Opini

Utang Melejit, Nasib Rakyat Kian Terimpit

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Moni Mutia Liza, Pegiat Literasi Aceh

wacana-edukasi.com, OPINI– Bukan cuaca saja dalam kondisi ekstrem, keuangan negeri kitapun dalam iklim yang mengerikan, penuh dengan hawa panas yang kian mencekik rakyat. Belum lagi tradisi korupsi yang menambah daftar penyakit di negeri ini. Rakyat yang seharusnya dilayani, dikasihi, disejahterakan, malah dibebani dengan utang yang kian memuncak.

Berdasarkan pengumuman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang Indonesia hingga akhir November 2023 mencapai Rp8.041,01 triliun, naik dari bulan yang sebelumnya yaitu Rp7.950,52 triliun, (cnbcindonesia.com/19/12/23). Utang yang terus meroket ini tentu layak dikritisi, sebagaimana ucapan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo yang meminta agar pemerintah mengerem utang sebab nilai utang pemerintah dan BUMN sudah melambung tinggi, (cnbcindonesia.com/31/07/23).

Tindakan negara untuk terus menambah utang dalam rangka pembangunan bukanlah solusi yang tepat. Melainkan langkah bunuh diri politik. Bagaimana tidak, semakin besar jumlah utang maka semakin besar pula penguasaan pihak asing atas negeri kita, pada akhirnya yang kita takuti akan terjadi yaitu hilangnya hak kepemilikan rakyat atas tanah dan sumber kekayaan alam di bumi pertiwi akibat penguasaan asing atasnya.

Namun yang sangat mengherankan masih ada ungkapan “ketenangan” disaat utang semakin “menggila”. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) kementerian Keuangan, Dian Lestari bahwa pinjaman pemerintah baik di dalam maupun di luar negeri masih terkendali, (gatra.com/31/12/23).

Tentu pernyataan di atas tidak boleh ditelan mentah-mentah. Pasalnya utang merupakan “Bom” yang sewaktu-waktu akan meledak dan negera yang berhutang mau tidak mau harus mengikuti keinginan pihak pemberi utang, termasuk memberikan aset-aset penting negara bahkan sumber kekayaan alam kita.

Coba perhatikan negeri ini, hampir sebagian besar keuntungan sumber kekayaan alam yang melimpah justru berada dalam brangkas kaum pemilik modal baik lokal maupun asing/aseng. Hal ini tentu akan sangat merugikan negara tidak terkecuali rakyatnya.

Tindakan berutang menunjukkan jati diri sebagai negara yang tidak mandiri. Seharusnya negara dengan luas 1,905 juta km2 seperti Indonesia ini, mampu menjadi negara yang independent ditambah dengan sumber kekayaan manusia yang melimpah serta alam yang penuh berkah. Adapun yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia tidak berkopetensi, tidak memiliki daya saing yang tinggi, tidak memiliki skil yang mumpuni, dan lain sebagainya merupakan “iklan gratis” yang terus ditanamkan dalam benak rakyat negeri ini. Padahal sejatinya rakyat ini memiliki potensi sumber manusia yang kompeten. Banyak juara dunia bahkan orang Indonesia yang diperkejakan di luar negeri dengan posisi yang bagus dan tinggi.

Justru tidak tampaknya potensi pemuda rakyat kita karena tidak diberikan kepercayaan, fasilitas yang baik dan dana yang cukup. Sehingga terlihat seperti tidak berpotensi, tidak berdaya saing yang tinggi.

Sejatinya, ketidak-mandirian negeri ini merupakan rancangan dari kaum “penjajah”, agar semakin mudah asing/aseng menguasai kekayaan alam di negeri yang melimpah SDA ini. Bodohnya kita masih saja diam atas penjarahan SDA milik kita, bahkan termakan “iklan sampah” bahwa kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan utang dari pemilik modal dunia.

Inilah wajah sistem kapitalisme-liberalisme, salah satu alat penjajahan gaya baru. Terlihat membantu tapi nyatanya justru menghancurkan. Apalah guna, berbagai infrastruktur negeri ini yang terllihat indah, mewah, megah, dan modern, ternyata bukan milik kita, melainkan investor atau pemilik modal. Apalah guna infrastruktur yang begitu rapi, namun untuk memasukinya dan menempatinya harus berbayar kepada pemilik modal, bukan untuk dinikmati oleh rakyat secara gratis.

Dengan demikian berbagai fasilitas yang dibangun di negeri ini dengan jerat utang justru semakin mengokohkan hegemoni kaum kapital. Lantas bagaimana dengan rakyat? Kita bisa merasakan sendiri begitu banyak laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan yang mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, kita juga bisa merasakan bagaimana kebutuhan pokok yang terus meroket, kita juga merasakan mahalnya pendidikan dan kesehatan. Belum lagi dengan tingkat kriminalitas yang tinggi akibat ambruknya perekonomian di tengah-tengah masyarakat.

Bukan tidak mungkin Indonesia terbebas dari utang. Satu-satunya cara untuk membebaskan utang adalah berhenti untuk berutang, memaksimalkan potensi SDA dan SDM, dan bergotong royong membangun negeri bersama masyarakat. Namun sayangnya, hal ini tidak akan bisa terwujud dalam sistem kapitalisme, pasalnya sistem ini memang diproduksi untuk meraih kemaslahatan segelintir orang kaya dan menyengsarakan rakyat.

Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan negeri bebas utang dengan memanfaatkan potensi alam dan pemasukan kas negara dari berbagai aspek, seperti Kharaj, Jizyah, Khums, Ghanimah, ‘Usyur, Amwal Fadhikah, Wakaf (Sistem Ekonomi Islam, Bab Pendapatan Daulah Islamiyah oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani).

Semua ini pernah terjadi pada masa-masa kejayaan Islam, sebab pada masa itu kaum muslimin berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis dalam menjalankan pemerintahannya dan menolak dengan tegas berbagai aturan yang berasal dari barat, karena sejatinya kaum muslimin terdahulu memiliki pemahaman Islam yang kokoh, cemerlang dan taraf berpikir yang tinggi lagi agung sehingga tidak mudah terpedaya dengan berbagai tawaran barat yang di dalamnya terdapat kebencian terhadap Islam dan menginginkan keruntuhan negara Islam atau yang kita kenal dengan sebutan Khilafah Islamiyah.

Sudah seharusnya umat Islam mengembalikan kedamaian di dunia ini dengan penerapan Islam kaffah di berbagai negeri dan mencampakkan sistem kapitalisme yang jelas-jelas hanya berpihak kepada pemilik modal terutama pemilik modal kelas “kakap”. Wallahualam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here