Oleh Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis dan Pegiat Literasi)
Buruknya sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi asas mengelola perekonomian negara. Salah satunya adalah dengan utang riba yang tidak bisa terpisahkan dari sistem ekonomi kapitalisme.
Wacana-edukasi.com — Kebutuhan negara saat ini memang tidak bisa terlepas dengan yang namanya utang. Pembangunan prasarana dan sarana pun tidak luput dengan yang namanya utang. Sayangnya nafsu berutang oleh penguasa setiap tahunnya semakin meningkat. Jika itu dilakukan, maka berpotensi besar membahayakan kedaulatan negara.
Utang yang terus ditambah pertahunnya oleh penguasa, mengindikasikan bahwa negeri ini sedang krisis. Kita lihat data di akhir Juni 2021 utang pemerintah ternyata bertambah lagi sebesar Rp 6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB, dikutip dari Buku APBN KiTa Juli 2021 (Merdeka.com, 24/7/2021).
Meski pemerintah berdalih mampu membayar utang, dengan menaikkan pajak kemudian tidak lantas menjadikan utang negara dapat diselesaikan dengan tuntas. Justru menambah masalah baru untuk rakyat yang membayar pajak. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, “Penerimaan negara kita merosot, oleh karena itu kita masih harus mengalami defisit dan berutang. Namun, kita yakin bisa membayar lagi apabila penerimaan pajak bisa dikumpulkan,” ujarnya dalam acara Pajak Bertutur 2021, Rabu (CNNIndonesia.com, 25/8/2021).
Benarkah Utang Sesuai Peruntukkan?
Perkembangan utang yang terjadi sehingga mengalami pembengkakan, kira-kira dipergunakan untuk apa? Apakah tidak mempertimbangkan risiko yang akan terjadi? Atau bahkan efektifkah hal itu dilakukan? Menjawab pertanyaan tersebut maka perlu kita telusuri lebih dalam peruntukkan utang oleh negara.
Dilansir dari Merdeka.com, bahwa pembiayaan dari utang yang diambil oleh pemerintah di tahun 2021 diperuntukkan sebagai instrumen guna mendukung kebijakan counter cyclical artinya mengambil pendekatan sebaliknya, yaitu mengurangi pengeluaran dan menaikkan pajak selama ekonomi sedang booming, serta meningkatkan pengeluaran dan memangkas pemungutan pajak ketika sedang dalam masa resesi. Selain itu, peruntukkan utang ini pun guna menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (24/7/2021).
Melihat keadaan saat ini, pada faktanya penanganan pandemi oleh pemerintah terkesan lambat. Jika utang yang diambil diperuntukkan dalam penanganan pandemi, mengapa fakta berkata lain? Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa penanganan pandemi di Indonesia tergolong parah, Agung menilai kondisinya sudah semakin pelik, rumit dan kusut. Jika menekan mobilitas, maka rakyat menjerit dan sebaliknya melonggarkan mobilitas, nakes dan RS tertekan berat dan akan menjadi korban. Bahkan angka kematian harian lebih dari 1300 orang. Dan diprediksi Indonesia akan menjadi negara terakhir yang keluar dari pandemi ini (Mediaumat.news, 2/8/2021).
Buruknya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Buruknya sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi asas mengelola perekonomian negara. Salah satunya adalah dengan utang riba yang tidak bisa terpisahkan dari sistem ekonomi kapitalisme. Sehingga menjadi suatu kemustahilan jika negara terlepas dari utang luar negeri yang terus dilakukan.
Bahkan lebih parahnya, harapan besar untuk membayar utang tersebut diambil dari meningkatkan pajak. Bukankah negera kita memiliki banyak sumber daya alam? Sayangnya, sumber daya alam yang dimiliki pun diberikan pengelolaannya kepada asing. Sehingga negara hanya sebagai tuan rumah yang kaya tapi miskin.
Dampak buruk lainnya yang ditimbulkan dari sistem ekonomi kapitalisme ini akan mengorbankan masyarakat. Seperti yang dirasakan bersama di masa pandemi saat ini ketahanan terhadap Covid-19, mengindikasikan kegagalan negara dengan seperangkat sistem yang diadopsi. Sistem tata kelola yang digunakan negeri ini lebih mengedepankan ekonomi dan terkesan mengabaikan masyarakat. Bahkan kesehatan dijadikan akomoditi dalam kancah bisnis, sehingga tidak lagi masuk dalam konteks pelayanan publik. Hal ini, secara tidak langsung dilepaskan dari riayah negara. Inilah wajah asli dari sistem kapitalisme. Melakukan perang pemikiran dengan corak neoliberal.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme akan menjadi wadah para asing, aseng, dan asong mengeruk kekayaan negeri ini. Sementara negara menggunakan utang luar negeri dan pajak untuk pembangunannya. Akhirnya kas negara loyo dan tidak mampu untuk mengelola pandemi. Inilah buruknya sistem kapitalisme.
Resiko Utang Luar Negeri
Utang luar negeri berpotensi akan adanya intervensi dari asing. Seperti yang pernah terjadi bahwa kuatnya Cina mendikte pembangunan infrastruktur kereta cepat Jakarta-Bandung yang dibiayai utang dari Cina. Hal ini tidak lagi menjadi rahasia, resiko yang ditimbulkan dari utang luar negeri selain dapat mengancam kedaulatan negara, juga akan menimbulkan resiko teknikal yaitu pelemahan nilai tukar yang berdampak peningkatan nilai utang. Resiko berikutnya adanya suku bunga yang meningkat, berdampak pada kenaikan suku bunga acuan, akhirnya menjadikan beban negara semakin berat dalam mencicil utang. Dan yang paling berbahaya adalah dosa riba yang ditimbulkan dari utang tersebut.
Ubah Paradigma Berutang
Maka apa yang harus dilakukan oleh negara saat ini agar terbebas dari utang? Agar mampu membangun negara tanpa utang?
Pertama, negara mengubah paradigma bahwa begitu bahayanya utang baik jangka pendek hingga panjang. Selain berbahaya secara ekonomi juga berbahaya jangka panjangnya yaitu pertanggung jawaban di akhirat
Kedua, kelola sumber daya alam yang dimiliki negara Indonesia secara mandiri. Kita ketahui bersama bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam, ini akan menjadi modal besar dan pendapatan negara untuk membiayai negara. Sehingga rakyat tidak perlu lagi membeli kebutuhan pokok yang harusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya.
Ketiga, mengambil sistem Islam dan mencampakkan sistem kapitalisme. Karena mengadopsi sistem Islam akan melarang aktivitas riba dalam semua level kehidupan baik bermasyarakat maupun bernegara. Sistem Islam juga mengatur bagaimana mengelola sumber daya alam yang menjadi milik umum oleh negara. Sehingga, pendapatan negara menjadi melimpah dibandingkan saat ini yang pengelolaan kekayaannya justru dikelola swasta dan asing. Oleh karenanyalah tidak ada lagi yang namanya utang overload yang dapat membahayakan eksistensi suatu negeri seperti intervensi negara asing dan tergadainya negara.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 8
Comment here