Opini

Utang Luar Negeri Semakin Melonjak, Adakah Solusi Lain?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Leli (Komunitas Pena Ideologis Maros)

Lagi-lagi Pemerintah Indonesia kembali mempersembahkan utang pada bangsa ini dengan utang yang cukup besar, dalam waktu yang relatif atau tidak sampai dua minggu. Total utang Indonesia yang baru ini yakni bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 trilliun. Rinciannya berasal dari utang luar negeri yaitu berasal dari Australia dan utang bilateral berasal dari Jerman.

Pemerintah Indonesia bertekad mengambil pinjaman dari pemerintah Australia, dengan nilai tinggi yaitu mencapai 1,5 miliar dollar Australia. Angka tersebut setara dengan Rp 15,45 triliun (kurs Rp 10.300).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pinjaman dari pemerintah Australia tersebut merupakan dukungan yang memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan manufer kebijakan dalam penanganan pandemi.
Di sisi lain juga mengurangi risiko beban fiskal lantaran keuangan negara dihadapkan pada defisit yang kian melebar, yakni di kisaran 6,34 persen hingga akhir tahun. “Dengan ini, kami tidak hanya bisa membantu masyarakat, menangani Covid-19, membantu pelaku usaha, UMKM, namun juga yang terpenting menjaga keamanan dan keberlanjutan fiskal,” ujar Sri Mulyani.

Tidak lupa menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan juga bahwa pinjaman tersebut harus dilunasi kembali dengan batas yang diberikan oleh pemerintah Australia dalam jangka waktu 15 tahun. Sedangkan daripada itu pemerintah Indonesia juga mendapat pinjaman dari pemerintah Jerman lewat Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, dengan mengumumkan penandatanganan kesepakatan utang senilai 550 juta Euro. Yang demikian itu pemerintahan Presiden Jokowi pun resmi mengikat pinjaman bilateral yang besarannya setara dengan Rp 9,1 triliun.

Dengan ini dapat lihat bahwa, pemerintah Indonesia hanya bisa berharap pada peminjaman kepada negara lain, yang alih-alih dengan meminjam uang dari negara lain untuk menciptakan keamanan pada rakyatnya, pemerintah Indonesia malah justru semakin terlilit oleh hutang yang kian hari semakin membengkak saja.

Penguasa Demokrasi Pengingkar Janji

Pada masa kampanye pilpres, Presiden Joko Widodo sempat berjanji untuk tidak menambah beban hutang negara dari luar negeri. “kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-Jk) menolak bentuk hutang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun”. Kata sekjen PDI-P saat itu, Tjahjo Kumolo, Selasa (3/6/2014).

Jika dilihat saat ini, tentu janji yang di utarakan oleh Joko Widodo itu tidak sesuai dengan apa yang pernah dijanjikan ketika mencalonkan diri sebagai presiden. Terbukti bahwa di masa pemerintahannya ini begitu banyak sekali problem besar yang terjadi di era pemerintahannya. Salah satu diantaranya, yaitu pinjaman yang dilakukan tanpa henti kepada luar negeri.
Ekonomi senior Didik J. Rachbini mengatakan “peningkatan hutang yang naik signifikan mulai terjadi pada Era presiden Jokowi Widodo saat ini. Ia mencontohkan jumlah hutang Indonesia pada 2019 mencapai sekitar Rp. 921 trilliun, 275 trilliun rupiah untuk membayar bunga hutang dan 475 trilliun rupiah untuk membayar Pokok hutang. Jadi setiap tahun Indonesia akan membayar hutang kira-kira 1000 trilliun rupiah, ini 1500% dari anggaran untuk pendidikan”. Katanya pada Kamis 1/10/2020.

Oleh kerena itu siapapun yang menjadi presiden Indonesia, pasti ia akan tertimpa tangga hutang yang di wariskan begitu sangat besar oleh penguasa sebelumnya. Hal ini tentunya juga akan menjadi beban besar bagi generasi mendatang.
Sebab itu, perjanjian bahwa tidak akan menambah hutang luar negeri yang di ungkapkan oleh calon presiden, tidak lain hanya wacana belakang dengan bertujuan untuk membuat masyarakat manaruh rasa pengharapan besar kepadanya.
Padahal sudah jelas sekali bahwa hutang luar negeri yang dibalut dengan asas ribawi merupakan bentuk kerugian nyata yang berlarut-larut. Hutang yang berbasis riba ini merupakan hal yang lahir dari Kapitalis sekularisme yang tidak memandang halal haram suatu perbuatan tapi lebih mementingkan hal yang membawa pada keuntungan.

Padahal dengan bertambahnya uutang kepada para kapital hanya akan mengancam kedaulatan negara dan menambah penderitaan rakyat secara tidak langsung. Maka selama sisitem kapitalisme demokrasi dipertahankan di negeri ini mustahil Indonesia akan terlepas dari jerat hutang. Bahkan anak cucu akan mewarisi beban utang yang semakin berat di masa depan.

Khilafah Solusi Permasalahan Umat

Utang luar negeri danuutang kepada lembaga keuangan global ini merupakan ancaman serius bagi bagi negeri, dan ini jugalah yang menjadi sebab mengapa kaum kafir mencengkeram di negeri kaum muslim.
Karena itu cara melepaskan diri dari situasi ini adalah berhenti berhutang dan mengganti sistem kufur ini dengan sistem yang menjamin kemaslahatan umat yakni sistem Islam dibawah naungan khilafah.

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam dan satu-satunya sistem yang mampu menyejahterakan rakyatnya sepanjang masa. Sistem khilafah akan mengelola sumber daya alam dan akan di manfaatkan dengan sangat baik hingga seluruh rakyat di bawah naungannya bisa merasakan kesejahteraan.
Dalam kepemerintahan khilafah, sumber daya alam dalam deposit melimpah dinyatakan sebagai milik umat dan dikelola oleh negara secara mandiri untuk dinikmati masyarakat luas. Dengan itu, kepemilikan akan ditarik dari swasta asing dan domestik untuk ditata ulang.

Ada tiga pos kepemilikan sumber keuangan baitul mal, pertama kepemilikan umum yaitu adalah kaum muslimin berserikat diatasnya tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. Oleh karena itu harta kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara secara mutlak dan seluruh hasilnya diberikan untuk menjamin kemaslahatan umat.

Kepemilikan umum yang kedua yaitu sumber daya alam yang tabiat pembentukannya tidak bisa dimiliki oleh individu seperti air, Padang rumput, jalan umum, laut, samudera, sungai besar. Kekayaan ini dapat di manfaatkan secara langsung boleh masyarakat. Namun dapat di pantau terus oleh negara agar supaya tidak menimbulkan kemudharatan.

Kepemilikan umum yang ketiga adalah barang tambang yang depositnya tidak terbatas, ini mencangkup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia yang ada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.
Harta jenis ini tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat, karena membutuhkan keahlian tekhnologi tinggi serta biaya yang besar. Oleh karena itu, negaralah yang wajib menggalinya, menjualnya, dan menyimpan hasilnya di baitul mal yang akan masuk dalam pos kepemilikan umum.

Kebiasaan berhutang karena tertipu oleh tawaran investasi akan di hentikan oleh khilafah. Karena khilafah akan mulai menata optimalisasi kapasitas sumber daya alam untuk memandirikan ekonomi termasuk mengubah mindset tentang hakikat aset yang riil yakni hutan, laut, tambang dan seterusnya.
Semua ini pernah di praktikkan dalam sistem ekonomi negara khilafah dan hasilnya adalah negara yang stabil perekonomiannya yang produktif tidak didikte negara lain hingga membawa kesejahteraan bagi warga negaranya bahkan menjadi mercusuar ekonomi dunia.

Allahu’alam Bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here