wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.S Al-Isra: 3).
Pengesahan RUU KHUP pada 6 Desember 2022, di mana di antaranya mengatur mengenai seks diluar nikah bagi penduduk dan pelancong, menuai polemik. Media asing turut mengritik kebijakan ‘nyeleneh’ yang dianggap dapat mengancam pariwisata di Indonesia.
Denda atau pidana sebesar 10 juta, diberlakukan bagi mereka yang melakukan hubungan seks ataupun tinggal bersama di luar ikatan pernikahan. Kondisi tersebut sedikit banyak membuat kekhawatiran turis mancanegara untuk berkunjung ke berbagai destinasi wisata di Indonesia. Akibatnya, jumlah kunjungan turis menurun hingga berdampak pada instabilitas ekonomi Nasional, yang semula bermasalah karena terdampak pandemi Covid-19.
Dilansir dari cnbcindonesia.com (10/12/2022), salah satu pengacara kondang mengatakan, pasal ini terlalu mencampuri urusan pribadi seseorang, dan bisa menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Presiden Amerika, Joe Biden menilai, Indonesia akan kehilangan investor terutama pada sektor pariwisata. Larangan seks di luar nikah dianggap ancaman bagi berlangsungnya pariwisata.
Dari sini nampak bahwa investasi terutama di bidang pariwisata, dengan jelas menunjukkan keberpihakan pada pola pikir sesat, yakni menghalalkan segala cara demi pemasukan ekonomi. Padahal, seks di luar nikah jelas diharamkan agama (Islam).
Inilah gambaran kehidupan yang diatur dengan aturan sistem kapitalisme. Asas sekulerisme begitu kental, sebab mengganggap seks bebas sebagai ranah pribadi yang tak boleh dicampuri oleh negara. Padahal, efek jangka panjang akibat seks di luar nikah dapat merusak nasab hingga melahirkan perilaku amoral dan keji lainnya, seperti menggugurkan janin, hingga bunuh diri. Sekulerisme telah membelenggu penganutnya untuk tidak mencampuradukkan urusan dunia dengan akhirat. Bahkan, mungkin tidak meyakini adanya kehidupan setelah dunia ini.
Pengesahan RUU KHUP yang di dalamnya terdapat pasal kesusilaan tersebut, sedikit banyak menunjukkan sekulernya cara berpikir wakil rakyat. Pasal pelarangan seks di luar nikah seolah memasukkan zina dalam delik aduan, namun membatasi pelapor hanya keluarga terdekat saja. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan, secara tidak langsung peraturan mengizinkan adanya perzinahan, bahkan negara mentolerirnya.
Selain itu, kritik dari media asing maupun turis mancanegara, adalah satu contoh nyata bahwa gaya hidup liberal telah menjadikan manusia bebas berkehendak dan berbuat sesukanya. Tak memandang halal-haram pada perbuatan yang akan dilakukannya.
Kaum liberalis telah menuhankan kebebasan. Jargon ‘freedom is me’ adalah bentuk hak asasi hakiki, sehingga tidak mau diatur oleh penciptanya, Allah Ta’ala.
Sungguh miris, peraturan buatan manusia telah meminggirkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT.
Persoalan seks di luar pernikahan, bukan semata karena faktor ekonomi termasuk pariwisata. Melainkan, persoalan akidah ummat Islam secara langsung. Islam memandang bahwa segala bentuk jalan menuju zina harus ditutup rapat. Sebab, ancaman kerusakan manusia dan lingkungan jauh lebih besar. Lebih jauh lagi, hal tersebut akan menjauhkan ridha Allah SWT.
Pada kehidupan yang kapitalistik saat ini, keadaan justru terbalik. Perilaku seks di luar nikah tumbuh subur. Bahkan, cenderung dianggap wajar, dengan dalih suka sama suka. Maka, untuk menghilangkan kehidupan rusak ini, butuh adanya penegakan aturan Allah, melalui penerapan syariah kafah dalam institusi khilafah.
Khilafah akan mengatur dan menjaga jiwa serta akidah masyarakatnya. Kita tak bisa berharap pada kapitalisme yang rusak dan merusak, jika menginginkan terwujudnya masyarakat yang memiliki peradaban unggul dan moral tinggi. Satu-satunya jalan adalah mengembalikan Islam sebagai the way of life, yaitu menjadikan syariat Allah SWT (Islam) sebagai standar dalam menimbang suatu perbuatan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ufairoh Maliha Sofwah.
Views: 13
Comment here