Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Pendidik Generasi)
Belum usai kabar duka atas penusukan ulama sekaligus pendakwah Syekh Ali Jaber pada Ahad, 13 September lalu, sehari setelahnya kabar duka datang dari seorang imam Masjid Nurul Iman Kelurahan Tanjung Ranci Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Muhammad Arif (61) yang dinyatakan meninggal dunia lagi-lagi aksi pembacokan.
Mirisnya, imam yang juga ketua Masjid Nurul Iman itu dibacok sesama pengurus masjid yang merupakan rekannya sendiri Yudin (49) karena perkara kotak amal masjid. Wakil ketua Masjid Nurul Iman Abu Nawas mengungkapkan, korban meninggal di rumah sakit umum pusat Muhammad Khoizin Palembang hari Senin, 14 September 2020.
Sedangkan yang menimpa Syekh Ali Jaber, pelaku langsung diamankan petugas dan saat ini sudah berada di Polsek Tanjungkarang Barat, Lampung. Syekh Ali sendiri telah mendapatkan pengobatan dan perawatan akibat luka tusukan yang cukup dalam. Mirisnya, menurut pemberitaan terakhir pelaku penusukan alami gangguan jiwa.
Dua kejadian di atas bukanlah ulama yang pertamakali dan kedua kalinya mendapatkan serangan. Pada April 2018 seorang imam di Sidoarjo juga diserang oleh orang yang mengalami gangguan jiwa. Setahun kemudian, nyawa seorang imam masjid di Jambi terenggut akibat ditusuk oleh orang yang mengidap gangguan jiwa.
Betapa anehnya negeri ini, seorang ulama yang aktivitas sehari-harinya mulia karena penuh ikhlas mendakwahkan Islam untuk menjaga akidah umat, justru diserang. Keanehan berikutnya, pelaku selalu diidentifikasi sebagai orang yang sedang sakit jiwa. Seolah memberi pemakluman atas tindak kriminal karena dilakukan oleh orang yang tidak waras.
Sulit untuk dipercaya, bagaimana mungkin orang sakit jiwa mampu membawa-bawa senjata tajam apalagi sampai naik ke atas panggung dan menusukkan senjata ke orang tertentu? Bukannya yang biasa dibawa oleh orang sakit jiwa itu karung berisi sampah? Dari mana pula orang sakit jiwa bisa mendapatkan atau menyiapkan senjata tajam? Sungguh aneh!
Terlalu lugu bila aksi penusukan dan pembacokan tersebut adalah orang gila. Kejadian ini dengan jelas menunjukkan kegagalan negara menjaga keamanan bagi rakyatnya. Sarkasnya, negara telah gagal mengurus orang gila. Orang gila saja gagal diurus, apalagi mengurus negara dan memberi rasa aman pada seluruh rakyat.
Dari kejadian ini, menjadi bukti bahwa ternyata pelaku penusukan dan pembacokan bukanlah santri-santri hafal Qur’an yang berparas good looking, pelakunya juga bukan dari kelompok radikal intoleran yang sering disebut-sebut. Jadi, melabeli saudara sendiri sesama umat Islam dengan label negatif hanyalah sia-sia dan sikap yang jauh dari ajaran Islam.
Sebagai rakyat, umat sudah cukup lelah menahan beban hidup di tengah wabah, mengadu dan meminta pertolongan pada pemerintah justru direspon dengan kebijakan yang makin zalim dan menyengsarakan rakyat. Kini umat harus menahan duka melihat ulama yang senantiasa hadir di tengah-tengah mereka mendapat penyerangan dan persekusi. Sudah cukup, jangan lagi menambah daftar dosa dengan menyakiti hati umat Islam.
Ulama dan umat hanya butuh perlindungan yang sebenar-benarnya perlindungan. Tidak hanya sekedar janji tapi bukti. Dan bukti-bukti perlindungan ini tidak pernah ditemukan pada sistem kapitalisme. Karena sistem ini berpihak pada pemilik modal, dan pemilik modal dari sistem ini adalah orang-orang kafir yang benci Islam. Jadi sudah dapat dipastikan siapa yang dilindungi, siapa yang difitnah sudah sangat jelas.
Dan perlindungan itu hanya ada di dalam sistem Islam. Dalam Islam Rasul saw mengibaratkan ulama sebagai lampu-lampu bumi. Artinya, ulama itu bertugas menerangi kehidupan umat dari kegelapan. Sebagai penerus para nabi, ulama bertugas melanjutkan dakwah dan menegakkan yang makruf dan mencegah yang mungkar. Mereka mewarisi ilmu para nabi, menjaga dan menyampaikannya kepada umat, agar senantiasa memiliki akhlak yang mulia.
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka dapat menjaga dirinya.” (QS At-Taubah [9]: 122).
Bahkan dalam Islam menyampaikan kritik terhadap penguasa itu adalah anjuran. Sebab untuk mengontrol kinerja penguasa apakah adil dan tidaknya. Jadi para ulama yang berdakwah menyampaikan kebaikan itu akan didukung sepenuhnya baik secara fasilitas dan kualitas, bukan malah dipersekusi dan bahkan diserang secara fisik seperti yang terjadi baru-baru ini.
Jadi, untuk semua hal apapun yang telah terjadi, kita doakan semoga para ulama yang Istiqamah mendakwahkan Islam di negeri ini senantiasa dilindungi oleh Swt. Dan memberikan semangat bagi kita semua umat Islam untuk terus memprioritaskan perjuangan Islam kaffah di tengah-tengah rintangan dan fitnah. Tetap berdiri tegak dalam perjuangan sehingga berbagai fitnah kepada kaum muslimin selama ini segera usai.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 4
Comment here