Opini

Urgensi Penyelenggaraan Negara yang Bersih

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh W. Wardani (Penggiat Literasi)

wacana-edukasi.com, Rakyat di negeri ini nampaknya untuk terus bersabar. Bersabar menikmati suguhan kezaliman penyelengaraan negara yang kasat mata di hadapan mereka. Padahal dari Abu Sa’id al-Khudriy Ra pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda. “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.”

Adalah petinggi di negeri ini yang yang menyatakan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia banyak diintervensi oleh politik. Sehingga memicu banyak praktek korupsi. Korupsi yang merugikan negara dibangun oleh proses-proses yang secara demokrasi benar, tapi subtasnsinya salah. Beliau meminta masyarakat untuk tidak sepenuhnya kecewa terhadap rezim yang dinilai banyak koruptif bahkan oligarkhis, (www. Tempo.com 8/5/2021). Dari pernyataan tersebut, dapat ditangkap adanya pengakuan rusaknya sistem penyelengaaraan negara saat ini.

Secara fakta memang negeri ini tak pernah sepi dari kasus korupsi. Kasus bank century, jiwasraya, dan yang terbaru kasus korupsi bansos covid dan masih banyak lagi kasus lainnya. Untuk itu tidaklah heran jika indeks prestasi korupsi Indonesia jeblog. Berdasarkan hasil kajian tranperansy Internasional Indonesia, posisi negeri kita tahun ini di peringkat 102 dunia atau peringkat ke 5 se Asia, dengan skor 37.

Tidak hanya negeri ini, selama pendemi Transparency International dalam laporan tahunan terbarunya melukiskan gambaran suram tentang bagaimana korupsi merusak respons COVID-19 di banyak negara tahun lalu. Korupsi mengikis lembaga-lembaga demokrasi. Sampai-sampai dalam laporan Corruption Perception Index (CPI) 2020 yang dirilis Kamis (28/1) diberi motto: “Korupsi Bisa Membunuh Manusia” (www.Tempo.com, 28/1/2021).

Padahal sejatinya bukanlah korupsi yang telah mengikis praktek demokrasi, Namun malah justru sistem penyelengaaraan negara yang berkhidmat pada demokrasinyalah yang menjadi media subur bagi korupsi. Demokrasi yang lahir dari rahim sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan nyata-nyata telah membawa kebobrokan penyelengaraan negara.

Jamak diketahui demokrasi berbiaya mahal. Sesorang yang mengincar kedudukan di pemerintahan harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk memuluskan jalannya. Untuk keperluan kampanye, memberi uang kepada para pemilihnya maupaun partai pengusungnya. Bisa jadi ia akan menggaet para pengusaha atau para kapitalis untuk dukungan finansial.

Tidak heran ketika ia sudah mendapat jabatan tersebut, obsesinya untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan atau untuk membalasa budi para kapitalis. Karena tidak ada makan siang yang gratis. Bisa dengan membuat kebijakan untuk melicinkan para kapitalis. Atau dengan mendudukan kroninya dalam jabatan yang strategis. Akibatnya praktik kolusi, suap, korupsi marak terjadi. Yang semuanya membuat negara tidak bisa menjalankan perananya sebagai pengurus rakyat.

Rakyat kecewa, tentu saja. Tetapi kecewa saja tidak cukup. Rakyat harus sadar, bahwa mereka menjadi korban dari penyelengaraan negara yang sekuler kapitalis, dengan sistem demokrasinya. Inilah biang keroknya. Semboyan dari rakyat untuk rayat dan oleh rakyat sekadar lip service.

Rakyat yang sadar sudah seharusnya ikut aktif mendorong pemangku kepentingan untuk menghentikan praktek pemerintahan sekuler ini. Apalagi mayoritas rakyat negeri ini muslim. Sebagai implikasi dari hadist d atas tentu saja tidak boleh berdiam diri. Supaya tidak terkategori sebagai selamah-lemahnya iman.

Lantas adakah alternatif penyelengaraan negara yang bersih, bebas dari praktek-praktek yang merugikan? Tentu saja ada, yaitu sistem penyelengaraan negara Islam. Tegak di atas aqidah yang lurus, yang bersumber dari Sang Maha Pencipta, Islam mempunyai seperangkat aturan yang lengkap. Termasuk dalam penyelenggaraan negara.

Sistem pemerintahan Islam atau yang dikenal dengan khilafah membuktikan hal tersebut. Pemerintahan yang bersih, tidak korup, adil, dan amanah. Para pemimpin Islam pada masa lalu merupakan suri teladan yang ideal.

Terhadap uang negara, mereka amat berhati-hati. Khalifah Umar bin Khatbab ra misalnya saat menjadi khalifah, beliau pernah dihadiahi minyak wangi kesturi dari penguasa Bahrain. Beliau lalu menawarkan kepada para sahabat, siapa yang bersedia untuk menimbang sekaligus membagi-bagikan minyak wangi kesturi itu kepada kaum Muslim.

Atikah ra., istri beliau, yang pertama kali menawarkan diri. Namun Khalifah Umar bin Khathab menolaknya. Sampai tiga kali istri beliau menawarkan diri. Beliau tetap menolak keinginan istrinya. Alasannya beliau tidak suka jika istrinya meletakkan tangannya di atas timbangan. Lalu menyapu-nyapukan tangannya yang berbau kesturi itu ke tubuhnya. Dengan itu berarti beliau mendapatkan lebih dari yang menjadi haknya yang halal. Begitulah sikap kehati-hatian sang Khalifah. Jangankan korupsi. Sekadar kecipratan minyak wangi yang bukan haknya pun tak sudi.

Pejabat dalam sistem pmerintahan Islam juga anti suap. Teladan diberikan Abdullah bin Rawahah ketika diutus Rasul ke Yahudi Khaibar untuk menghitung hasil pertanian mereka. Saking telitinya Abdullah bin Rawahah, Yahudi Khaibar berusaha menyuap beliau. Mereka menawarkan perhiasan dengan harapan diberi kelonggaran dalam perhitungan hasil pertanian. Hal ini tentu saja ditolak dengan tegas.

Masih banyak lagi keteladanan penyelenggaraan negara dengan sistem Islam. Ini yang seharusnya menjadi rujukan umat. Solusi tuntas untuk keluar dari sistem penyelengaraan negara berdasar sekularisme, menuju sistem permintahan Islam yang bersih.

Untuk keperluan tersebut tentu saja diperlukan wadah atau jamaah atau kelompok yang diikat dengan ikatan yang paling kuat, yaitu ikatan aqidah Islam. Yang tidak kenal lelah membangun opini publik, memahamkan umat tentang Islam, hingga datangnya pertolongan dari para pemangku kepentingan dengan seizin Allah. Dengan demikian akan terwujud sistem penyelengaraan negara yang bersih.

Wallahu a’lam bisshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here