Oleh: Nana Juwita, S. Si.
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Utang sepertinya dijadikan solusi andalan untuk membangun negara, sehingga dari tahun ke tahun utang Indonesia terus meningkat. Di kutip dari (https://bisnis.tempo.co) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumumkan utang pemerintah mencapai Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024. Angka ini naik sekitar 1,33 persen bila dibandingkan per Desember 2023 sebesar Rp 8.144,69 triliun.
Dalam hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah itu ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, artinya setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp 30,5 juta. Bhima memperkirakan beban utang yang ditanggung warga kemungkinan meningkat menjadi Rp 40 juta. Sebab, postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan.
Walaupun hutang negara terus meningkat bahkan menurut Bhima Yudhistira setiap warga negara diperkirakan menanggung beban utang sebesar 30,5 juta, namun Penguasa negeri ini tetap berdalih bahwa utang masih dalam batas aman. Beginilah sistem kapitalisme demokrasi yang menjadikan standar manfaat sebagai tujuan, tanpa melihat kembali apakah utang yang diberi oleh asing benar-benar murni untuk membantu atau ada upaya penjajahan yang dilakukan oleh barat dengan kedok memberikan utang, yang bisa jadi akan dapat membahayakan kedaulatan negeri ini, terlebih utang yang diberikan menggunakan praktik riba.
Memang di Negara yang menerapkan sistem Kapitalisme sekuler, riba menjadi ciri khasnya bahkan individu–individu yang hidup di dalamnya juga di dorong untuk mengambil pinjaman dalam bentuk riba, sehingga masyarakat yang hidup di dalam sistem Kapitalisme ini seperti sudah terbiasa dengan hal yang berbau riba. Jadi utang dilakukan dengan sistem riba dimulai dari tingkat negara, individu, dan juga masyarakat. Padahal utang membahayakan kedaulatan negara karena dapat menghantarkan pada dominasi asing atas negara atau penjajahan. Apalagi utangnya juga dengan riba, yang Allah Swt haramkan. Mirisnya dalam sistem ekonomi kapitalis, utang adalah satu keniscayaan, bahkan menjadi salah satu cara yang wajar dalam membangun negara.
Terkait dengan larangan riba Allah Swt telah kabarkan di dalam (Q.S al– Baqarah : 278-279), yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).
Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang khas karena hanya Aqidah Islam yang dijadikan sebagai standar sebagai aturan, beberapa aturan yanga akan diterapkan oleh Negara Islam untuk menjamin kehidupan umat dan negara diantaranya: Negara Islam tidak akan berhutang pada asing apalagi dalam bentuk riba, karena akan membahayakan kedaulatan negara, oleh karena itu negara dalam Islam akan memiliki sumber pemasukan negara secara mandiri tanpa harus bergantung pada pihak asing. Dimana negara juga akan melarang pihak asing untuk mengelola sumber daya alam yang berlimpah yang merupakan harta milik umum bagi kaum Muslim, kemudian yang tidak kalah penting adalah negara akan menjadikan emas dan perak sebagai mata uang Negara yang terjaga kestabilannya, tidak seperti mata unag kertas dalam sistem ekonomi kapitalisme yang malah menyuburkan praktik riba dan ekonomi non riil.
Jika saja Islam mau dijadikan sebagai aturan untuk mengurusi urusan umat maka Negara ini akan kuat, berdaulat dan mandiri. Tanpa harus berhutang dengan asing. Hanya dengan Islam negeri ini akan lepas dari jeratan utang yang membuat negara menjadi tidak berdaulat. Wallahu a’lam bishawab.
Views: 28
Comment here