Opini

Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR, Tepatkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nana Juwita, S.Si.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Adanya kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR memperjelas bahwa mereka memang benar-benar mewakili rakyat dalam hal menikmati fasilitas rumah yang layak untuk dihuni, ditengah masyarakat Indonesia yang masih banyak tidak memiliki rumah dan merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Adanya kebijakan pemberian tunjangan rumah dinas anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang diterima anggota dewan. Tunjangan ini tentu diharapkan memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Namun melihat realita sebelumnya, dan realita anggota Dewan periode ini, akankah harapan rakyat dapat terwujud? Dan dapat mengoptimalkah kerja mereka?

Pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR juga disoroti oleh Seira Tamara selaku peneliti ICW yang menyampaikan, bahwa kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR Periode 2024-2029 merupakan bentuk pemborosan uang negara, diperkirakan total pemborosan anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar dari Rp1,36 triliun hingga Rp 2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar menyampaikan bahwa per bulan anggota DPR akan menerima tambahan tunjangan untuk perumahan sekitar Rp50-70 juta. Kemudian ICW melakukan kalkulasi dengan perkiraan tunjangan Rp 50 juta sampai dengan Rp 70 juta untuk 580 anggota DPR selama 60 bulan atau 5 tahun.(nasional.kompas.com, 11/10/2024)

Jelaslah, dengan adanya rumah jabatan anggota, tunjangan ini bisa menjadi satu pemborosan anggaran negara. Belum lagi persoalan lain yang muncul, seperti mempersulit pengawasan penggunaan dana tersebut. Terlebih dana ditransfer ke rekening masing-masing anggota dewan. Wajar jika ada anggapan tunjangan ini hanya memperkaya mereka. Yang membuat heran masyarakat mengapa negara seperti menganaktirikan rakyat dan memanjakan anggota DPR dengan tunjangan tersebut? ketika tunjangan yang diberikan juga dengan jumlah fantastis namun korupsi tetap juga terjadi dikalangan para wakil rakyat.

Atas dasar ini maka adanya tunjangan tersebut juga tidak menjamin mereka bekerja dengan semestinya. Sedangkan anggota dewan yang sejatinya mewakili rakyat dalam menyampaikan aspirasinya malah menjadi pihak yang membebani rakyat dengan segala bentuk kebijakan yang mereka buat untuk rakyat, hal ini membuktikan bahwa anggota DPR tidak memberikan kebijakan yang mampu menyejahterakan rakyat.

Tunjangan tersebut ironis jika dibandingkan dengan realita yang dihadapi rakyat hari ini, yang masih kesulitan memiliki rumah, bahkan ada ‘beban’ iuran Tapera bagi pekerja. Makin ironis ketika keputusan anggota dewan justru membuat rakyat makin susah hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan anggota DPR dalam sistem sekularisme Demokrasi tidak memberikan manfaat bagi umat, disaat umat kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, tidak jarang para pejabat ataupun anggota DPR tersebut memamerkan kehidupan mewah mereka, hal ini wajar karena sekularisme menjadikan manusia hanya memiliki satu tujuan yaitu hanya untuk mendapatakan kepuasan dari aspek materi semata, sehingga makin melupakan tugas pokok mereka.

Sejatinya disistem Demokrasi ini memang peran anggota DPR hanya sebatas menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara para penguasa dan pengusaha, sementara posisi rakyat hanya dibutuhkan untuk mendapatkan suara semata ketika pemilu tiba.

Dalam Islam, ada Majelis Umat, yang merupakan wakil rakyat, namun berbeda peran dan fungsi dengan anggota dewan dalam sistem Demokrasi. Anggota Majelis Umat murni mewakili umat, atas dasar iman dan kesadaran utuh sebagai wakil rakyat yang bertugas untuk menjadi penyambung lidah rakyat. Kesadaran ini menjadikan mereka fokus pada fungsi yang harus diwujudkan karena merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, dan bukan pada keistimewaan yang diberikan negara. Apalagi Islam juga memliki aturan terkait dengan harta, kepemilikan maupun pemanfaatannya.

Dengan demikian, Islam memberikan hak untuk setiap individu dalam hal menyampaikan pendapat (syura) atau memberikan masukan kepada Khalifah. Majelis Umat memiliki tugas dalam hal mengoreksi penguasa atas kepemimpinanya terlebih ketika Khalifah dianggap melanggar hukum syariat dalam mengurusi urusan rakyatnya. Begitupun seorang Khalifah dapat meminta pendapat kepada Majelis Umat terkait hal-hal yang bersifat teknis, atau Khalifah membutuhkan pendapat dari para ahli tertentu dalam hal meminta pandangan terhadap suatu persoalan yang dihadapi umat, kapasitas Majelis Umat hanya untuk Muhasabah lil Hukam, bukan untuk membuat aturan atau undang-undang yang malah merugikan rakyat seperti dalam sistem Demokrasi kapitalisme saat ini.

Sistem Islam bahkan membolehkan orang non-Muslim yang menjadi warga negara Daulah untuk menjadi anggota Majelis Umat. Hal itu dalam rangka untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman penguasa kepada mereka, atau pengaduan tentang buruknya penerapan Islam terhadap mereka, atau dalam masalah tidak tersedianya berbagai pelayanan bagi mereka, dan semisalnya.

Inilah gambaran fungsi dari majelis Umat dalam sistem Islam, tugas mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintah. keberadaan Majelis ini diambil dari aktivitas Rasul Saw yang sering meminta pendapat/bermusyawarah dengan beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Anshar yang mewakili kaum mereka. Rasul SAW juga sering meminta pendapat atau masukan dari para Sahabat seperti: Abu bakar, Umar, Hamzah, Ali, Salman al-Farisi, Hudzaifah, dll.

Begitupun pada saat Umar r.a menjadi Amirul Mukminin, ketika seorang wanita datang kepadanya karena Umar menetapkan bahwa mahar untuk wanita tidak boleh lebih dari 400 dirham. Kemudian wanita tersebut menolak keputusan Umar dan mengingatkan Umar dengan firman Allah (TQS an-Nisa:20) dan kemudian Umar berkata bahwa ‘ wanita itu benar dan Umar salah’.

Oleh karena itu sudah saatnya umat menyadari bahwa fungsi wakil rakyat disistem Demokrasi kapitalisme saat ini sejatinya tidak untuk memperjuangkan nasib rakyat, namun lebih kepada memenuhi kepentingan pribadi ataupun golongan, sehingga setiap regulasi yang mereka buat tidak berpihak kepada rakyat. Wallahu A’lam Bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here