah naungan negara, akan mewujudkan kesejahteraan nyata bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here