Oleh: Diah Puja Kusuma, S.Kom.
wacana-edukasi.com–Belakangan ini muncul seorang yang menyebutkan dirinya sebagai pesulap merah. Atau yang biasa disapa dengan Marcel Radhival. Kehadirannya membuat para dukun kepanasan. Pasalnya pesulap merah yang juga memiliki channel youtube itu, membongkar praktik dukun berkedok agama melalui konten-kontennya disosial media (detik.com 15/08/2022). Perseteruan pun terjadi antara persatuan dukun bersertifikat dan pesulap merah. Namun bagaimana peran negara dalam menangani masalah ini? Sebab faktanya masih banyak masyarakat yang lebih percaya dengan praktik dukun bersertifikat dari pada Allah SWT, na’udzubillah.
Bahkan negeri Indonesia yang memiliki beragam suku, adat istiadat dan kebiasaan dalam mempercayai sesuatu masih mengikuti peninggalan-peninggalan nenek moyang atau leluhur dalam meyakininya. Memang tradisi kepercayaan terhadap hal-hal perdukunan telah ada sejak dahulu. Melihat fakta tersebut akhirnya banyak oknum yang berusaha mengambil kesempatan hanya untuk mendapatkan manfaat berupa materi. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang percaya dan rela menggadaikan keimanannya untuk menggunakan manusia sebagai penentu kehidupan mereka. Hingga akhirnya oknum ini melabeli dirinya dengan sebutan dukun. Bahkan ditambah dengan gelar-gelar para orang sholeh seperti “Habib/Gus/Kiai” serta sertifikat bahwa mereka sudah legal dan memiliki kemampuan dalam bidangnya.
Sungguh sangat miris melihat kondisi ini, karena masih banyak masyarakat yang percaya dengan praktik-praktik dukun yang tidak bertanggung jawab daripada Allah SWT (Sang Pencipta dan Maha Pengatur). Mereka lebih suka mendatangi dukun agar urusannya dipermudah daripada berdoa dan bertawakal kepada Allah. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman dalam QS. Az Zumar ayat 44 bahwa “Pertolongan itu hanya milik Allah semuanya. Dia memiliki kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya kamu dikembalikan.”. Dari ayat ini Allah telah mengatakan bahwa apapun yang manusia butuhkan didunia, termasuk dalam meminta pertolongan hanyalah kepada Allah. Karna Allah yang memiliki langit dan bumi. Dan setiap manusia akan kembali kepada Allah. Maka dari itu tidak ada alasan untuk manusia tidak mempercayai dan meyakini Allah karena semua doa pasti akan Allah kabulkan. Terlebih jika manusia tersebut lebih mempercayai dan meyakini manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah. Maka manusia tersebut telah menyekutukan Allah.
Sebab sejak Islam datang sebagai agama yang sempurna dan yang Allah ridhoi, praktik perdukunan perlahan-lahan hilang karena Islam melarang praktik yang memunculkan kemusyrikan. Islam mengharamkan tindakan mempersekutukan Allah. Dan Allah SWT sangat membenci praktik syirik, bahkan aktivitas ini merupakan dosa besar bagi pelakunya. Islam mengancam siapa saja yang berlaku demikian, tidak akan diampuni oleh Allah. Rasulullah SAW pun meminta umat Islam untuk menjauhi dosa tersebut. Namun tanpa disadari, semakin hari aqidah kebanyakan kaum muslim semakin melemah. Tentu kita tidak bisa pungkiri, ada pihak yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Saat ini, siar kemusyrikan makin masif dipertontonkan. Para dukun juga aktif bermain di semua media sosial.
Hal ini tentu bukan sekedar masalah lemahnya iman individu muslim, melainkan juga akibat lemahnya penjagaan negara atas akidah umat. Negara tampak diam atau tidak serius menyelesaikan masalah kemusyrikan, bahkan ikut terang-terangan mempercayai praktik syirik dengan dalih melestarikan budaya nenek moyang, seperti kasus pawang hujan beberapa waktu lalu. Apalagi saat ini negara hidup di atas asas sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi negara tidak akan ikut campur dalam hal agama karena agama dalam sistem kapitalis-sekuler merupakan ranah pribadi.
Padahal aqidah merupakan pondasi utama dalam agama. JIka aqidahnya benar dan kokoh. Maka, benar pula seseorang dalam menjalankan kehidupannya agar semua perbuatan sesuai dengan perintah dan larangan yang Allah SWT berikan. Bisa dibayangkan jika masyarakat dengan mudahnya menggantikan aqidahnya dengan hal-hal duniawi. Justru masyarakat tersebut telah melakukan penyimpangan dari segi aqidah yang termasuk kedalam dosa besar, bahkan pelaku bisa dikatakan murtad dan diberikan hukuman mati, jika tidak mau bertobat.
Sangat berbeda dengan sistem Islam (Khilafah) yang sangat menjaga kemurnian aqidah masyarakatnya. Dimana negara yang berlandaskan Islam akan mengambil kebijakan sesuai syariat Allah. Pemimpin (Khalifah) tidak akan memberikan celah kepada dukun untuk melakukan praktiknya. Negara akan mengambil hukum yang jelas dan tegas. Jika terdapat pengaduan dari masyarakat tentang adanya praktik-praktik perdukunan. Pelaku juga akan diberi hukuman yang membuat jera serta pembinaan setelah mereka di hukum. Lalu keimanan masyarakat akan terus dikuatkan melalui kajian, seminar, ataupun pembinaan yang bersifat berkelanjutan. Begitu pula dengan segala sarana yang biasa dipakai untuk promosi para dukun seperti sosial media akan diblokir dan dihapus oleh negara. Dengan begitu, praktik syirik tidak akan menjamur seperti yang terjadi saat ini. Maka dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah permasalahan penyimpangan aqidah akan terselesaikan. Wallahu’alam bishowab.
Views: 45
Comment here