Opini

Wajah Asli Kapitalisme : Jatuhnya Harapan Hidup Hingga Terancam Resesi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Asyifa’un Nisa (Pegiat Literasi Dan Mahasiswa Pascasarjana)

wacana-edukasi.com, OPINI– Dikutip dari bbc.com (08/09/2022), melaporkan pernyataan PBB tentang jatuhnya harapan hidup, kualitas pendidikan hingga pendapatan 9 dari 10 negara di dunia secara serentak sejak tahun 2020. Kejatuhan ini dinilai merupakan dampak domino dari adanya pandemic covid-19 dan disusul dengan memanasnya perang Rusia-Ukraina. Perhitungan harapan hidup atau life expectancy index yang telah dilakukan sejak 1990 mencatat bahwa selama 2 tahun terakhir dunia mengalami penurunan angka harapan hidup secara drastic. Bahkan hal ini juga terjadi pada negara adidaya seperti Amerika serikat dan sebagian negara besar di Eropa. Dilaporkan dalam npr.org, life expectancy di Amerika serikat akan terus mengalami penurunan hingga tahun 2022, hal ini juga didukung dengan berbagai kebijakan dalam negeri yang semakin memberikan jeratan kepada masyarakat.

Disisi lain, imbas dari berbagai ekskalasi geopolitik dunia tahun ini mampu membawa kondisi ekonomi hingga pangan dunia pada gerbang kehancuran. Pasalnya ancaman resesi dunia benar-benar sedang menghadang didepan mata. Hal serupa juga telah disampaikan oleh para petinggi negeri ini, seperti dalam pidato Presiden Jokowi dan pernyataan Menteri Keuangan Sri Muyani pada akhir September lalu (CNBC Indonesia, 30/09/2022). Hal terbaru disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo pada Senin (31/10/2022) mengatakan, saat ini hampir seluruh bank sentral di berbagai negara, khususnya negara maju, telah menaikkan suku bunga acuan. Tentunya kenaikan suku bunga acuan ini semakin memperluas kemungkinan penderitaan yang lebih besar di tahun 2023. Kenaikan suku bunga acuan akan menyebabkan gejolak di pasar uang, inflasi tinggi hingga kemungkinan hiperinflasi atau bahkan stagflasi dan berbagai kerusakan ekonomi lainnya.

Berbagai kekacauan dan ekskalasi geopolitik yang memanas di tahun 2022 juga belum menunjukkan kondisi yang mereda. Jika perang Rusia-Ukraina ini masih tetap bergelora maka jelas akan semakin memperburuk rantai pasok energi dan pangan dunia. Di Indonesia sendiri, kenaikan harga bahan bakar hingga kebutuhan pokok yang siginifikan sejak pertengahan tahun membuat kondisi masyarakat semakin menderita. Hal ini mengancam kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang berada pada kategori rentan miskin. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 67 persen dari total penduduk Indonesia yang masuk kategori rentan miskin. Mereka adalah kelompok masyarakat yang pendapatannya di atas garis kemiskinan sehingga tidak mendapat bantuan subsidi namun tidak mencapai kategori kelas menengah. Selain itu naiknya berbagi harga bahan pokok juga secara otomatis akan menggerus daya beli atau tingkat konsumsi masyarakat, sehingga berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data BPS, tahun 2021 lalu, konsumsi masyarakat atau pengeluaran rumah tangga mencapai Rp 9,24 kuadriliun atau berkontribusi sebesar 54,42% dari total PDB yang mencapai Rp 16,97 kuadriliun. Tentunya kontribusi ini akan semakin menurun seiring dengan adanya inflasi yang juga berujung resesi.

Permasalahan ekonomi dunia seperti ini tentu bukan yang pertama kali. Bahkan menurut data dari IMF, resesi global merupakan siklus yang berlangsung setiap delapan hingga 10 tahun sekali. Sejak tahun 1970 beberapa periode yang masuk dalam kategori resesi dunia terjadi pada 1974–1975, 1980–1983, 1990–1993, 1998, 2001–2002, dan 2008–2009. Bahkan resesi dapat dikatakan sebagai siklus fitrah yang lahir dari rahim ekonomi kapitalis. Dalam sistem kapitalis, sektor non-riil seperti saham, suku bunga hingga berbagai investasi menjadi penopang perkonomian di dalam negeri maupun luar negeri. Terlebih lagi indikator pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam konsep kapitalis juga berlandaskan pada sektor non-riil, yakni perhitungan PDB atau GDP. Hal ini memicu tingkat ketidakpastian yang semakin tinggi dan kerapuhan finansial suatu negara. Selain itu konsep pendapatan negara yang ditopang oleh hutang negara dan berbagai komponen pajak semakin memberi beban tersendiri bagi perekonomian masyarakat. Dengan hal ini semakin nampak jelas rusak dan merusaknya sistem kapitalis yang menaungi dunia hari ini, maka sudah saatnya sistem ini dicampakkan dan ditinggalkan oleh masyarakat atau bahkan para pengembannya.

Lalu sistem apa yang mampu memberikan kesejahteraan dan harapan hidup yang nyata bagi manusia? Satu-satunya adalah sistem Islam yang lahir dari wahyu ilahi, bukan dari keterbatasan akal manusia seperti kapitalis ataupun komunis. Sistem Islam bukan hanya mampu membawa kesejahteraan, tetapi juga memberikan ketenangan dan ketentraman yang tiada bandingnya. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa kejayaan Islam mampu bertahan hingga 13 abad dan menaungi 2/3 dunia. Bahkan hal ini tidak hanya diakui oleh kaum muslimin, tetapi juga oleh masyarakat non-muslim salah satunya tercatat dalam karya Will Durrant – The Story of Civilization. Salah satu kutipan didalam buku tersebut dengan jelas mengatakan “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”

Penerapan ekonomi Islam yang kafah dan totalitas oleh negara yang berdaulat tentu akan mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Terdapat 4 prinsip penerapan ekonomi Islam, yaitu mata uang negara Islam adalah emas dan perak sehingga bebas dari inflasi yang menghancurkan nilai mata uang. Kedua, negara Islam mengharamkan segala bentuk aktivitas riba dan berfokus pada sektor ekonomi riil, bukan nonriil sebagaimana pasar bursa saham, bunga dan lain sebagainya. Ketiga, anggaran pendapatan dan belanja negara Islam tidak mengandalkan pajak dan utang sebagaimana sistem ekonomi kapitalisme yang rapuh. Sehingga Negara Islam menjadi negara mandiri dan tidak bergantung kepada asing atau negara kafir. Penarikan pajak hanya akan dilakukan jika kas di Baitulmal kosong dan itu pun hanya dikenakan bagi muslim yang kaya.

Keempat, Negara Islam fokus pada distribusi kekayaan dan sumber daya alam negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya individu per individu, bukan fokus pada spekulasi angka dan mengejar produksi semata. Dengan demikian, rakyat akan terhindar dari kelaparan dan kemiskinan. Maka dengan 4 prinsip ini tentunya sudah mampu menjadi solusi tuntas berbagai permasalaahan yang menjerat ekonomi kapitalis hari ini. Tapi tentu saja konsep ekonomi Islam tidak akan bisa tegak tanpa penerapan konsep politik dalam naungan negara yang juga berlanaskan pada syariat Islam. Maka sudah saatnya kita berbondong-bondong unutk memperjuangkan penegakan sistem Islam yang kaffah, tanpa lagi menoleh kepada sistem kapitalis.
Hadanallah waiyyakum, wallahu a’lam bishawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here