Oleh Wiji Lestari
Dalam pandangan Islam, orang menyampaikan pendapat diperbolehkan, selama pendapat yang disampaikan tidak bertentangan dengan akidah maupun hukum syara
Wacana-edukasi.com — Kebebasan berpendapat dapat disampaikan oleh siapapun. Tak ada yang melarang dalam menyampaikan sebuah aspirasi, kritik maupun saran. Namun heran jika suatu kebebasan berpendapat disalahgunakan untuk membuat suatu kegaduhan.
Pekan ini kembali umat Islam dibuat geram oleh salah satu youtuber bernama Muhammad Kece. Melalui channel YouTube Ia menyebut jika Nabi Muhammad SAW merupakan jin. Video yang diunggah dalam akunnya, memberikan isyarat adanya dugaan menistakan agama dan merendahkan Nabi Muhammad SAW, serta berpotensi memecah belah umat. Pasalnya Muhammad Kece merupakan Youtuber Murtadin yang telah dikecam oleh MUI, NU dan Muhammadiyah, atas sikapnya yang diduga melakukan penisataan agama.
Menurut Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad, mengatakan, ucapan YouTuber Muhamad Kece (MK) yang menyinggung Nabi Muhammad SAW menjurus pada penistaan agama. Menurutnya, tindakan MK telah memenuhi unsur 156a KUHP. Suparji mengatakan, pasal tersebut berbunyi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa (Republika.co.id, 22/08/2021)
Kecaman dari berbagai pihak sontak membuat panas dunia maya, misalnya media sosial banyak para masyarakat yang menuntut pihak berwajib khususnya kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta polisi segera menangkap YouTuber Muhammad Kece. Sebab pria tersebut sudah menghina dan merendahkan agama Islam.
Menurut dia, Muhammad Kece sebelumnya beragama Islam, namun kini sudah pindah agama lain. Pernyataan Kece, kata dia sudah mengganggu kerukunan umat beragama. Ketua PP Muhammadiyah ini menilai perbuatan Kece tidak etis dan memancing kemarahan umat Islam. Sebab ucapan Kece, menurut dia merendahkan dan menghina Allah SWT, Alquran dan Nabi Muhammad SAW.
Tumbuh suburnya penista dan penghina agama merupakan buah hasil diterapkan aturan atau sistem yang salah. Sistem demokrasi liberalisme yang mengatasnamakan kebebasan dalam berpendapat menjadi akar permasalahan. Delik hukum negara ini tak mampu membuat efek jera bagi pelaku. Tidak ada ketegasan dalam menindaklanjuti kasus ini. Sungguh inilah wajah buruk sistem demokrasi-liberalisme.
Atas nama HAM, menjadikan penyebab utama adanya kebebasan pendapat dalam bentuk apapun. Dalam sistem demokrasi-liberalisme saat ini, ketika orang bebas mengeluarkan pendapat tak menjadi masalah selama tak ada yang merasa terganggu. Bahkan boleh dan sah-sah saja bagi siapapun yang ini menyampaikan pendapatnya. Hal ini wajar terjadi dalam sistem Demokrasi-liberalisme termasuk dalam kasus penistaan agama serta penghinaan terhadap nabi. Buah diterapkannya sistem ini salah satunya melahirkan kebebasan berpendapat. Melahirkan orang-orang yang berani menyampaikan pendapat dan membuat penyimpangan terhadap ajaran agama Islam yang benar bahkan berani dengan lantang menghujat dan menghina ajaran Islam yang jelas kebenarannya.
Aturan dan Undang-undang yang berlaku di negara ini tak mampu menghentikan deretan kasus penista dan penghinaan terhadap ajaran agama Islam. Ditambah lagi penegakan hukum seringkali tak memenuhi rasa keadillan. Aturan yang dibuat manusia tak mampu membuat jera, justru akan semakin menambah daftar panjang nama pelaku penista.
Wajar saja bila masyarakat marah dan geram dengan kasus ini. Sungguh miris kasus seperti ini bukan hanya sekali ini saja namun sudah kesekian kalinya kasus ini terjadi. Pertanyaannya, mengapa kasus semacam ini tak pernah bisa hentikan? Mengapa pula kasus ini terus terulang kembali? Seolah-olah mereka menganggap remeh hal ini, terlebih saat agama Islam dinistakan dan di hina.
Ketika Islam dihina bahkan dinistakan tak ada ketegasan dari aparat penegak hukum dalam mengatasi kasus ini. Mirisnya lagi kasus penistaan agama dan penghinaan terhadap Nabi bukan terjadi di negara ini saja, namun terjadi pula diberbagai belahan dunia, baik penduduk mayoritas muslim maupun minoritas muslim. Inilah potret gagalnya suatu negara dalam menjamin dan melindungi agama dan penganutnya.
Gagalnya suatu negara dalam menjamin dan melindugi agama sebab masih mengakar kuat sistem demokrasi-liberalisme ini. Melalui sistem ini mereka bebas menyampaikan pemikiran atau pendapatnya tanpa memikirkan efek yang akan ditimbulkan. Misalnya apakah pendapatnya benar atau tidak, menyakiti orang atau tidak, serta pendapatnya apakah menyesatkan atau tidak. Mereka tak memikirkan efek tersebut.
Sungguh miris kasus hal serupa masih mencengkeram negeri-negeri Islam di dunia. Hal ini sangat berbahaya bagi umat Islam apabila dibiarkan terus menerus tanpa ada ketegasan. Sebab akan menyesatkan umat dari ajaran islam yang benar serta dapat mengikis dan mengaburkan pemahaman Islam kaffah ditengah-tengah kaum muslim. Maka sudah seharusnya Islam dijaga dan dilindungi.
Dalam pandangan Islam, orang menyampaikan pendapat diperbolehkan, selama pendapat yang disampaikan tidak bertentangan dengan akidah maupun hukum syara’. Terlebih menyampaikan pendapat menjadi sebuah kewajiban dalam mengoreksi kebijakan yang diambil pemimpin apabila menyimpang dari syariah. Islam dengan tegas menempatkan akidah dan hukum syariah sebagai point penting yang harus senantiasa eksis ditengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu umat saat ini membutuhkaan jaminan serta perlindungan dari kasus penista semacam ini. Semua dapat di berantas habis ketika sistem yang digunakan ialah sistem Islam. Sistem Islam hanya bisa diterapkan dalam bingkai khilafah ala minhajin nubuwwah. Mengapa demikian? Sebab hukum yang digunakan ialah hukum yang berasal dari Sang Pencipta.
Islam menempatkan khalifah sebagai periayah umat. Khalifah juga sebagai perisai yang akan menjaga dan melindungi. Maka dari itu negara tidak memberikan toleransi terhadap pemikiran, pendapat, paham bahkan aliran atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah maupun hukum syariah. Negara pula tidak memberi tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyalahi akidat termasuk penistaan agama dan penghinaan terhadap Nabi. Negara sangat mempunyai peranan yang besar dalam melindungi dan menjaga dari segala keburukan dan terabaiknnya aturan Allah SWT serta Rasul-Nya.
Ketika sistem ini kembali ditegakkan tak dijumpai kasus semacam ini terjadi dan terus terulang kembali. Para pelaku akan mendapat ketegasan hukuman yang menimbulkan efek jera. Sebagaimana di zaman Rasul ada seorang wanita Yahudi yang menghina nabi. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Abu Daud 4362 yang dinilai jayid oleh Syaikhul Islam mengatakan bahwa “ada seorang wanita Yahudi yang menghina Nabi dan mencela beliau. Kemudian orang ini dicekik sampai mati oleh salah satu Sahabat. Namun, Nabi menggugurkan hukuman apapun darinya (sahabat).”
Rasulullah SAW juga bersabda, yang diriwayatkan dari hadist Muslim mengatakan bahwa“Sungguh imam/khilafah adalah perisai; orang-orang berlindung dari berperang di belakang dia dan berlindung kepadanya.”
Hadist ini sudah sangat jelas jika umat saat ini membutuhkan seorang pemimpin yang akan melindungi dan menjaga dari musuh Allah SWT. Umat juga membutuhkan pembelaan dan perlindungan negara dari penista agama serta perusak agama Islam.
Sudah seharusnya umat saat ini kembali bangkit dari keterpurukan yang ada. Hendaknya kasus seperti ini dapat menyadarkan umat untuk bersama-sama kembali memperjuangkan tegaknya aturan Allah ditengah-tengah umat. Sebab umat sangat mebutuhkan junnah dan perisai untuk melindungi umat dari terabikannya hukum Allah, kezaliman para penista agama terus menerus menyerang umat. Semoga umat dapat bersama memperjuangkan tegaknya kembali Islam Kaffah.
Views: 5
Comment here