Ns. Ainal Mardhiah, S. Kep
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Di tengah prevalensi pengguna narkoba yang masih tinggi di Indonesia yang menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang, muncul usulan untuk memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Usulan ini muncul dengan adanya isu besar overcrowded lapas yang mencapai hampir 100%.
Tim Percepatan Reformasi Hukum kelompok kerja (pokja) Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Rifqi Sjarief Assegaf, dalam konferensi pers di Command Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Jumat 15/9/2023, mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba (Kompas.com ,15/09/2023).
Sungguh usulan yang mengherankan mengingat masih tingginya prevalensi pengguna narkoba. Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose menjelaskan, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaraan narkotika. Hal itu dilihat dari hasil sitaan barang haram dan tingkat prevalensi yang masih tinggi. Bahkan sepanjang tahun 2022, BNN telah menangkap 23 jaringan internasional dan 26 jaringan nasional (Kompas, 25/3/2023).
Terbaru, melalui operasi gabungan pada pada 24 Febuari 2023, BNN mengungkap jaringan narkotika internasional yang melibatkan 8 warga negara Iran dengan barang bukti 319 kilogram sabu (Kompas. Id, 25/03/2023).
Terkait hal tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya dengan melanjutkan program pemberantasan narkoba sesuai Inpres Nomor 2/2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba. Seluruh anggota kabinet, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, lembaga pemerintah nonkementerian, hingga para kepala daerah, diperintahkan untuk menjalankan instruksi program pemberantasan narkoba tersebut.
Namun pada faktanya, penggunaan narkoba terus mengalami peningkatan dari hari ke hari. Inilah solusi tumbal sulam sistem kapitalisme yang tidak bisa memberikan solusi tuntas terkait penggunaan narkoba. Sistem kapitalisme menciptakan individu yang mempunyai iman yang lemah, tidak menjadikan aturan Allah sebagai standar dalam kehidupan, menciptakan masyarakat yang individualistik dan lemahnya negara dalam menjalankan fungsinya dalam memberantas narkoba.
Pemberantasan narkoba dalam sistem kapitalisme sangat mustahil bisa dilakukan karena narkoba dijadikan komoditas yang boleh dibisniskan dan dilegalkan. Dalam Islam ada tiga unsur dalam memberantas narkoba, pertama individu yang bertakwa, kontrol masyarakat dan peran negara. Ketiga unsur ini berjalan secara harmoni dalam memberantas segala bentuk penyalahgunaan narkoba yang merusak akal dan jiwa manusia.
Individu yang bertakwa akan selalu menyandarkan amal perbuatannya pada hukum Allah semata. Kesadarannya bahwa Allah senantiasa mengawasi hamba-Nya, keterlibatan masyarakat dalam mengontrol sesama anggota masyarakat, serta peran negara dalam menjalankan aturan tegas dan menerapkan sanksi yang berefek jera sehingga ampuh meminimalkan munculnya kasus-kasus serupa.
Islam akan memberikan sanksi sesuai fitrah manusia dan tidak menyisakan masalah lanjutan karena Allah telah menakarnya sesuai dengan potensi ciptaan-Nya. Hukuman yang dijatuhkan dapat memberi efek jera bagi pelaku dan rasa takut melakukan kejahatan dengan sanksi tersebut. Hukuman yang berikanpun bervariasi karena tidak setiap kejahatan berpotensi penjara sehingga, masalah over kapasitas lapas maupun masalah lanjutannya pun tidak akan terjadi sebagaimana yang terjadi dalam negara sekuler.
Islam memandang bahwa penjara adalah salah satu jenis dari ta’zir (sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh Khalifah). Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam menjelaskan, bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri. Artinya, kebebasan atau kemerdekaan individu untuk benar-benar dibatasi sebatas apa yang dibutuhkannya sebagai seorang manusia.
Penjara adalah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan. Ini artinya, penjara adalah tempat dimana orang menjalani hukuman, yang dengan pemenjaraan itu seorang penjahat menjadi jera dan bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Sanksi model ini telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan Khulafaur Rasyidin. Pada masa Rasulullah ﷺ dan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, sanksi pemenjaraan itu kadang ditempatkan di dalam rumah, kadang di masjid.
Artinya, belum dibuatkan ruang penjara secara khusus. Kemudian pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra, beliau telah menjadikan rumah Shafyan bin Umayyah sebagai penjara setelah dibeli dari pemiliknya seharga 400 dirham. Kemudian Khalifah Ali bin Abu Thalib ra pernah membuat penjara yang diberi nama Nafi’an dan Makhisan.
Sistem sanksi dalam Islam hanya akan berjalan dengan baik jika diimbangi dengan penerapan hukum Islam yang kafah dalam naungan Daulah Khilafah. Karena penerapan hukum Islam yang menyeluruh inilah yang akan mencegah masyarakat melakukan kejahatan/kemaksiatan karena faktor-faktor pemicunya dihilangkan. Wallahu’alam bishawwab
Views: 25
Comment here