Oleh : Ani Suryani, M.Si
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pelayanan kesehatan masyarakat oleh penguasa adalah bukti penguasa mengurusi mereka. Dari sisi obat-obatan, yang sebelumnya pernah beredar obat-obatan yang ternyata tidak aman untuk dikonsumsi, membuat masyarakat kecewa terhadap pelayanan penguasa yang abai terhadap masyarakatnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas, Dr. Ganjar Eko Probowa, MM menyampaikan bahwa monev Dinkes di Apotek dan TO rutin dilakukan 1 tahun sekali untuk tetap memastikan izin masih berlaku, obat-obat yang dijual bersumber dari PBF resmi. Serta pengawasan nakes yang bekerja di apotek (izin kerja serta kompetensi merek juga di awasi oleh Dinkes). “Obat luar (obat bebas) yang di jual di pasaran diperoleh dari Distributor Resmi (PBF) Pedagang besar Farmasi. Hal ini bertujuan agar obat yang di jual ke Masyarakat terjamin kemanannya.” Ujarnya. (https://mediakalbarnews.com 06/05/2023).
Beliau mengatakan dalam hal ini BPOM menjamin peredaran obat sudah sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Dinkes juga berperan mengawasi penjualan obat di apotik mulai dari Distribusi awal (pembelian dilakukan di PBF resmi, berizin sesuai persyaratan yg berlaku) hingga obat yang sampai di Masyarakat Aman untuk digunakan.
Selain itu menjelaskan Makna Warna Pada Label Obat. Bahwa label hijau obat yang dapat dijual bebas. Dan Label biru obat yang dijual bebas terbatas (artinya hanya boleh diserahkan oleh Tenaga Farmasisnya yang ada di Apotek). Sedangkan Logo merah adalah obat keras (yang hanya boleh dijual jika diresepkan oleh dokter).
Kesehatan adalah hak bagi seluruh masyarakat. Penguasa harus berusaha bersungguh-sungguh untuk melayani masyarakatnya. Dalam sistem yang ada sekarang, mahalnya obat-obatan, biaya dokter dan pelayanan kesehatan lainnya, sempat membuat rumor, “orang miskin dilarang sakit”. Pelayanan kesehatanpun tidak cukup dengan edifikasi masyarakat tentang pemanfaatan obat.
Dalam Islam, kesehatan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, baik muslim maupun nonmuslim. Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya ia yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari). Negara tidak boleh melalaikan tugas ini sedikit pun karena akan menimbulkan kemudaratan yang jelas diharamkan dalam Islam.
Islam memiliki paket lengkap dalam melakukan upaya promotif, preventif, dan kuratif dalam sistem kesehatan. Jauh sebelum muncul beraneka penyebaran virus di dunia, Islam sudah mengajarkan pola makan, emosi, dan aktivitas yang sehat; kebersihan dan lingkungan yang sehat; perilaku seks yang sehat; juga epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Semua itu adalah buah manis diterapkannya hukum syariat secara kaffah.
Keberhasilan Islam melakukan upaya promotif preventif yang tecermin pada satu peristiwa yang menandai kesuksesan Rasulullah saw. membangun sistem kesehatan, yaitu selama setahun praktik, dokter kiriman Kaisar Romawi tidak menemukan orang sakit di Madinah.
Upaya kuratif terealisasikan dengan prinsip-prinsip etik kedokteran yang tinggi. Ini menjadi faktor penting agar setiap pasien memperoleh pelayanan penuh, rasa aman, nyaman, terpelihara jiwa dan kehormatannya sebagai sebaik-baiknya makhluk ciptaan Allah Ta’ala.
Di antara prinsip etik kedokteran tersebut adalah larangan menggunakan metode pengobatan yang membahayakan akidah, martabat, jiwa, dan fisik pasien. Izin praktik hanya diberikan kepada dokter yang memiliki kompetensi keilmuan kedokteran dan berakhlak mulia. Obat dan bahan obat hanyalah yang halal dan baik saja. Juga ada larangan menggunakan lambang-lambang yang mengandung unsur kemusyrikan dan kekufuran.
Layanan kesehatan berkualitas juga terjamin ketersediaannya. Negara menggratiskan biaya kesehatan bagi warga negara yang membutuhkan, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial, maupun agama. Pembiayaannya bersumber dari baitulmal.
Khilafah juga mendirikan banyak rumah sakit berkualitas dengan layanan gratis. Begitu pula dengan RS An-Nur di Damaskus yang didirikan pada 706 oleh Khalifah Al-Walid pada masa Bani Umayyah. Rumah sakit ini menjalankan fungsinya selama delapan abad dan sisa kejayaannya masih ditemukan hingga saat ini. Lembaga pendidikan kedokterannya pun berkualitas terbaik.***
Views: 18
Comment here