Oleh Sivi Hana Fitria (Aktivis Muslimah )
Jatuh cinta adalah fitrah dari Allah, Islam sendiri agama yang penuh cinta, bahkan Islam tidak melarang jatuh cinta, tetapi dalam Islam ada batasan tegas yang harus dijaga, dan Islam telah memberi solusinya
Wacana-edukasi.com — Setiap insan yang terlahir ke dunia pastilah memiliki rasa cinta dan kasih. Karena diciptakan oleh Dzat yang Maha Rahman Rahim. Dzat yang memahami seluk-beluk kebutuhan manusia.
Salah satu kebutuhan yang nampak pada manusia adalah kebutuhan naluri melestarikan keturunan ( gharizah Nau’ ). Salah satu perwujudan dari naluri ini adalah jatuh cinta.
Siapa yang tidak mengenal jatuh cinta? Rasanya tidak asing lagi terlebih dikalangan muda-mudi. Konon katanya, dorongan cinta yang kuat bisa memberi energi positif bagi siapa saja yang dimabuk virus merah jambu / bahasa kekiniannya virus bucin. Frasa energi positif disini memang benar adanya, tapi tidak bisa dibenarkan 100%, terlebih cinta tanpa kepastian dan ikatan sah, lho kok bisa?
Fakta pertama membuktikan, korban virus merah jambu akan sering menghabiskan waktu bersama, serasa dunia milik berdua terlebih via chat, obrolan mereka seputar “ba bi bu” panjang kali lebar, sampai lalai waktu. Dari fakta ini, jika kita kembalikan pada frasa energi positif, jika sampai melalaikan waktu, bahkan meninggalkan kewajiban, lalu dimana sisi positifnya?
Fakta kedua, HTS (Hubungan Tanpa Status), marak di kalangan muda-mudi saling memberi kasih tapi tak juga ada ikatan yang jelas, kalau kata
Armada,”mau dibawa kemana hubungan kita”.
Ya problem nya jelas, hubungan tanpa status a.k.a HTS tidak bisa memberi energi positif, dampaknya antara lain, berhubungan haram bahkan terkategori zina, hamil diluar nikah, aborsi, frustasi berpotensi bunuh diri, menghilangkan izzah (kehormatan) terlebih perempuan, dan banyak lagi.
Lalu apakah jatuh cinta salah bahkan haram? Jawabannya tidak. Jatuh cinta adalah fitrah dari Allah, Islam sendiri agama yang penuh cinta, bahkan Islam tidak melarang jatuh cinta, tetapi dalam Islam ada batasan tegas yang harus dijaga, dan Islam telah memberi solusinya , sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut
QS. Al-Isra’ Ayat 32 yang Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.
Kemudian Hadist Nabi riwayat Al-Bukhari yang artinya : Dari Abdurrahman bin Yazid, ia berkata, “Aku bersama ‘Alqamah dan Aswad menemui Abdullah (bin Mas’ud), lalu Abdullah berkata, “Kami ketika masih muda pernah bersama dengan Nabi SAW., lalu beliau bersabda kepada kami, “Wahai golongan pemuda, siapa yang mampu menikah, maka menikahlah, karena sungguh hal itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan, dan siapa yang tidak mampu (menikah) maka hendaklah ia berpuasa, karena itulah pengendali baginya.” (H.R. Al-Bukhari)
Kemudian dalam hadist lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah melarang tindakan khalwat dengan wanita asing ini dalam hadits shahih dengan bersabda, “Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)
Beliau juga bersabda, yang artinya “Ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim. Al-Hakim kemudian menyatakan bahwa hadits ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Pendapat ini disepakati pula oleh Adz-Dzahabi).
Lalu faktor apa yang turut andil dalam pergaulan muda-mudi? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergaulan muda-mudi, yang terbagi dalam faktor internal dan eksternal.
Faktor internal tersebut antara lain :Keimanan dalam diri. Hal ini sangat berpengaruh dalam diri individu. Semakin besar keimanan, semakin seseorang bisa mengendalikan diri, semakin ia bisa menjaga batasan pergaulan.
Kedua, Keluarga. Meski keluarga tergolong lingkup terkecil, tetapi memiliki peran besar yang menentukan karakter seseorang termasuk attitude ketika diluar rumah. Terlebih seorang ibu karena ia adalah pabrik fundamental pembentukan karakter anak. Beragamanya seorang ibu adalah penjagaan agama dan akhlak.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pergaulan, antara lain : Pertama, Lingkungan. Seperti dikatakan dalam hadist Nabi bertemanlah dengan penjual minyak wangi, maka akan terkena bau wanginya dan pertemanan dengan pandai besi, kalian akan terkena baunya. Begitulah gambaran lingkungan yang baik, akan berpengaruh pada pergaulan
Kedua, Gharizah (naluri) . Dewasa ini banyak hal yang bisa menstimulasi naluri seseorang, salah satunya via media seperti medsos, tabloit dan lain-lain. Media yang seharusnya memberi tayangan edukatif, faktanya tidak demikian, media justru menampilkan tayangan liberal, seperti adegan film 20+ keatas, yang merusak moral generasi.
Ketiga, Negara. Negara tentunya memiliki andil besar dalam tata pergaulan. Menurut Syaikh Taqiyuddin Rahimahullah dalam kitabnya, negaralah yang bertanggungjawab dalam me- riayah (mengurus) urusan rakyat. Karena itu negara wajib melindungi jamaah dan individu, yang menjadi satu kesatuan dalam tata pergaulan.
Untuk mewujudkan perlindungan terhadap masyarakat terlebih pergaulan muda-mudi, haruslah ditetapkan sanksi-sanksi yang tegas. Maka dibuatlah hukum yang menyangkut hudud (bentuk pelanggaran dan sanksinya ditetapkan Allah).
Perumpamaan pelaksanaan hukuman bagi seorang pezina yakni didera 100 kali, sebagaimana dalam firman Allah, Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.[An Nur/24:2]
Pelaksanaan hukuman tersebut wajib adanya, karena termasuk menjalankan perintah Allah. Hal ini mampu memberikan efek jera bagi pelaku, dan bisa menjaga pergaulan.
Bagaimana bisa menyongsong kebangkitan umat, sedangkan muda-mudi yang berperan sebagai tonggak estafet peradaban, rusak karena moral yang terabaikan. Demikianlah, hendaknya setiap individu maupun negara, dalam menjalankan seluruh aktivitasnya menyesuaikan dengan perintah dan larangan Allah.
Wallahua’lam bishowab.
Views: 459
Comment here