Opini

UKT Memanas, Visi Pendidikan Tidak Jelas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nur Khalifah ( Smart Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sedang menjadi perbincangan yang “panas” di negeri ini. Dimulai dengan kenaikan yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN), seperti di di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Mengutip CNNIndonesia, Sekretaris Diktorat Jendral Pendidikan Tjitjik menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain. Sebab, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.

Mengenai banyaknya protes soal UKT, Tjitjik menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.

Sangat disayangkan perkataan tersebut telontar dari seorang Sekretaris Dirjen Dikti. Seolah-olah pendidikan diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu saja! Inilah akibat penerapan sistem pendidikan kapitalistik, yaitu pendidikan yang berorientasi pada pasar dan visi pendidikan yang tidak jelas. Mau dibawa kemana pendidikan kita? Padahal pendidikan adalah sesuatu hal yang sangat penting dan menjadi kebutuhan dasar yang seharusnya di tanggung negara. Tapi apalah daya sistem yang diterapkan serba materi, sehingga pendidikan pun bisa menjadi ladang bisnis. Sungguh miris. Berharap pendidikan berkualitas di sistem sakit hanya dongeng belaka!

Seluruh biaya yang ada di PTN merujuk pada Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Perubahan PT menjadi PTN BH ikut berpengaruh dalam menentukan UKT. Salah satu hal yang mempengaruhi konsesi PT adalah adanya program WCU (World Class University) yang mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu yang tentu membutuhkan biaya yang mahal, termasuk konsep triple helix yang menjalin kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan perguruan tinggi. Sehingga membuat orientasi tak lagi pendidikan , namun lebih banyak memenuhi tuntutan dunia industri.

Bagaimana mau melahirkan generasi penerus yang berkualitas, jika untuk mengenyam pendidikan saja dipersulit? Mau berharap apa dengan sistem sekuler kapitalisme saat ini? Sistem yang diambil dari aturan manusia yang memisahkan agama dengan kehidupan, sehinga membebaskan manusia untuk memiliki dan meraih kebebasan tanpa aturan syariat. Termasuk dibawa ke dalam sistem pendidikan dan seluruh aspek kehidupan.

Perbandingan cara pandang Islam dan segala aturannya dengan sistem kaptalisme sungguh berbanding terbalik. Dalam Islam, pendidikan menjadi salah satu kebutuhan pokok (Premier) bukan tersier yang menjadi tanggung jawab negara, sehingga biaya pun ditanggung oleh Negara. Negara Islam tidak mengambil keuntungan dari rakyat. Pendidikan di dalam sistem Islam murah, bahkan sangat mungkin gratis. Islam tidak memandang miskin atau kaya, non muslim atau Muslim, semua individu rakyat mendapatkan kesempatan yang sama dan adil untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari semua jenjang.

Di dalam sistem Islam, peran Negara adalah sebagai pelayan umat, bukan regulator untuk memuaskan para penguasa yang mengatur sesuai kepuasannya semata. Sehingga Islam mampu merealisasikan pemenuhan kebutuhan dasar umat, termasuk kepada kebutuhan dalam sistem pendidikan. Oleh karna itu, mengatasi problem yang sistemik butuh solusi yang sistemik yang mengakar dan menyeluruh tidak setengah-setengah.

Negara Islam memliki sumber pemasukan yang banyak sehingga akan mampu menyediakan Pendidikan berkualitas dan mencetak generasi peradaban yang mustanir dan cemerlang. Sumber pembiayaan pendidikan bisa berasal dari berbagai sumber, bisa dari baitulmal, wakaf, atau individu kaya yang mampu secara mandiri. Di dalam Islam ada kepemilikan umum dari sumber daya alam seperti tambang, ghanimah, fa’i, kharaj, jizyah, pajak khusus sumber pendapatan dari pajak, Islam tidak serta merta langsung mengambil pajak pungutan, tapi hanya ketika dibutuhkan pada saat uang kas baitulmal kosong atau sedang panceklik saja dan pajak dikenakan pada orang yang mampu dan pada laki-laki yang masih muda saja. Selain itu, Islam memberikan pembangunan yang terbaik seperti infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan terbaik untuk menyejahterakan pengajar/pegawai dan rakyat.

Pendidikan tinggi dalam Islam bertujuan untuk membangun kapasitas keilmuan, bukan memenuhi tuntutan industri, mencetak generasi berkualitas bukan generasi micin, mengatasi problematika kehidupan bukan mempersulit rakyat dengan aturan menyekik, Islam juga melarang keras dengan adanya campur tangan atau bahkan pengalihan pembiayaan pada korporasi. Dengan penerapan menyeluruh ini, Khilafah akan mengantarkan pendidikan kea rah yang jelas dan benar yaitu membentuk generasi peradaban emas dan unggul yang mustanir, menciptakan kehidupan yang terbebas dari belenggu kebodohan dan kemiskinan.

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah pernah mengatakan, “Sesungguhnya di antara hikmah Allah Taala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin, dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya. Bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zalim, penguasa mereka akan ikut berbuat zalim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya.”

Wallahu Alam Bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 32

Comment here