Opini

Urgensi Hijrah Total dalam Sistem Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Putri Az Zahra
Pemerhati Kebijakan Publik

wacana-edukasi.com —Muharram adalah bulan dimana Rasulullah melakukan perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah. Bukan tanpa alasan Rasulullah melakukan hijrah mengingat kota Mekah tidak tepat dijadikan tempat untuk membangun sebuah peradaban cemerlang yang mensyariatkan Islam secara keseluruhan. Penduduknya yang jahil dan arogan selalu menentang dakwah-dakwah yang dibawa oleh Rasulullah.

Hijrah sendiri adalah berpindah dari suatu keadaan yang buruk kepada keadaan yang lebih baik. Momentum bulan Muharram ini seharusnya dijadikan acuan untuk berhijrah tidak hanya oleh individu semata namun lebih dari itu hijrah juga seharusnya diambil oleh negara untuk tercapainya misi besar membangun masyarakat bernegara yang menerapkan Islam secara keseluruhan, demi tercapai negeri barokah Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur.

Bukankah Allah berfirman dalam surah Ar Ra’d ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

Perubahan itu dirasa perlu untuk diri kita dan negara tercinta ini mengingat maraknya kemaksiatan dan ketidakadilan yang sudah terjadi di negara ini.

Sama-sama kita ketahui begitu banyaknya permasalahan yang telah terjadi di negara ini. Bukan saja permasalahan utang negara yang terus meroket karena negara ini sudah terjebak dalam perangkap utang ribawi yang bunganya sangat besar, diketahui posisi utang Indonesia berada di angka Rp 6.554,56 triliun, terdiri dari pinjaman sebesar Rp 842,76 triliun dan SBN sebesar Rp 5711,79 triliun (Merdeka.com, 24/7/2021), sungguh angka yang besar yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia.

Tidak hanya itu diketahui juga korupsi ditubuh birokrasi yang kian menggila, bagaimana tidak sistem sekuler kapitalis ini telah membuka kran korupsi semakin lebar, karena untuk duduk di kursi pemerintahan anggaran yang dibutuhkan tidaklah sedikit, sudah menjadi hukum alam seseorang yang telah menggelontorkan uang banyak untuk mendapatkan kursi sudah pasti dia menginginkan uangnya kembali dan jalan tercepat adalah dengan korupsi, ditambah lagi negara dengan gamblangnya memfasilitasi tersangka koruptor bahkan tak segan memberi mereka remisi untuk masa tahanan. Tak ayal Indonesia dalam Indeks Persepsi yang dirilis Transparency International presentasinya mengalami peningkatan, Indonesia berada di peringkat 102 yang sebelumnya berada diperingkat 85, (Tribunnews.com,17/6/2021), sungguh ironis.

Permasalahan juga semakin melebar sejak wabah virus Corona menyapa negeri kita ini praktis seluruh sektor persendian mengalami kelumpuhan, angka pengangguran meningkat, kemiskinan bertambah banyak, sejalan dengan itu tentu angka kejahatan pun mengalami kenaikan. Hal ini menjadi wajar karena sistem yang diterapkan oleh negara kita adalah sistem yang rusak yaitu sistem sekuler kapitalis yang hanya mencari keuntungan semata tanpa mementingkan amanah untuk meriayah rakyatnya.

Sistem kapitalis buatan manusia ini nyata-nyata telah menyengsarakan rakyat. Negara pengemban bukannya menjadi problem solver bagi rakyatnya justru negara menjadi trouble maker yang perlahan menghabisi nyawa rakyat.

Bisa kita lihat dalam hal penanganan kebijakan yang tidak serius untuk membasmi virus Corona yang nyatanya membuat virus semakin bertransformasi ke varian baru yang mengganas bahkan diketahui orang yang terpapar tidak mengalami gejala apapun.

Pemberlakuan kebijakan Lockdown hingga PPKM level 4 pun tidak mampu menuntaskan wabah ini malah timbul permasalahan baru di mana rakyat semakin banyak yang menganggur karena kehilangan pekerjaannya, para pedagang gulung tikar sebab tidak ada pembeli, pendidikan anak yang melemah karena terlalu banyak libur sehingga membuat anak terbuai dan kini sibuk dengan permainan gadgetnya dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi setelahnya.

Dari rentetan permasalahan yang dihadapi oleh rakyat lantas pertanyaannya masihkah kita mau bertahan dengan sistem sekuler kapitalis saat ini?

Hijrah secara keseluruhan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hijrah memang butuh banyak pengorbanan untuk membuka simpul-simpul kuat sekuler kapitalis yang sudah mengakar di negara ini.

Namun bukankah buah manis itu pasti akan kita petik nantinya. Dan yang kita perlukan hanyalah tekad kuat dan sikap kelapangan hati untuk membuang jauh perbedaan yang ada bagi setiap kaum muslimin untuk bersatu dalam akidah tauhid yang kuat kepada Allah tanpa ada lagi sekat nasionalisme, lalu bergerak bersama-sama mengembalikan syariat Islam secara keseluruhan, niscaya keberkahan dari langit dan bumi pasti akan kita rasakan.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al A’raf ayat 96, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa pasti kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat kami maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
Wallahu a’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here