Oleh Titin Kurniati
Wacana-edukasi.com, OPINI– Berdasarkan laporan dari antaranews.com (Jum’at, 8/11/2024), bencana banjir di daerah Bandung, Jawa Barat adalah salah satu hal yang disebabkan oleh faktor alam yakni tingginya curah hujan. Akan tetapi jika mitigasinya mampu ditingkatkan dan dimaksimalkan dengan baik, maka seharusnya bencana ini mampu ditanggulangi. Bencana banjir telah terjadi di daerah Banjaran wetan, kabupaten Bandung, Jawa Barat pada hari Rabu, 6/11/2024, dan banjir tersebut bukan hanya banjir biasa tetapi banjir bandang. Berdasarkan data BPBD terdapat 500 KK dan 20 rumah yang mengalami kerusakan di desa Banjaran, kecamatan Banjaran. Hal ini dikarenakan derasnya hujan dan luapan sungai Citalutug.
Bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah tanah air yaitu memang salah satunya disebabkan oleh faktor alam dan derasnya curah hujan. Masyarakat pun telah memahami bahwa banjir merupakan fenomena yang berulang yang bisa diprediksi yakni curah hujan yang sangat tinggi di musim hujan. Bahkan teknologi pun sudah bisa memperkirakan kapan dan waktu terjadinya curah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi sehingga seharusnya masyarakat dan pemerintah mampu berjaga-jaga. Namun mengapa banjir masih tetap terjadi dan tidak bisa diantisipasi sehingga mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi masyarakat?
Karena itu mitigasi bencana banjir sangatlah penting karena merupakan upaya untuk mengurangi resiko banjir. Mitigasi bencana banjir ini seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah banjir terjadi. Salah satu hal yang termasuk mitigasi sebelum banjir terjadi yaitu pembangunan yang bisa mencegah meluasnya banjir. Ataupun sebaliknya mampu memperparah terjadinya banjir.
Contohnya adanya larangan pembangunan di pemukiman yang rawan banjir. Bisa pula dengan melakukan revitalisasi sungai dengan mengeruk sungai dari sampah dan membuang sampah kepada tempat yang benar yakni pada TPA yang seharusnya menanggulangi sampah sehingga daya tampung sungai bisa menjadi optimal dan tidak akan meluap saat banjir terjadi. Selain itu sebelum terjadinya bencana seharusnya masyarakat telah mendapatkan informasi yang cukup dari pemerintah. Bukan sekadar pemberitahuan evakuasi saja namun juga segala jenis persiapan yang harusnya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri seperti misalnya menyimpan barang-barang yang dianggap penting sehingga mudah dievakuasi dan juga menyelamatkan keluarga yang lemah fisik terlebih dahulu misalnya balita, lansia, orang sakit dan lain sebagainya.
Mitigasi juga perlu dilakukan untuk memudahkan masyarakat mengetahui informasi tempat pengungsian. Sangat perlu adanya informasi mengenai di mana saja letaknya tempat pengungsian dan juga bagaimana cara menuju tempat pengungsian tersebut. Begitu pula perlu adanya penjelasan mengenai barang-barang yang perlu dibawa ke tempat pengungsian dan cara mengantarkan kembali warga ke rumah masing-masing, membersihkan rumah setelah bencana terjadi dan memperbaiki sarana publik lainnya.
Dengan adanya mitigasi yang seperti ini seharusnya bencana banjir serta longsor bisa diminimalkan sehingga tidak meluas dan penyelesaiannya pun bisa lebih cepat sehingga warga tidak perlu lama-lama mengungsi dan aktivitas serta perekonomian pun mampu berjalan normal dan pulih kembali. Namun sayangnya di negara ini selalu saja gagap ketika terjadi bencana banjir. Terkadang seringnya penguasa dan negara mengalaskan keterbatasan dana sebagai penyebab kegagapan penyelesaian situasi bencana tersebut.
Sehingga dampak dari kegagapan negara ini mengakibatkan masyarakat mengalami penderitaan yang berkepanjangan karena mereka harus kehilangan harta benda, mengalami kerusakan rumah, dan ada pula yang harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk memperbaiki rumah dan perabotannya yang terendam. Negara pun terkesan tidak peduli dengan nasib korban banjir karena dianggap sudah biasa setiap tahunnya mengalami fenomena seperti ini. Negara bahkan tidak menjamin kebutuhan pangan korban banjir. Seringkali yang berperan dalam memberikan bantuan untuk korban banjir seperti ini adalah masyarakat itu sendiri yang secara swadaya dan menurunkan banyak relawan yang rela bersusah payah menolong korban bencana banjir tersebut. Sedangkan bantuan dari pemerintah justru tidak ada. Ini membuktikan bahwa rezim dan negara sangat absen dalam tugasnya mengatasi bencana-bencana yang semacam ini. Benarkah negara kekurangan dana dan tidak mampu mengurus rakyatnya?
Sangat berbeda dengan negara Islam yang memiliki prinsip bahwa negara adalah raain atau pengurus rakyat yang wajib bertanggung jawab terhadap seluruh nasib rakyatnya termasuk pada saat terjadinya bencana banjir ataupun bencana lainnya. Di dalam negara khilafah Islamiyyah, penguasa Islam atau khalifah akan bersungguh-sungguh melakukan mitigasi bencana secara disiplin sehingga mampu meminimalkan resiko akibat bencana banjir. Khalifah akan mengarahkan segala sumber daya dan rencana penanggulangan bencana banjir yang semaksimal mungkin meskipun untuk hal tersebut membutuhkan dana yang sangat besar. Biaya untuk menanggulangi bencana banjir ini pun diambil dari Baitul Mal sehingga negara tidak akan melimpahkan tanggung jawabnya pada swadaya masyarakat berapapun dana yang dibutuhkan.
Dalam negara Islam hal ini mudah dilakukan karena khalifah memiliki sumber pemasukan untuk mengurus rakyat dari Baitul Mal yang berasal dari pemasukan yang beragam. Sehingga rakyat pun tidak perlu khawatir akibat ketidaktersediaannya dana untuk bencana alam. Dalam sistem Islam tidak akan ada model APBN seperti dalam sistem kapitalisme saat ini yang bersifat tuntutan ataupun pajak yang sesungguhnya hukumnya haram dalam Islam sehingga kadang pemerintah menuntut dana dari masyarakat namun tidak mampu mengurus nasib masyarakat dengan benar. Bahkan mengurus bencana alam pun dananya tidak mencukupi.
Demikianlah keunggulan sistem Islam dalam menjalankan mitigasi bencana dan menanggulanginya dengan semaksimal mungkin sehingga tidak akan merugikan rakyat, dan membuktikan peran penguasa yang luar biasa dalam mengurus rakyatnya. Wallahu’alam bisshawwab.
Views: 20
Comment here