Opini

Uang Rakyat Dipolitisasi demi Bansos

blank
Bagikan di media sosialmu

OLEH Novianti

wacana-edukasi.com, OPINI-– Pemilu tinggal hitungan hari, kampanye para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) semakin gencar. Setiap peluang digunakan untuk menarik dukungan. Tetapi sudah jamak, praktek kotor selalu menyertai setiap pesta lima tahunan ini. Seperti berita yang mengemuka yaitu pembagian bantuan sosial (Bansos) yang digelontorkan Presiden Jokowi sejak akhir tahun lalu.

Banyak yang menyoroti program ini telah dijadikan alat politik untuk mendukung salah satu paslon. Guru Besar Universitas Paramadina Prof. Didin S Damanhuri menilai indikasinya sangat jelas. Jumlah dana bansos yang digelontorkan terbesar sepanjang sejarah dan tanpa didukung data kemiskinan. Indikasi lain saat pendistribusian melibatkan para politisi partai bukan Kementerian Sosial. Bahkan, Mensos Tri rismaharini tidak hadir ketika bansos dibagikan. (mediaindonesia.com, 08/02/2024).

-Jejak Politisasi Bansos-
Presiden menanggapi tudingan politisasi bansos. Ia menjelaskan bantuan untuk memperkuat daya beli masyarakat yang terkena dampak El Nino. Bentuknya mulai dari bantuan beras 10 kilogram, BLT El Nino Rp200 ribu per bulan, dan yang terbaru adalah BLT mitigasi risiko pangan. Tetapi jejak politisasi bansos jelas terendus dilihat dari rentetan kebijakan sebagaimana dikutip dari bbc.com (30/01/2024).

Jika di telisik, kecurangan pemilu sudah diniatkan sejak awal. Hingga kini Prabowo masih menjabat Menteri Pertahanan dan pasangannya Gibran Wali Kota Surakarta sejak 2021. Sesuai PP Nomor 32 Tahun 2018, pejabat negara yang dicalonkan partai politik peserta umum atau gabungan partai politik sebagai Capres atau Cawapres harus mengundurkan dari jabatannya. Tetapi dengan terbitnya PP No. 53/2023, Prabowo dan Gibran tak perlu mundur dari jabatannya masing-masing.

Total anggaran bansos di 2024 mencapai Rp496,8 trilliun, jauh lebih tinggi dari anggaran tahun sebelumnya sebesar Rp433 triliun. Pada 21 November 2023, presiden mengumumkan perpanjangan periode bantuan yang semula sampai Desember 2023 menjadi Maret 2024. Keputusan diubah pada 9 Januari 2024, program bansos diperluas dan diperpanjang hingga Juni 2024. Sebelum ada evaluasi, program dipersingkat hanya sampai Maret 2024. Nama BLT El Nino pun berubah menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Bantuan sebesar Rp600.000 langsung disalurkan seluruhnya pada Februari di bulan pelaksanaan pemilu.

Para menteri yang masuk dalam tim kampanye Prabowo-Gibran menitip pesan agar memilih pasangan tersebut saat membagikan bansos. Bahkan, presiden rela blusukan membagi-bagikan bansos kepada masyarakat. Jelas ini praktek kecurangan karena mendompleng kegiatan-kegiatan besar yang melibatkan masa besar menggunakan sumber daya negara demi kepentingan seseorang atau kelompok. Padahal, bansos bukan bantuan presiden melainkan diambil dari pajak rakyat.

-Kecurangan Turun Temurun-
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Khoirunnisa Nur Agustrati mengatakan, penyalahgunaan bansos demi meraih dukungan pada salah satu paslon termasuk kategori politik uang saat masa kampanye. Tujuannya demi kepentingan meraih suara terutama dari para pemilih bimbang atau undecided voters yang jumlahnya menurut Survei Litbang Kompas pada Desember 2023 mencapai 28,7%.

Sebenarnya penggunaan bansos sebagai alat politik bukan hal baru. Jokowi hanya menduplikasi cara presiden sebelumnya. Menjelang pemilu 2009, SBY menyalurkan BLT sebesar Rp100.000 per bulan selama tujuh bulan. Kebijakan sama dilakukan SBY menjelang pemilu 2014 dengan memberikan BLSM selama empat bulan sebesar Rp150.000. Lalu pada 2019 Jokowi menyalurkan bantuan dengan nama beragam berjumlah Rp194,76 trilliun. (kompas.id, 04/02/2024).

Demikianlah pemilu dalam sistem demokrasi pasti diwarnai berbagai kecurangan. Sistem yang berdiri di atas ideologi sekuler tersebut, meniadakan agama dalam wilayah publik sehingga menghalalkan berbagai cara demi kekuasaan.

Di sisi lain, kelompok miskin yang umumnya kurang berpendidikan dan tidak memiliki kesadaran politik, mudah dimanfaatkan. Mereka cenderung berpikir pragmatis, hanya berpikir bagaimana bisa bertahan hidup. Akhirnya kerap jadi korban janji-janji manis para politisi setiap lima tahun sekali.

-Kemiskinan Terstruktur-
Kemiskinan merupakan persoalan yang ada hampir di setiap zaman. Namun, dalam sekuler kapitalis kemiskinan terstruktur. Di dalam sistem ekonomi kapitalis, tidak boleh ada intervensi termasuk oleh negara sekalipun. Setiap orang bebas berkompetisi, siapa yang kuat akan menang dan yang lemah pasti tersingkir. Akhirnya muncul 1% kelompok kaya dengan kekuatan modalnya menguasai sumber-sumber ekonomi. Sedang jumlah mayoritas 99% mengais dan memperebutkan remah-remahnya.

Negara hanya berperan sebagai regulator sedang kekayaan berputar pada segelintir orang. Kalaupun ada bantuan sosial bagi kelompok miskin, bersifat temporer dengan jumlah yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.

Ketimpangan dan kemiskinan pasti selalu abadi sepanjang penerapan sistem kapitalis. Orang-orang miskin dipelihara, dibiarkan bodoh agar dapat terus dimanfaatkan untuk kepentingan para kapital.

-Solusi Islam-
Berbeda dengan sistem Islam, penguasa berkedudukan sebagai pelayan rakyat dengan menerapkan syariat Islam. Ada beberapa mekanisme dalam sistem Islam untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan.

Pertama, memberikan akses pendidikan kepada semua warganya. Kemiskinan biasanya terkait dengan tingkat pendidikan. Ketika negara bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan, setiap orang berkesempatan mengubah kualitas hidupnya, bisa berdaya lalu bekerja dan memperoleh penghasilan.

Kedua, negara memberikan subsidi kepada rakyat tidak mampu yang diambil dari Baitul Mal. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Hasyr ayat 7, “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di tengah-tengah kalian.” Negara mendistribusikan kekayaan secara adil dan mengatur agar tidak hanya berputar di kalangan orang kaya.

Negara menjamin agar setiap individu terpenuhi kebutuhan dasarnya. Negara memiliki Big Data untuk memperoleh pemetaan penduduknya. Siapa yang terkategori miskin dan tidak miskin berdasarkan standar syariat.

Kedua, segala bentuk penimbunan baik uang maupun benda yang merugikan masyarakat diberantas. Roda ekonomi berputar dan pasar menjadi sehat. Rakyat pun sudah tidak lagi berpikir menyimpan banyak uang karena kebutuhan dasarnya dipenuhi negara. Berbeda dengan sistem kapitalis, banyak menimbun uang dengan alasan demi masa depan anak, biaya kesehatan, atau jaminan hari tua. Ini akibat negara berlepas tangan terhadap tanggung jawabnya.

Ketiga, tanah adalah milik rakyat sehingga tidak boleh dikuasai swasta baik dalam bentuk perorangan atau kelompok. Penguasaan terhadap tanah pertanian diatur dengan adil. Seseorang boleh menguasai tanah yang luas selama sanggup mengelolanya. Jika tidak sanggup, diberi tenggat atau deadline selama 3 tahun. Jika selama 3 tahun tanah tidak produktif, tanah diambil alih negara lalu diberikan kepada yang mampu mengelolanya.

Khatimah

Jika kita kembali pada sistem Islam, rakyat tidak hanya memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Tetapi juga akan dicerdaskan melalui pendidikan yang berbasis akidah Islam. Ekonomi tumbuh dengan sehat, pemerataan terwujud. Kantong-kantong kemiskinan tidak tumbuh menjamur seperti sekarang. Pemimpin tidak perlu pansos karena karena perlindungan dan kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab sepanjang masa memimpin.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here