Opini

Tren Kejutan Ultah Berujung Maut, Buah Pendidikan Sekuler

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Seorang pelajar SMAN 1 Cawas, Klaten, Jawa Tengah tewas diduga karena tersetrum usai dilempar ke kolam oleh teman-temannya, Senin (8/7/2024). Insiden yang menewaskan FN (18) itu terjadi di kolam SMAN 1 Cawas.

Meski pihak keluarga menganggap insiden kejutan ulang tahun yang berujung maut sebagai musibah, namun polisi tetap memeriksa beberapa teman korban yang terlibat, (www.kompas.tv, 10/7/2024).

Merayakan ulang tahun dengan memberi kejutan sudah menjadi tren di kalangan remaja. Tawuran tepung, dilempar telur, diceburkan ke dalam kolam atau memberikan prank kepada anak yang berulang tahun menjadi kejutan-kejutan yang biasa mereka lakukan. Semua itu seringkali dilakukan hanya sekedar untuk keseruan. Inilah bentuk eksistensi diri para remaja saat ini, hanya saja kejutan yang demikian terkadang diberikan terlalu berlebihan, hingga membuat korban prank atau yang sedang ulang tahun bisa saja mengalami trauma, cedera serius, bahkan kematian sebagaimana yang dialami oleh Ketua OSIS SMAN 1 Cawas.

Di sisi lain, peristiwa tersebut menggambarkan perilaku remaja yang seringkali spontan tanpa disertai berpikir jauh mengenai resiko tindakan mereka. Perilaku dan cara berpikir yang demikian muncul disebabkan ketidakpahaman mereka atas kaidah berpikir dan beramal serta adanya pertanggungjawaban atas setiap perbuatan.

Seharusnya seseorang mampu berpikir bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang harus senantiasa taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tujuan mereka diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hidup di dunia hanya sebentar sebagai tempat persinggahan, sebelum kembali kepada Allah di akhirat kelak. Cara berpikir seperti ini akan menuntun seseorang memiliki kesadaran untuk beramal dengan benar, melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya dan bertanggung jawab atas amalnya. Hanya saja, kaidah berpikir dan beramal yang demikian dirusak dan diporak-porandakan oleh aqidah Sekularisme, yaitu aqidah yang memisahkan agama dari kehidupan.

Dalam aqidah ini, manusia tidak harus terikat dengan aturan agama, mereka bebas mengatur diri mereka sendiri. Agama dicukupkan untuk ibadah ritual saja, bukan sebagai sistem kehidupan. Akibatnya, masyarakat termasuk para remajanya menjadi masyarakat yang liberal, mereka abai terhadap resiko-resiko yang mungkin terjadi atas perbuatannya. Mereka seringkali melakukan perbuatan dengan tujuan hanya sekedar bersenang-senang dan jauh dari produktif. Semua itu semakin normal dilakukan karena sistem pendidikan yang ada pun adalah sistem pendidikan sekuler. Mata pelajaran agama hanya diajarkan sebagai pelajaran, bukan sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran.

Sangat berbeda dengan kehidupan masyarakat yang diatur dengan akidah Islam di bawah Daulah Khilafah. Aqidah Islam menuntut manusia untuk menyadari bahwa dirinya, kehidupan dan alam semesta hanyalah makhluk yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kesadaran sebagai makhluk akan membawa seseorang untuk rela diatur oleh aturan penciptanya, sehingga ketika dia beramal dia akan memastikan semua amalnya bersandar pada aturan as Syari’.

Kehidupan yang dibentuk dengan aqidah Islam, insya Allah akan melahirkan orang-orang yang bertanggung jawab atas amalnya.

Masyarakat juga memiliki kesadaran tidak membiarkan atau menormalisasi kebiasaan-kebiasaan buruk melalui amal ma’ruf nahi munkar. Semua itu juga dikondisikan oleh Daulah Khilafah. Sebagai negara, Daulah Khilafah tidak berlepas tangan dari kondisi akidah masyarakatnya. Daulah Khilafah akan memastikan kesadaran yang ada di masyarakat berlandaskan aqidah Islam.

Melalui sistem pendidikan Islam, Daulah Khilafah mengedukasi masyarakatnya. Syaikh Atha’ bin Khalil menjelaskan di dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, bahwa dalam menyusun kurikulum dan materi pelajaran terdapat dua tujuan pokok pendidikan yang harus diperhatikan, yakni:

Pertama, membangun kepribadian Islam, pola pikir (aqliyah) dan jiwa (nafsiyah) bagi umat, yaitu dengan cara menanamkan tsaqafah Islam berupa aqidah, pemikiran dan perilaku Islami ke dalam akal dan jiwa anak didik. Oleh karenanya, harus disusun dan dilaksanakan kurikulum Daulah Khilafah untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum Muslim agar diantara mereka menjadi ulama-ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fiqih, peradilan dan lain-lain) maupun ilmu-ilmu terapan (teknik, kimia, fisika, kedokteran dan lain-lain). Melalui pundak ulama-ulama yang mumpuni akan membawa Daulah Khilafah dan umat Islam untuk menempati posisi puncak di antara bangsa-bangsa dan negara-negara lain di dunia, bukan sekedar pengekor maupun agen pemikiran dan ekonomi negara lain.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang demikian, metode pengajaran dilakukan secara talqiyan fikriyan yakni mentransfer (memindahkan) fakta yang diserap oleh alat indra ke dalam otak, kemudian fakta tersebut diinterpretasikan dengan informasi yang terkait, lalu ditetapkan hukum atas fakta tersebut. Metode talqiyan fikriyan akan membuat anak-anak memiliki kaidah berpikir benar yang akan menghasilkan amal produktif yang dihasilkan dari berpikir mendalam.

Sebagai contoh, anak-anak akan diarahkan untuk mampu berpikir hingga terbentuk kesadaran bahwa hakikat dirinya hanya seorang hamba yang wajib taat kepada aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui tadabur alam. Mereka diatur oleh aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar bisa berjalan sesuai dengan tujuan penciptaannya, sehingga ketaatan untuk senantiasa terikat dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap amal mutlak harus dilakukan.

Alhasil, anak-anak yang lahir dari sistem pendidikan Islam bukan anak-anak yang hanya memikirkan kesenangan semata dalam beramal, namun memahami kesesuaian terhadap hukum syariat, sehingga bisa jadi peristiwa kejutan ulang tahun tidak akan menjadi tren di dalam Daulah Khilafah karena perbuatan tersebut jelas-jelas membahayakan orang lain.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here