Oleh. Imas Sunengsih, S.E., M.E. (Aktivis Muslimah Intelektual)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Ulama dalam sistem Kapitalistik hari ini telah banyak terjebak, seakan ulama hanya dijadikan alat untuk melegitimasi sebuah kebijakan, padahal kebijakan tersebut telah merugikan rakyat atau bahkan melanggar syariat. Bahkan baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
Dikutip dari laman CNN Indonesia, izin tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. “Penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak peraturan pemerintah ini berlaku, “tulis pasal 83A ayat 6 beleid tersebut. (CNN.Indonesia.8/6/2024)
Namun, tidak semua ormas mau mengelola tambang. Contohnya, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menolak untuk ikut dalam pengelolaan tambang. Sedangkan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sangat berminat bahkan sudah mengajukan izin. Ormas Islam terbesar di Indonesia ini, merupakan ormas yang terdapat banyak ulama didalamnya, tapi sangat berminat untuk mengelola pertambangan. Apa jadinya jika peran ulama beralih fungsi, ulama yang notabenenya Warosatul Ambiya (Pewaris para nabi) yang menjadi pencerah bagi umat kini sibuk dalam pengelolaan tambang yang itu bukan menjadi kewajibannya.
Sistem kapitalisme yang telah diterapkan di negeri ini telah banyak menjebak kaum muslim terutama ulama, sistem ini berasal dari akidah sekulerisme yang menjauhkan kaum muslimin dari agamanya yakni Islam. Sekularisme telah memisahkan agama dari kehidupan, sehingga syariat Islam banyak dicampakkan. Padahal dalam sistem Islam terdapat aturan yang rinci dan detail, mulai dari urusan terkecil sampai urusan terbesar seperti urusan pengelolaan tambang ini, telah diatur dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, tambang merupakan kepemilikan umum sehingga hasil dari pengelolaannya akan dinikmati oleh umum. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Lalu siapa yang akan mengelolanya?, yaitu negara sebagai pihak regulator yang akan mengelola kepemilikan umum ini, sehingga hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Ketiga perkara ini tidak boleh dikuasai oleh pihak swasta atau pemerintah, negara disini sifatnya hanya mengelola. Tambang termasuk kedalam api pastinya sumber energi yang bersifat berlimpah, sudah dipastikan pengelolaan dalam syariat diserahkan kepada negara bukan pada ormas. Kebijakan pengelolaan diserahkan kepada ormas merupakan kebijakan yang keliru, perlu dikaji kembali sehingga tidak merugikan rakyat dan melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh sistem Islam.
Apalagi peran ulama yang notabenenya sebagai pencerah umat harus kembali kepada maqomnya yaitu sebagai ulama pewaris nabi yang akan senantiasa memberikan nasihat kepada penguasa yang lalai atau melanggar syariat Islam, beramar makruf nahi mungkar, sebagai panutan yang akan menjadi contoh dalam perjuangan dalam menegakkan kebenaran, menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan yang Haq dan suaranya harus santer terdengar terhadap setiap kebijakan dzolim penguasa.
Jika ulama hari ini dekat dengan penguasa bisa jadi akan dikendalikan oleh sistem kapitalisme, maka akan berbahaya bagi umat. Ulama akan lebih cinta kepada dunia dan tersibukan dengan urusan dunia, juga telah melanggar ketetapan syariat dalam pengelolaan tambang. Maka, kaum muslim harus sadar untuk mengembalikan pemahaman Islam kepada pemikirannya, jangan sampai memilih ulama yang lebih mencintai dunia daripada memperjuangkan syariat Islam. Kaum muslim harus bangkit dari keterpurukannya, segera mengembalikan syariat Islam sebagai satu-satunya solusi problematika umat yang sedang terjadi hari ini. Ulama pun harus sadar akan kewajibannya dengan keilmuan yang dimiliki, sudah seharusnya lebih mengutamakan perjuangan tegaknya sistem Islam kafah, agar sistem yang rusak hari ini segera tumbang.
Peradaban kapitalisme sudah menunjukkan kehancurannya, tinggal menunggu waktu yang tidak akan lama lagi. Artinya harus ada yang akan digantikan oleh peradaban yang baru yaitu dengan peradaban Islam yang agung, inilah peradaban yang mulia, peradaban yang mampu menjadi mercusuar dunia, sekaligus menjadi negara adidaya yang akan ditakuti oleh penjajah. Kaum muslimin akan memiliki Khalifah sebagai perisai, ulama akan bersinergi dengan pemimpin yang menerapkan sistem Islam kafah dalam institusi khilafah ala minhaj nubuwwah, dan ulama akan menjadi rujukan umat Islam dalam ilmu. Luar biasa, sistem Islam kafah akan menciptakan semua keadaan menjadi Gilang gemilang yang tidak akan pernah ditemukan dalam sistem atau ideologi manapun di dunia.
Wallahu’alam bish shawab
Views: 8
Comment here