Opini

Waspada, Predator Seksual Anak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia (Ibu Peduli Umat)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Mengerikan! Terjadi kasus kekerasan seksual pada banyak anak-anak panti Darussalam di Tangerang., Banten. Polres Metro Kota Tangerang telah menetapkan Sudirman (49), Yusuf Bachtiar (30), dan Yandi Supriyadi (28) sebagai tersangka (www.bbc.com, Kamis 10 Oktober 2024) (1). Jumlah korban diperkirakan bisa mencapai lebih dari 40 anak. Pembiaran dari masyarakat dan lemahnya pengawasan pemerintah diduga membuat kekerasan seksual bisa terus berlangsung di sana selama setidaknya 18 tahun.

Selain itu juga terjadi kasus kekerasan seksual juga di Yogyakarta. Kejahatan tersebut menimpa 22 korban yang dicabuli sesama jenis yang sudah berlangsung selama 5 tahun. Kasus ini diungkap jajaran kepolisian sektor Gamping Kabupaten Sleman di Yogyakarta pada Rabu 9 Oktober 2024. Dari pemeriksaan terhadap pelaku diketahui kejahatan itu sudah sejak 2019 atau selama 5 tahun terakhir para korbannya adalah anak laki-laki yang duduk di kelas 5 Sekolah Dasar hingga kelas 2 SMP (https://yogya.inews.id, Kamis 10 Oktober 2024) (2).

Maraknya predator anak membuktikan bahwa negeri ini gagal memberikan perlindungan serta ruang hidup yang aman dan nyaman bagi anak. Ada banyak faktor yang menyebabkan predator anak masih berkeliaran di negeri ini; mulai dari lemahnya keimanan individu, masyarakat, buruknya standar interaksi yang terjalin di antara masyarakat, hingga peran negara yang minim dalam melindungi warga negaranya.

Tidak ada satupun pihak yang memberi dukungan terhadap pembentukan kepribadian Islam atau kepribadian mulia individu masyarakat hari ini. Keluarga hari ini telah menjadi keluarga yang pragmatis, yang fokus memenuhi kebutuhan keluarga di tengah sulitnya perekonomian. Ibu yang seharusnya menjadi pendidik generasi, ikut menyibukkan diri mencari nafkah hingga melalaikan peran strategisnya tersebut.

Demikian pula lingkungan masyarakat telah teracuni oleh cara pandang hidup sekuler liberal peran agama diabaikan dalam kehidupan, sehingga standar kebahagiaan berputar pada materi dan kesenangan jasadiah. Perilaku maksiat yang melanggar aturan Allah pun dinormalkan sedikit demi sedikit, dianggap wajar. Tak ada lagi budaya malu, sehingga muncul individu-individu masyarakat yang biasa bermaksiat; yang pada umumnya diawali dengan maksiat-maksiat kecil yang dibiarkan.

Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadi cara pandang hidup keluarga, masyarakat, dan negara. Dampaknya aturan bernegara lahir dari akal manusia yang sarat dengan kekacauan dan konflik. Negara memang menunjukkan keprihatinan terhadap maraknya kasus predator anak dengan memberikan solusi-solusi, tapi tidak mampu menyelesaikan persoalan karena didasari oleh sekulerisme; dengan memarjinalkan peran agama sebagai pengatur kehidupan.

Undang-undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang diharapkan mampu menyelesaikan kekerasan terhadap anak, nyatanya hingga hari ini belum menunjukkan hasil karena tidak mampu memberi efek jera terhadap pelaku. Undang-undang ini hanya melindungi korban, namun gagal mencegah munculnya pelaku-pelaku predator baru.

Karena negara saat ini berasaskan sekulerisme, sehingga menerapkan sistem pendidikan yang membentuk generasi liberal dan materialistik atas nama kebebasan. Maka tak heran negara membiarkan media menayangkan hal-hal yang tidak pantas dan bisa memicu siapa saja memuaskan naluri melestarikan keturunannya atau naluri seksual dengan cara apapun. Oleh karena itu, persoalan ini harus dipandang sebagai persoalan sistemik yang membutuhkan solusi sistemik.

Solusi sistemik itu adalah dengan hadirnya negara yang memiliki paradigma sahih dalam menyolusi persoalan umat manusia. Paradigma sahih ini adalah Islam, yang hadir bukan sekedar sebagai agama, akan tetapi sebagai sebuah sistem hidup yang memberikan jaminan keadilan dan kesejahteraan bagi manusia. Ini karena Islam berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia; sehingga Dia paling tahu yang terbaik untuk manusia. Dan Islam haruslah diterapkan secara kafah (menyeluruh) agar terlihat maksimal keberkahannya. Penerapan Islam secara kafah hanya bisa dilakukan oleh negara sesuai syariat Islam yaitu Khilafah. Khilafah menerapkan sistem pendidikan Islam tersistem, dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian mulia individu masyarakat; yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.

Pada pilar keluarga, orang tua berperan penting mendidik anak dengan panduan Islam materi tentang jalan menuju iman dan Syariah Islam Kafah. Ini harus dipahami oleh anak, hingga anak paham hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia. Dengan begitu, mereka akan memahami bahwa satu-satunya aturan yang layak dijadikan rujukan dalam beramal adalah aturan Islam saja.

Hal ini didukung oleh sistem berbasis akidah Islam, yang diterapkan dalam Khilafah dalam sistem pendidikan. Akidah Islam akan diajarkan Khilafah melalui pendidikan baik lingkup formal maupun non formal. Lingkup formal di bangku sekolah mulai SD, SMP, SMA; dan perguruan tinggi. Non formal seperti di majelis taklim dan forum pengajian. Ini akan dilakukan secara masif oleh Khilafah dan berkesinambungan.

Melalui Pendidikan Islam yang diselenggarakan Khilafah, akan membentuk kepribadian Islam dalam diri rakyat sehingga terbentuklah masyarakat Islami; yakni masyarakat yang memelihara budaya amar makruf dan nahi mungkar alias berdakwah (saling menasehati tentang kebaikan Islam). Ini menutup peluang terjadinya kemaksiatan sekecil apapun. Yang nampak di kehidupan umum akan mendapat perhatian masyarakat untuk dinasehati atau dilaporkan pada pihak yang berwenang.

Media dalam Islam juga tidak boleh menyiarkan hal-hal yang berbau pornografi dan yang melanggar syariat lainnya. Syariat Islam telah menentukan batasan baik-buruk dan halal-haram dalam berperilaku. Inilah yang akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar makruf nahi mungkar, dan akan diawasi secara ketat oleh Khilafah. Jika media tetap nekad melakukannya, akan ditindak tegas oleh Khilafah.

Selain itu, Khilafah pun menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek Jera bagi pelaku kriminal, sebagaimana pedofil. Dengan aturan Islam yang komprehensif yang diterapkan di bawah institusi Khilafah, maka negara akan mampu melindungi anak dan memberikan keamanan bagi mereka karena masyarakat bersih dari tindak criminal, termasuk dari teror yang ditebar para predator seksual.
Wallahualam Bisawab.

Catatan Kaki :
(1) https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4g57kz79dgo Kronologi kekerasan seksual anak-anak panti Darussalam di Tangerang
(2) https://yogya.inews.id/berita/fakta-mengerikan-guru-les-jadi-predator-seksual-di-sleman-5-tahun-cabuli-22-bocah

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here