wacana-edukasi.com– Indonesia negeri dengan mayoritas muslim tidak termasuk negara yang mengecam China atas kasus muslim Uyghur. Alasannya karena ingin memilih cara lain dalam membela Uyghur, dan ingin membalas sikap China yang tidak mencampuri urusan dalam negeri negara mitra dagang.
Teuku menceritakan, isu ini muncul pada Sidang Komite III Majelis Umum PBB Ke-76 di New York, 21 Oktober 2021. Saat itu, terdapat penyampaian 2 Join Statement (JS) oleh sekelompok negara mengenai isu Xinjiang (tempo.com 24/10/21).
Sejak 2017, etnis Uyghur diduga telah ditahan di Xinjiang barat laut China. Sekita 1 juta warga Kazakh, etnis Uyghur, dan minoritas lainnya diperkirakan PPB ditahan disana. Penelitian terbaru mengungkapkan ada 28 fasilitas penahanan yang digunakan dan telah diperluas sejak awal tahun lalu (merdeka.com 24/12/18).
Kamp pendidikan ulang Xinjiang adalah nama yang diberikan untuk kamp pengasingan yang dioperasikan oleh pemerintah lokal Xinjiang sejak tahun 2014 dan belum pernah terjadi sebelumnya sejak seorang pemimpin sekretaris komite partai garis keras, Chen Quanguo, mengambil alih wilayah itu pada bulan Agustus 2016. Kamp-kamp ini dioperasikan secara rahasia dan di luar sistem hukum; orang dapat dikurung tanpa pengadilan apa pun. Pemerintah setempat menahan ratusan ribu orang Uighur dan Muslim dari etnis minoritas lainnya di kamp-kamp pendidikan ulang ini, mengklaim bahwa penahanan adalah upaya untuk melawan ekstremisme dan terorisme.
Pada tahun 2014, Otoritas Tiongkok mengumumkan “perang rakyat melawan teror” dan pemerintah setempat memberlakukan pembatasan baru dan melarang jenggot panjang yang “tidak normal”, pemakaian kerudung di tempat umum, dan penamaan anak-anak untuk membesar-besarkan semangat keagamaan sebagai kampanye melawan terorisme dan ekstremisme.
Terorisme dan ekstremisme sendiri tak punya standar. Dari fakta yang ada bahwa Islam menjadi tersangka atas terosisme dan ekstremisme ini. Seseorang yang taat beragama dan baik akhlaknya justru termasuk terindikasi terorisme dan ekstreamisme. Telah ada bukti yang membeberkan kebengisan China terhadap etnis Uyghur. Mereka dipukuli, dipaksa minum pil yang menyebabkan mati rasa, dan para perempuannya diperkosa.
Sebagai seorang muslim haruslah membela saudara muslim lainnya yang tertindas. Sikap diam seperti ini diharamkan oleh syariat. Sikap semacam ini lahir dari cara pandang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), belenggu slogan internasional ‘non intervensi’ dan jeratan investasi asing yang membelenggu.
Kacamata Syara’
Islam mengenal konsep persaudaraan yang dikenal dengan ukhuwah. Secara bahasa, ukhuwah berasal dari kata akha yang makna dasarnya berarti “memberi perhatian”. Arti akha kemudian berkembang menjadi saudara atau kawan.
Seorang muslim harus menganggap muslim lainnya sebagai saudaranya tanpa memandang latar belakang keturunan, kebangsaan, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Inilah yang diperintahkan Allah pada seorang muslim.
Dalam kasus Uyghur, seluruh muslim dunia seharusnya membela dan berusaha membebaskan saudaranya yang disiksa oleh orang yang beragama lain. Tak terkecuali Indonesia yang seharusnya lantang membela muslim Uyghur karena negeri ini muslim terbesar dan pembelaan sesuai tuntunan syara adalah dengan memutus hubungan dagang-politik dengan China. Dan mengirimkan kekuatan muslim untuk menolong muslim Uyghur yang terjajah di tanah miliknya sendiri.
Maka dari itu, penerapan sistem Islam secara kaffah adalah hal yang harus segera dilakukan untuk bisa mempersatukan seluruh kekuatan muslim dunia dalam satu wadah. Dengan bersatunya seluruh muslim akan bisa membebaskan saudara muslim lainnya yang terjajah. Lantas mengapa kita tak segera menerapkannya?
Leni Setiani
Views: 3
Comment here