Opini

Ulama Wajib Menentang Kezaliman

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nilawati Wahab

Wacana-edukasi.comMUI sebagai representasi ulama di tanah air merupakan lembaga independen yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia. MUI sendiri berdiri pada tanggal 26 Juli 1975, di Jakarta. Sejak didirikan sudah beberapa kali terjadi pergantian pengurus.

Akhir tahun 2020 pucuk pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berganti kembali. Kepengurusan MUI dipilih oleh tim formatur yang berasal dari pimpinan MUI, sejumlah Ketua MUI wilayah, unsur ormas, perguruan tinggi hingga pesantren. Tim formatur menetapkan Miftachul Akhyar sebagai ketua umum MUI periode 2020-2025.

Sejumlah nama baru muncul dan wajah lama hilang. Misalnya, nama Din Syamsuddin, mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir. Keempat mereka itu dikenal sebagai tokoh yang keras mengkritik pemerintah. Selain itu Din aktif di koalisi Aksi menyelamatkan Indonesia (KAM).

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, dominasi dan kekuatan Ma’ruf Amin di MUI sangat kentara. Membuka dugaan kuat campur tangan pemerintah di payung besar para ulama tersebut (CNNIndonesia.com, Jumat (27/11).

Dengan kejadian itu jelas sistem sekuler makin kuat dan dominan mewarnai pengambilan kebijakan di negeri ini. Tidak bisa dipungkiri, bahwa negeri yang mayoritas berpenduduk muslim tunduk pada sistem sekuler. Suatu sistem dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Agama dianggap hanya ada di tempat ibadah saja. Sedang dalam masyarakat maupun bernegara agama disingkirkan.

Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil ilmu, berarti telah mengambil bagian yang banyak lagi sempurna.” (HR Abu Dawud)

Lewat lisan ulama, ajaran Islam berkembang dan terkawal. Ulama sejati sangat dibutuhkan untuk perbaikan negeri dan umat, ulama yang lisannya basah oleh zikir kepada Allah Swt. sehingga tak sempat berujub diri. Ulama yang terdepan menentang kezaliman dan berpihak pada yang lemah. Ulama yang tak terbeli kekuasaan dunia, pun tanpa pesanan sana sini. Ulama yang mengalir dalam darahnya jiwa kesatria.

Tak berlebihan jika Abu Muslim Al-Khaulani menyimpulkan, “Ulama di muka bumi ini bagaikan bintang-bintang di langit. Apabila muncul, manusia akan diterangi jalannya dan bila gelap manusia akan mengalami kebingungan.”

Merekalah para ulama yang takut kepada Allah, seperti firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Q.S. Fathir [35]: 28)

Ulama sebagai Garda Terdepan

Peta perpolitikan saat ini memang banyak mengundang polemik di kalangan umat. Melihat sepak terjang rezim hari ini, maka wajar dan sangat beralasan ketika umat memiliki pandangan seperti para pengamat di atas. Fakta terpampang nyata ketika rakyat, ormas, ataupun ulama yang tak sejalan dengan apa maunya rezim maka akan dipinggirkan. Yang lebih disayangkan jika ada ulama kritis dengan berbagai kebijakan para Tuan-Puan, maka bisa saja akan dipersekusi atau dikriminalisasikan.

Maka sangat disayangkan jika MUI sendiri sebagai organisasi independen, malah disetir oleh berbagai kepentingan dan malah akan meligitimasi berbagai kebijakan dari rezim yang tidak sejalan dengan Islam.

Adapun ulama yang berani menyuarakan kebenaran di depan penguasa zalim, seperti ulama Hasan al-Bashri yang berani menentang penguasa Hijaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, penguasa Irak yang zalim di zamannya. Ia berani mengungkap keburukan perilaku penguasa tersebut di hadapan rakyat dan menyampaikan kebenaran di hadapannya.
Ucapan beliau yang sangat terkenal, “Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari para pemilik ilmu untuk menjelaskan ilmu yang dimilikinya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.” Sebab keberaniannya, menjadikan beliau menanggung penderitaan.

Melihat kondisi hari ini, sudah seharusnya ulama sebagai garda terdepan dalam beramar makruf nahi mungkar dan tak boleh gentar. Justru harus ada kesadaran bahwa ulama wajib mencontohkan sikap menentang kezaliman dan muhasabah lil hukkam (makna politik dalam Islam).

Ulama yang Dirindukan Umat

Tentu semua berharap dan merindukan adanya ulama-ulama yang menjadikan akhirat sebagai tujuan, menjadikan dunia hanya sebagai “kuda tunggangan”, bukan sebaliknya.
Semua rindu ulama yang hanya takut kepada Allah.

Sejatinya ulama yang lantang dalam menyuarakan kebenaran dan keras perlawanannya terhadap kezaliman, adalah ulama hanif yang harus dimuliakan. Ulama adalah pewaris Nabi. Mereka sejatinya merupakan perpanjangan tangan Rasulullah saw. dalam menyebarkan dakwah Islam ke seluruh alam. Sehingga memuliakan dan mengikuti dakwah para ulama lurus, hakikatnya merupakan manifestasi memuliakan Rasulullah saw. dan ajarannya.

Hari ini juga umat merindukan sosok ulama yang ikhlas berjuang dengan pengorbanan yang maksimal, supaya bisa mengeluarkan umat dari kegelapan jahiliyah modern, derita dalam sistem sekuler-liberal, menuju cahaya Islam. Jadi, kewajiban kita terbesar hari ini adalah mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah umat dengan menegakkan seluruh syariah Allah Swt. dan mencampakkan sistem sekuler yang berlangsung saat ini.

Peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab para ulama dalam upaya membangkitkan umat menuju tegaknya kembali ‘ izzul Islam wal muslimin sangatlah besar. Untuk mewujudkan itu semua hanya bisa dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam semua aspek kehidupan dalam daulah khilafah, insyaAllah.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 22

Comment here