Opini

Waspada Isu di Balik Wacana Pembubaran MUI

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nur’Aini

wacana-edukasi.com– Tuntutan untuk membubarkan MUI ramai disuarakan di media sosial akhir-akhir ini. Tagar tuntutan #BubarkanMUI beredar luas setelah ditangkapnya anggota komisi fatwa MUI, Ahmad Zain an-Najah, pada hari selasa(19/11) lalu oleh Densus 88 karena diduga ada keterlibatan dengan terorisme.

sebelumnya, kepala bagian penerangan umum Diksi Humas Kepolisian Indonesia, komisaris besar Ahmad Ramadhan, mengungkapkan, tiga terduga teroris yang ditangkap di Bekasi memiliki peran sebagai pengurus dan Dewan Syuro Jamaah Islamiyah(JI). Salah satu yang ditangkap merupakan oknum anggota komisi fatwa MUI.(Republika.co.id Sabtu, 20/11/2021).

Peristiwa tersebut tentunya menimbulkan polemik antara pihak yang mendukung eksistensi MUI karena
alasan yang jelas serta pihak yang memang menginginkan MUI untuk dibubarkan.

Ketua umum Keluarga Besar Pelajar Indonesia (KB PII) Nasrullah Larada, menegaskan bahwa merupakan ide dan gagasan konyol jika muncul keinginan untuk membubarkan MUI. Beliau juga menyatakan bahwa bila dilihat dalam sejarah perjuangan hadirnya NKRI umat Islam bersama TNI selalu bersatu padu dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan negara Indonesia, maka menjadi sangat naif jika tiba-tiba ada ide konyol yang mencoba memecah belah persatuan bangsa. Lanjutnya mnurut beliau, KB PII menolak secara tegas munculnya gagasan yang ingin membubarkan MUI (Republika.co.id, Ahad, 21/11/2021).

Hal yang sama ditegaskan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyikapi tuntutan di media sosial. Sekretaris Fraksi PPP, Ahmad Baidowi manilai, tuntutan tersebut mengada-ada (Republika.co.id, Sabtu 20/11/2021).

Ketua MUI Cholil Nafis bahkan menyebut bahwa pihak yang mengeluarkan isu soal pembubaran MUI adalah orang yang tidak bisa membedakan urusan personal dan lembaga. Beliau merasa MUI adalah lembaga yang penting bagi Indonesia, sebagai pengayom umat Islam. MUI bahkan juga berperan sebagai mitra pemerintahan.

Pengamat politik Rocky Gerung pun berpendapat bahwa munculnya isu tersebut berasal dari kepanikan di dalam kekuasaan, beliau menilai isu tersebut merupakan rumusan yang telah ada sejak zaman orde baru, yang digunakan untuk pengendalian politik dan merupakan isu mainan (Pikiran Rakyat.com, 21/11/2021).

Jangan Terjebak Isu

Banyaknya para tokoh, ulama, dan para pakar yang angkat suara, tentu saja semakin menjelaskan kepada masyarakat semua bahwa isu tuntutan pembubaran MUI sangat tidak relevan, dan merupakan gagasan yang terlalu dipaksakan. Sehingga muncul pula tagar tandingan seperti #DukungMUI dan juga beredar tagar #BubarkanDensus88 karena dirasa telah melakukan tindakan-tindakan yang tidak memakai asas praduga tak bersalah serta berbagai alasan lain termasuk besarnya anggaran yang digunakan untuk keberadaan mereka. Ini semua merupakan bukti dukungan publik kepada MUI. Karena hal ini membuat umat Islam terusik dan marah dengan sikap yang menuntut pembubaran MUI yang menyebut bahwa lembaga ini sebagai sarang teroris.

Faktanya dapat kita saksikan bersama bahwa setiap ada peristiwa terorisme atau naradi tentang radikalisme, seolah membuat masyarakat takut jika terlalu fanatik terhadap agama juga takut dalam menyuarakan syariat Islam, berani menyampaikan kebenaran pada penguasa khususnya terkait kritik politik berdasarkan ajaran Islam, karena akan dianggap menyemai benih terorisme serta sangat membahayakan. Bahkan bisa dicap sebagai musuh bersama dan pemecah bangsa. Benarkah stigma tersebut?tentu ini adalah tuduhan yang tidak berdasarkan fakta yang benar.

Jika ada pihak yang membenarkan untuk membubarkan MUI hanya karena ada salah salah satu anggotanya yang diduga terlibat teroris dan itupun belum terbukti secara hukum maka bagaimana dengan kasus korupsi yang sudah jelas buktinya.

Bukankah kasus korupsi sudah merata di berbagai partai politik di negeri ini, ada saja anggota mereka yang terlibat korupsi. termasuk di level gubernur, kepala daerah juga jaksa. Dan mereka sudah jelas terbukti keterlibatan korupsinya, bahkan diberitakan juga dalam Kompas.com, 21/10/2021 bahwa koruptor di Indonesia berjumlah 1298 orang, 86 persen lulusan Perguruan Tinggi.

Apakah dengan kasus kejahatan korupsi yang menyengsarakan banyak warga negara ini pun berarti parpol dan lembaga mereka harus dibubarkan pula? Tentu tidak demikian. Karena ini ibarat membakar tikus di lumbung padi. Ini bukan solusi.

Dengan demikian jelaslah bagi kita semua bahwa ide pembubaran MUI ini terlalu berlebihan. Wajar ketika umat bertanya-tanya ada apa di balik isu pembubaran MUI ini.

Pererat Kesatuan dan Persatuan Dalam Membela Ulama

Sebagaimana yang sudah diketahui bersama dalam sejarah MUI yang berdiri tanggal 26 Juli 1975 melalui musyawarah nasional pertama Majelis Ulama yang diinisiasi oleh pak Soeharto pada tahun 1973. Dimana MUI berdiri dari hasil pertemuan dan musyawarah para ulama, cendekiawan , para tokoh yang semuanya bersatu dalam rangka memberikan yang terbaik untuk umat dan bangsa ini.Berusaha memberikan gagasan dan solusi terhadap setiap permasalahan umat ni negeri tercinta ini.

Saat ini wadah yang menyatukan mereka tengah dicoba untuk diretakan untuk kemudian akan dihancurkan oleh pihak yang memang tidak suka terhadap ulama yang mereka adalah pewaris para nabi, serta ingin menjauhkan ajaran Islam, saatnya ulama ,tokoh, kaum cendekiawan dan umat untuk bersatu padu membela para ulama. MUI dan umat harus tetap dalam barisan yang solid untuk menegakkan amar makruf nahyi munkar dan berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam untuk meraih Rahmat bagi seluruh alam. Ingatlah akan Firman Allah bahwa dalam Qur’an Surat Al Baqarah ayat 120 juga Al-Baqarah ayat 217, yang intinya musuh-musuh Allah tidak akan pernah berhenti untuk menghalangi manusia dari jalan Allah SWT.
Wallahu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here