Opini

Vaksin Booster, Syarat Pelik untuk Mudik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Nurmilati

wacana-edukasi.com– Mudik atau pulang kampung sudah menjadi tradisi turun-temurun yang dilakukan masyarakat Indonesia tiap menjelang hari raya idul Fitri. Tujuannya adalah untuk berkumpul, bertemu, dan bersilaturahim dengan orang tua dan keluarga besar di kampung halaman. Seperti diketahui, sudah dua kali rakyat dilarang mudik karena wabah virus Covid-19. Namun, tahun ini pemerintah mengeluarkan kebijakan diperbolehkannya masyarakat pulang kampung.

Tentu ini merupakan kabar gembira bagi rakyat, tetapi kebahagiaan itu luntur manakala pemerintah mengeluarkan syarat tertentu bagi para pemudik, yakni melakukan vaksinasi booster yang bertujuan untuk meningkatkan capaian vaksinasi Covid-19 di daerah. Melansir dari dephub.go.id berdasarkan survey dari Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Kementerian Perhubungan potensi masyarakat yang hendak mudik mendekati angka 80 juta orang.

Dilansir dari laman Otomania.com (28/3/2022), Presiden Joko Widodo melalui keterangan pers di kanal YouTube Sekretariat Presiden pada tanggal 23/3/2022 menegaskan adanya syarat tertentu yang wajib dipenuhi pemudik, yaitu sudah melakukan dua kali vaksin dan satu kali vaksin Booster (vaksinasi dosis ketiga) serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, bagi masyarakat yang hendak mudik lebaran, tetapi belum divaksinasi lengkap, misalkan seseorang yang baru menerima vaksin dosis pertama diwajibkan melakukan tes PCR. Sedangkan, yang sudah mendapatkan dosis kedua dan belum booster, diharuskan tes antigen. Liputan6 (24/3/2022). Maka dari itu, untuk memudahkan warga mendapatkan vaksin booster sebagai persyaratan, pemerintah akan menyediakan tempat vaksinasi gratis di beberapa pos, seperti terminal, bandara, dan stasiun.

Adapun peraturan resmi ini selanjutnya akan segera dikeluarkan oleh pemerintah melalui dua Surat Edaran (SE) yaitu SE Kementerian Perhubungan yang tertuang dalam surat edaran (SE) Menteri Perhubungan dan SE Satuan Tugas (satgas) Penanganan Covid-19.

Padahal jika ditilik sebelumnya, aturan syarat bagi negatif virus Corona melalui tes PCR maupun rapid tes antigen bagi pelaku perjalanan dalam negeri baik melalui transportasi udara, laut, darat dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum, penyeberangan, dan kereta api antar kota sudah resmi dihapuskan mulai 8 Maret lalu.

Kebijakan yang Menyulitkan

Berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tak ayal hal ini menimbulkan protes masyarakat dan warganet di berbagai platform media sosial, mereka membandingkan aturan keharusan vaksinasi booster bagi masyarakat yang akan melakukan mudik lebaran dengan penonton gelaran Pertamina Grand Prix of Indonesia atau MotoGp Mandalika 2022 yang tidak wajib vaksin booster. Padahal, gelaran olah raga berskala Internasional itu menimbulkan kerumunan, apalagi pesertanya berasal dari luar negeri.

Sekilas, kebijakan pemerintah mengenai aturan syarat mudik terlihat baik, yaitu untuk capaian vaksinasi di daerah. Namun, jika diperhatikan secara mendalam, alih-alih diklaim untuk kebaikan rakyat, justru sebaliknya, masyarakat merasa dipersulit dan keberatan dengan aturan tersebut. Sudahlah biaya transportasinya mahal ditambah dengan biaya tes PCR dan tes antigen yang memberatkan. Selain itu, dihimpun dari berbagai sumber, adanya aturan tersebut menjadi tren kenaikan penggunaan vaksin booster. Di Bekasi, warga harus antri panjang hingga berjam-jam untuk mendapatkan vaksin booster demi pulang kampung. Suara.com (29/3/2022). Mirisnya, meski sudah berjam-jam antri, nyatanya stok vaksin habis karena keterbatasan persediaan. Hal ini tentu membuat kecewa masyarakat, satu sisi mereka berusaha untuk menaati aturan pemerintah, di sisi lain, pihak terkait tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan maksimal. Alhasil, warga pun harus menelan pil pahit atas kebijakan yang dinilai tidak matang ini. Sedangkan, waktu untuk mudik sudah di depan mata.

Sementara itu, Panitia Kerja (panja) Pengawasan Vaksin komisi IX DPR mengatakan, ada masalah dari sisi status kehalalannya. Diketahui vaksinasi booster menggunakan vaksin Pfizer, Astrazeneca, dan Moderna. Ketiga merek vaksin itu belum mendapat izin penggunaan darurat dan belum mengantongi fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Suaralampung.id (31/3/2022). Hal ini jelas membuat was-was dan ragu masyarakat sebab umat Islam dilarang menggunakan sesuatu yang tidak halal.

Apa yang dirasakan masyarakat, senada dengan yang disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, ia beranggapan adanya kewajiban vaksinasi booster sebagai salah satu syarat mudik lebaran tahun ini, belum bisa dipastikan efektif dalam menangkal penyebaran Covid-19. Justru kebijakan tersebut bisa membebani masyarakat karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeriksaan tes Covid-19. Dengan demikian, pemerintah seharusnya menyesuaikan kebijakan ini. Kontan.co.id (26/3/2022).

Terkait pendapat pengamat tadi, sepertinya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pemangku kebijakan dalam sistem demokrasi kapitalisme acap kali membuat aturan yang dinilai kurang bijaksana. Hal ini tampak dari persyaratan vaksinasi booster bagi para pemudik. Kebijakan tersebut mengundang kebingungan dan kesulitan masyarakat terhadap sikap pemerintah yang seharusnya adil dalam menetapkan aturan, dalam hal ini seharusnya kebijakan tadi berlaku juga untuk event yang memicu terjadinya kerumunan. Walhasil, lumrah jika kepercayaan masyarakat menurun terhadap pemimpin negeri. Sehingga, membuat mereka bertanya, ada apa sebenarnya dengan aturan mudik ini?

Alhasil dari sini, bisa terlihat bahwa kebijakan pemerintah sungguh telah membuat rakyat bingung dan kesulitan. Apalagi beberapa waktu menjelang datangnya bulan puasa, mereka harus dihadapkan dengan kenaikan hampir semua kebutuhan pokok, ditambah dengan berbagai permasalahan yang tak kunjung usai dan tak bisa terselesaikan oleh para pemangku kebijakan. Sebut saja langka dan mahalnya minyak goreng di pasaran, disusul dengan sulitnya memperoleh solar yang dialami sopir truk, kenaikan PPN sebesar 11 persen yang akan diikuti oleh kenaikan berbagai kebutuhan hidup lainnya, bahkan harga kendaraan bermotor dan kosmetik pun ikut terkerek naik, rakyat juga dikejutkan dengan kenaikan harga Pertamax, dan yang tak kalah memprihatikan terjadinya lonjakan harga kebutuhan pokok seperti telur, daging sapi, daging ayam, gula, terigu, cabai dan lainnya.

Padahal, rakyat berharap selama puasa dan menjelang Idul Fitri harga kebutuhan pokok murah dan terjangkau. Sehingga, hal itu bisa memberikan ketenangan hati kaum Muslim di kala menjalankan salah satu rukun Islam yang keempat, yaitu ibadah puasa.

Kebijakan ala Demokrasi

Kebijakan membingungkan dan menyulitkan seperti ini sering terjadi dalam kepemimpinan yang mengadopsi sistem demokrasi kapitalisme. Hal demikian disebabkan karena tabiat di sistem negara seperti ini, setiap kebijakan yang dikeluarkannya lebih mengedepankan asas manfaat ketimbang untuk kepentingan rakyatnya. Sehingga, tak mengherankan jika kebijakan model begini selalu merugikan dan mengorbankan rakyat. Bahkan, acap kali aturan yang dibuat malah memunculkan persoalan baru di tengah-tengah masyarakat, termasuk aturan mudik Idul Fitri. Hal tersebut telah menggambarkan kepemimpinan dalam sistem demokrasi kapitalisme bahwa asas kepentingan dan manfaat lebih berpihak pada pemilik modal bukan kepada rakyat.

Islam sebagai Solusi

Akan berbeda ketika Islam diterapkan dalam bernegara dan kehidupan sehari-hari. Dalam sistem Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah, negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap urusan rakyat. Maka, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempermudah seluruh urusan rakyatnya, sebab pemimpin di sistem ini menyadari bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankannya berdasarkan aturan Allah Swt dan akan dipertanggung jawabkannya kelak di akhirat.

Dalam pemerintahan Islam, layanan kesehatan tidak dikomersilkan sebab kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar publik. Semua rakyat dari berbagai lapisan berhak memperoleh layanan kesehatan gratis, berkualitas, dan memadai. Maka dari itu, jika khalifah mewajibkan vaksin, maka negara akan menyediakan secara gratis. Sehingga, rakyat tidak merasa dipersulit dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.

Demikianlah kebijakan yang dikeluarkan negara yang berideologi Islam. Negara tidak akan mencari keuntungan materi semata tetapi sebaliknya, justru akan memberikan berbagai kemudahan bagi rakyatnya, sehingga mereka senantiasa hidup dalam kesejahteraan, tidak hanya dalam hal kesehatan tetapi di berbagai aspek kehidupan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here