Oleh: Bunda Dee (Member Akademi Menulis Kreatif)
wacana-edukasi.com– Saat ini sedang hangat dibicarakan di berbagai media di Indonesia wacana moderasi agama. Moderasi agama dianggap perlu disosialisasikan karena realitas bangsa Indonesia yang multikultural dan multireligius di alam demokrasi yang penuh dinamika. Atas dasar inilah wacana moderasi terus digalakkan agar dianggap penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Moderasi agama diaruskan secara masif diperkuat dengan nas-nas syariat yang maknanya ditafsirkan sedemikian rupa lalu didakwahkan oleh ulama-ulama suu yang diberi panggung oleh media-media mereka sehingga tampaklah “Islam Jalan Tengah” sebagai jargonnya adalah wujud Islam yang benar.
Hal ini juga disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mewujudkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat manusia dan kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip yang adil dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Untuk memuluskan moderasi ini perlu disamakan persepsi tentang program ini. Salah satunya yang diadakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung.
Dilansir dari pasjabar.com. Rabu,10 November 2021, MUI Kabupaten Bandung mengadakan _halaqah_ yang bertujuan mempertegas pemahaman yang harus dimiliki kaum muslimin dalam beragama dengan melihat pesan jalan tengah yang berkeadilan (Wasathiyah) yang dianggap sebagai cara bijak dalam memahami dan menerapkan pesan-pesan ilahiyah. Melalui _halaqah_ ini diharapkan dapat menyamakan pemahaman dalam beragama sehingga memperkuat kebersamaan kaum muslimin.
Dalam _halaqah_ itu diundang tiga pembicara yang kompeten di bidangnya yaitu: Bupati Bandung H.M Dadang Supriatna. Beliau mengkomunikasikan kebijakan pemerintahannya bagi pertumbuhan moderasi beragama. Ketua Bidang Dakwah MUI Pusat K.H M. Cholil Nafis, Lc yang memperkuat kebijakan bupati dengan inspirasi normatif theologi. Dan Kepala Pusat Litbang Kemenag RI Prof. Dr. H.M Adlin Sila, MA sebagai penopang kebijakan bupati. Para tokoh tersebut meneguhkan komitmennya untuk berperan dan bertanggung jawab mengawal praktik moderasi beragama di Kabupaten Bandung.
Wacana Moderasi
Bila kita detili lebih dalam, benarkah dengan moderasi agama dapat menyatukan umat yang dianggap bercerai berai atau ada kepentingan lain di balik semua ini?
Tidak bisa kita pungkiri bahwa ada skenario besar diaruskannya wacana moderasi oleh musuh Islam yang ingin mempertahankan hegemoninya di dunia. Mereka ingin sistem kapitalis neoliberalis tetap bercokol terutama di negeri-negeri Islam. Setelah umat merespon negatif strategi mereka tentang terorisme dan radikalisme, mereka merancang strategi moderasi agama sebagai senjata baru untuk menyerang Islam dan menjauhkan mereka dari Islam kaffah. Proyek baru ini merupakan kelanjutan dari proyek-proyek jahat sebelumnya. Sayangnya proyek jahat ini berhasil memukau sebagian kalangan termasuk ulama dan cendikiawan, karena mereka menarasikan Islam dengan istilah Islam ramah dengan jalan tengah (moderat) tidak ke kiri atau liberal dan tidak ke kanan atau radikal.
Proyek ini pun memaksa kaum muslimin menilai dan mendefinisikan Islam dengan sudut pandang Barat. Yakni Islam yang kompromi dengan nilai mereka, tidak menyerang dan toleransi terhadap pandangan hidup mereka serta siap meninggalkan syariat atas nama modernitas, kesetaraan dan perdamaian dunia. Padahal jelas barat ingin menjauhkan umat dari dari identitas hakikinya sebagai umat terbaik. Sebagai mana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”
Menyamakan persepsi moderasi adalah menyamakan persepsi untuk merusak Islam
Penanaman nilai toleransi berbasis paham sekularisme dan pluralisme atas nama moderasi juga membuat ajaran Islam terkebiri dari jati dirinya yang asli yaitu sebagai petunjuk dan solusi dari problema hidup, bukan hanya untuk umat Islam sendiri tapi umat manusia secara keseluruhan sebagai rahmatan Lil alamin.
Namun ketika umat tidak memahami Islam sebagai pandangan hidup (mabda), menjadikan mayoritas ulama tidak mampu menangkap penyesatan di balik moderasi. Akhirnya mereka mudah terbawa arus. Padahal sejak masa Rasul Saw dan para sahabat tidak dikenal istilah moderasi. Seharusnya ulama sebagai pewaris nabi membimbing umat agar berislam sebagaimana Islam yang dibawa Nabi. Ketika ada wacana menyamakan persepsi moderasi agama artinya mereka sedang menyamakan persepsi tentang merusak Islam. Karena moderasi adalah senjata baru Barat yang mengarahkan Islam sejalan dengan nilai kapitalisme sekuler. Dengan cara itu Barat berupaya mengamankan posisinya dan menancapkan imperialismenya dalam waktu yang lebih panjang.
Islam Menyatukan Umat
Bagi umat Islam yang peka, moderasi beragama tidak bisa dianggap biasa. Selain ada sisi politis yakni melanggengkan penjajahan juga menyasar hal-hal yang sangat prinsip dalam Islam. Sampai kapan mereka terus membodohi umat, bahkan para ulama dan cendikiawanpun diperalat. Padahal kunci kebaikan dan solusi kehidupan ada pada agama, yaitu Islam Ideologi yang sempurna. Kemulian sejati hanya ada pada Islam.
Sejarah justru mencatat syariat Islam yang diterapkan secara kaffah oleh Daulah Islam menjadi kunci sukses penyatuan berbagai bangsa, ras, bahasa dan agama di dunia. Daulah Islam menjadi satu-satunya negara di dunia yang mampu mewujudkan toleransi hakiki. Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama dan kultur yang berbeda-beda selama berabad-abad lamanya. Semoga para ulama ideologi dan para pengemban dakwah tetap istiqamah dalam perjuangannya walau tantangan semakin berat. Hingga berharap kemenangan Islam hakiki segera terwujud.
Wallahu a’lam bi ash shawwab.
Views: 21
Comment here