Oleh: Hasriyana, S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus perselingkuhan hingga berakhir perceraian di tengah masyarakat masih saja menjadi bagian dari persoalan yang belum bisa diselesaikan oleh negara. Hal ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Alasan dari banyaknya perselingkuhan pun berbeda-beda, mulia dari faktor ekonomi, bosan pada pasangan hingga adanya orang ketiga dari mahligai rumah tangga. Jika seperti ini, lalu bagaimana negara memberikan solusi?
Seperti yang dikutip dari media Popmama.com (17/2/2023) bahwa Kasus perselingkuhan memang menjadi topik yang sensitif dalam setiap hubungan asmara, termasuk pernikahan. Perselingkuhan bisa meninggalkan trauma bagi korban karena merasa dikhianati oleh pasangannya. Topik perselingkuhan semakin hangat dibicarakan publik setelah berbagai judul sinetron dan film berani mengangkat topik tersebut ke permukaan. Beberapa korban memilih bangkit dari trauma masa lalu, namun tak sedikit juga yang memilih kembali ke pasangannya yang terbukti selingkuh.
Namun, tahukah Mama jika Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia sebagai negara dengan kasus perselingkuhan terbanyak? Fakta tersebut dilandasi oleh hasil survei yang dilakukan Justdating, sebuah aplikasi pencari teman kencan.
Perselingkuhan memang menjadi tren saat ini di tengah perkembangan zaman modern. Sehigga menjadikan tingginya angka perceraian yang justru banyak terjadi di tengah masyarakat. Hal itu menjadi indikasi rapuhnya rumah tangga. Bahkan rata-rata usia pernikahan yang dijalani di bawah lima tahun, masih seumur jagung. Ditambah usia para pihak yang bercerai masih terbilang muda, yaitu 25-35 tahun.
Faktor ekonomi pun menjadi penyebab banyaknya perselingkuhan terjadi. Kondisi keluarga yang sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga pendek akal istri mencari sosok lelaki yang bisa memenuhi kebutuhannya. Di tengah kondisi yang serba sulit dan beban hidup makin berat, sebagian orang akan mencari jalan pintas untuk bisa bertahan hidup meskipun itu menabrak aturan agama.
Pun adanya orang ketiga menjadi penyebab rusaknya mahligai rumah tangga. Sebagai contoh tidak jarang fakta kegiatan reuni yang dilakukan sekolah justru menjadi malapetaka runtuhnya bangunan keluarga. Pertemuan dua mantan yang dipisahkan oleh jarak dan waktu justru menjadi awal perselingkuhan terjadi, benih-benih cinta yang dulu sudah redup kini mekar kembali karena terjadi pertemuan.
Selain itu, kurang siapnya pasangan secara mental untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena tidak sedikit dari mereka menganggap jika telah bersama kekasih hati hidupnya akan bahagia setiap hari. Padahal dalam kehidupan suami istri, mental menghadapi berbagai macam persoalan yang menghadang itu sangatlah dibutuhkan. Seperti kata orang bijak bahwa jika telah menikah, seseorang butuh banyak kesabaran. Kesabaran dalam menghadapi liku-liku kehidupan.
Ditambah lagi, karena minimnya ilmu terkait bagaimana membangun dan membina rumah tangga. Hak dan kewajiban bagi setiap suami maupun istri, hingga bagaimana menyikapi sikap istri yang cenderung dengan perasaan serta pria dengan kecenderungan logikanya. Semua itu membutuhkan ilmu sehingga ketika ada persoalan antara suami istri maka solusinya dan menyikapinya pun harus dengan tepat.
Dari itu, tidak heran jika tren perselingkuhan meningkat, yang mana membuat institusi keluarga kian gawat. Kalau sudah seperti itu banyak didapati anak yang kurang dalam mendapatkan hak-haknya, sebab fungsi keluarga tidak lagi berjalan dengan baik.
Sementara dalam Islam, Islam menetapkan bagi setiap muslim untuk menuntut ilmu agama. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan.” (HR Ibnu Majah). Maka untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban terhadap pasangan diperlukan ilmu agama dan itu haruslah dicari dengan cara menuntut ilmu, seperti mengikuti majelis ilmu.
Sistem Islam pula memberikan jaminan kebutuhan pokok bagi warga negaranya, jika tidak gratis maka harganya bisa terjangkau oleh masyarakat. Islam pun menetapkan bahwa pria dan wanita dalam kehidupan itu senantiasa terpisah kecuali ada unsur syar’i yang mengharuskan mereka bertemu. Semua itu untuk menjaga agar hal-hal yang tidak diinginkan itu tidak terjadi.
Di samping itu, sistem Islam juga akan menutup keran yang memberi peluang terjadinya pergaulan bebas dengan melaksanakan aturan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Memisahkan kehidupan pria dan wanita hingga melarang adanya khalwat dan campur baur yang dapat menimbulkan kemaksiatan hingga pada perzinahan.
Karena sungguh Allah Swt. telah dengan jelas melarang segala aktivitas yang dapat mengantarkan pada zina. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Oleh karena itu, tidak mudah membendung banyaknya kasus perselingkuhan yang terjadi, jika individu tidak memiliki kesiapan mental dan ilmu berumah tangga. Di tambah lagi kondisi saat ini, tak sedikit membuat orang stres dan tertekan. Maka dari itu, bagi pasangan yang hendak atau telah menikah baiknya mempersiapkan berbagai hal yang dapat menciptakan kelanggengan dalam hubungan suami istri dan hal itu juga ditopang oleh peran sistem, sehingga terjadi sinergi yang dapat membuat kokoh kehidupan berumah tangga. Wallahu alam.
Views: 40
Comment here